Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid
Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid
Situasi
1
Bu Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan
mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. Karena murid-murid kelas 1 belum bisa menulis, maka mereka boleh menggambar. Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid, Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali menjadi lebih efektif. Situasi 2
Murid-murid
Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran
tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika”
dan berbagai alat bantu sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang
miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga
mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang
dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat
sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti
perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga
diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka
pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset,
eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai
tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah
model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana
untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang
dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan
sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi
bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi
nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang
baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah
masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Dalam proses ini, masalah, ide,
rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk
dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang
tua. Dari tantangan tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa solusi
nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang
gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia
mencermati bahwa balok start kolam renang di klub renang mereka
terlalu miring dan permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu
tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi
kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi gesekan dan
gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir saat anak-anak
menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan
berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan
argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat
janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan
kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut. Pengelola kolam
sangat kagum dan langsung merencanakan untuk masuk segera dalam proyek
perbaikan bulan mendatang. Tak lama kemudian, balok star itu
pun selesai diperbaiki.
Situasi 3
Di
masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa meskipun
murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan pengalaman
belajar yang akan membantu mereka mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak
secara maksimal. Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem Belajar dari Rumah,
yang mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di dalam jadwal
pelajaran setiap harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara daring
melalui Google Meet, namun akan ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk
melakukan kegiatan secara mandiri di rumah. Tujuannya, disamping agar
murid-muridnya tidak terlalu lama berhadapan dengan layar komputer, namun yang
paling penting Ibu Santi merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil ini perlu
untuk belajar melalui kegiatan yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat
rancangan aktivitas pembelajaran yang tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau
“Papan Pilihan”. Choice board ini berbentuk kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak).
Di dalam setiap kotak dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi menuliskan instruksi
untuk berbagai aktivitas berbeda yang dapat dilakukan oleh murid dalam satu
hari. Instruksinya cukup sederhana dan juga dilengkapi dengan
gambar. Jenis aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang
mengembangkan keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional,
moral-agama, dan seni. Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga
dikosongkan oleh bu Santi untuk memberikan kesempatan murid menentukan sendiri
satu kegiatan yang ingin mereka lakukan bersama orang tua.
Beberapa
contoh kegiatan yang dimasukkan dalam grid tersebut,misalnya:
di
kotak 1: bu Santi meminta murid membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup
botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian
menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus yang ada di
lemari pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan
mengidentifikasi ada warna apa yang mereka lihat di sana.
dsb.
Kesemua
aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau dengan
sedikit supervisi dari orang tua atau orang dewasa di rumah. Choice Board
dibuat oleh guru dalam bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada
orang tua melalui grup whatsapp. Choice board ini akan dikirimkan kepada orang
tua setiap minggu sekali dan akan terdiri dari choice board yang berbeda setiap
harinya (ada choice board untuk Senin, Selasa, dsb). Terkadang, di choice board
yang berbeda hari akan ada kegiatan yang berulang, karena ada beberapa keterampilan
yang memang harus dilatih, sehingga menurut bu Santi pengulangan perlu
dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di pagi hari, bu Santi akan
menjelaskan instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut. Ibu Santi
memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan,
mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau
melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang
akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari berikutnya.
Karena bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap akhir minggu
(biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk bertemu
dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke
depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang diberikan,
tujuannya dan bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah dapat
membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya:
pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka melakukan kegiatan
tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua tidak hanya
memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan
pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet kembali,
bu Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi terhadap
kegiatan yang telah dilakukan di hari sebelumnya.
Situasi 4
Dalam
masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena
sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya
harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai
kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi.
Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira
kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat
dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota
OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan
balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan,
barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah
murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut,
ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu
menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat
tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja
kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata,
murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam
aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang
disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa
tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan
tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota
OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja
yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada
salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka
mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang
memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka
juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia
menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas
kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan
ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa
kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid
dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang
diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan
tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan
ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang.
Komentar