Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerpen sedih

CERPEN: TENGAH MALAM

Gambar
  Karya Adisan Jaya Bulan cermin malam, bintang pelita gulita. Terisi dalam toples kemunafikan. Samar-samar antara aku dan kamu, antara kenduri jadi duri. Oh...sembiluan daku, hiruk-pikuk roh bernyawa, boyongi monofobia malam. Analogi jiwa tak mungkin, resah teraduk memimpin. Glosarium tanpa kata, memuat makna tanpa abjad. Oh...bulan masihkah jadi bulan? Bintang masihkah jadi bintang? Pertanyaan itu terus mengusik malamku. “ Wahai jiwa yang dipenuhi cinta, berhentilah menghantuiku!”, teriakku disaksikan bulan dan bintang yang tetap membisu, disokongi rumput-rumput yang anestesi akan keresahan yang menderu. “ Kenapa kau masih terus memanggilku Mas’ud?”. Tiba-tiba muncul suara yang berdengung dari langit, dengan wajah yang samar-samar tapi sepertinya aku kenal suara itu. “ Apa? Kau masih bertanya, kenapa aku memanggilmu?”, jawabku sinis. “Berjuta huruf, kata dan kalimat aku lontarkan, kau masih saja bertanya kenapa aku masih memanggilmu?” “Kau tetap saja seperti ini M

CERPEN: CINTA UDIN “SAMPAI MATI!”

Oleh Adisan Jaya 13/01/2013 7:26 AM Dag..dig...dug... Tak pernah terhenti, kembali berdetak! Dag...dig...dug...dug...dig..dag...!! Parah!! Suasana yang tak aku mengerti, seakan mengajak ku terjun ke lubang kebimbangan, kebingungan, kegundahan, menghadapi perasaan yang sedang bergejolak tapi tak sampai. Mencoba mencari arah kepastian yang mengakali ku dengan iming-iming keindahan abadi yang tak tercetuskan dalam renungan setiap sujudku.             Nama ku Udin, aku biasa dipanggil teman-teman disekolah ku “si cupu”. Ya...mungkin karena aku berpenampilan jadulmania , dengan kaca mata tebal seperti kaca pembesar dan rambut rapi yang lepek, sama sekali tak sehelai pun terurai. Ya...aku menyadari kelebihan ku ini. Aku juga punya kelebihan yang sangat aku banggakan, tidak lain tidak bukan mengenai perasaan. Ingin ku menutup   mata dan tiba-tiba amnesia, seringkali aku meminta tapi hal itu tidak pernah terjadi...itu semua karena kata “perasaan“ yang sulit terangkat dibibir, sa

CERPEN: Ternyata Cinta

Oleh Anis Dwi Winarsih   Ting……..tung……ting….tung…..handphonku berdering, dengan mata yang masih lengket ku coba tuk membukanya. Terdengar  suara Panjul teman sekelasku membangunkanku dari lelapnya tidurku. “Pagi Am….!!! Bangun Am,sang surya telah menampakkan sinarnya yang tajam loch?”, brisiknya membangunkanku. Pelan-pelan ku buka jendela kamarku. Kicauan burung menyambutkudengan gembira. Udara pagi yang segar seolah menyuguhkanku kesejukan pagi yang begitu menenangkan jiwa. Dengan penuh rasa syukur ku ucapakn “Alhamdulillah” pada sang pemberi nafas. Seperti biasa,aku langsung mandi dan siap-siap berangkat ke sekolah. “Tok…tok…tok….Assalamualaikum!”, terdengar suara orang mengetuk pintu. “Waalaikumsalam..!”,jawabku. “Pagi Am!!!!”,lagi-lagi suara Panjul mengagetkanku. “Ayo Am berangkat sama aku?”,ajak Panjul sambil menyeret tanganku. Aku sama sekali gak ngerti dengan sikap Panjul.”Kenapa dia tiba-tiba perhatian banget ya sama aku?”,tanyaku dalam

Cerpen Cinta Segitiga

INDONESIA Mereka adalah sahabat yang setiap saat bersama, kemana-mana bersama, persahabatan mereka seperti saudara kandung. Berbagi suka dan duka bersama. Tapi suatu peristiwa terjadi, persahabatan mereka rusak. Akibat perselihan memperebutkan seorang cowok. Persahabatan dulu yang indah sekarang tinggal kenangan. Yang tersisa hanyalah Ayu Riski, Vidi dan Vela. Disaat itu Vidi dan Ayu sama-sama suka dengan Harry, sehingga persahabatan mereka bertiga pun rusak. Tapi vela tetap ingin jadi sahabat mereka. Disuatu hari vela bersama ayu, jalan-jalan bersama. Dan begitupun saat bersama dengan vidi. Tapi suatu saat ayu mimilih untuk pergi dari kehidupan mereka bertiga. Pada akhirnya, ternyata vela juga suka kepada Harry, sehingga terjadilah cinta segitiga diantara mereka. ENGLISH They were best friends all the time together, go everywhere together, their friendship like siblings. Share the joys and sorrows together. But an event occur

DOA KU DI PERANTAUAN

Gambar
Karya Adisan Jaya Menjalani sebuah kehidupan yang sebenarnya, ternyata tak semudah yang aku pikirkan selama ini. Aku yang terbiasa dimanjakan, aku yang tak biasa hidup mandiri dan semuanya serba membutuhkan orang tua… “Pa…ma…beli’in itu…!! Aku mau ini…!! Pokoknya harus itu!! Pokoknya harus ini!!” Terlontar suara ku lantang, keras bergemuruh seperti lantunan guntur yang bergejolak. Dulu hingga sekarang sikap ku tak pernah berubah, namun mereka tetap menyayangi ku… memberikan segenap Cinta kasih sayang yang Mereka punya. “Iya nak, nanti Papa/Mama bakalan belikan” Ya…itu jawaban lembutnya, dan tak pernah tertolak permintaan ku, walaupun sesulit apapun, dengan keadaan ekonomi yang menghimpit. Tapi…ya begitulah, itu bukan alasan baginya…mereka rela berhutang kiri kanan ke tetangga, bekerja banting tulang demi keinginan ku. Pada hal tubuh tuanya, kian lama kian melemah, dan wajahnya yang dulu halus…kini mulai dan kian berkeriput. Ia rela ti