Ticker

6/recent/ticker-posts

Iklan

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENGENAI PEMBENTUKAN KATA


                                                                        BAB 1
  PENDAHULUAN
 A. Karakter Siswa Menengah Pertama
             Menurut Piaget dalam ( Desmitha, 2011:107-108),  Anak pada usia remaja sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotetis, sehingga ia mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang bersifat abstrak. Pemikiran remaja tidak lagi terbatas di sini dan sekarang, mereka sudah mampu memahami waktu historis dan luar angkasa.
             Remaja di tahap operasi formal dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir secara sistematis, mampu berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi. Mereka memikirkan semua kemungkinan secara sistematis untuk memecahkan permasalahan. Akan tetapi anak tahap formal operasional mulai mampu
memecahkan masalah dengan membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan berusaha mengantisipasi berbagai macam informasi yang akan diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut.
      Masa remaja atau SMA ditandai dengan sejumlah karakteristik penting yaitu:
1.      Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.
2.      Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita.
3.      Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakanya secara efektif.
4.      Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainya.
5.      Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuanya.
6.      Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
7.      Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara.
8.      Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
9.      Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
10.  Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan relegiusitas.

           Menurut (Desmitha, 2011:37-38) Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut menuntut adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhanya. Hal ini dapat dilakukan guru di antaranya:
1.      Memberikan pengtahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika.
2.      Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh atau kondisi dirinya.
3.      Menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana olah raga, kesenian, dan sebagainya.
4.      Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan’
5.      Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan penuh godaan.
6.      Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berpikir kritis, reflektif, dan positif.
7.      Membantu siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta.
8.      Memupuk semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran.
9.      Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa, dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan problem yang dihadapinya.

B.     Pembelajaran yang efektif untuk siswa SMP
            Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif,
Ø  Metode Debat
          Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat. Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
Ø  Metode Role Playing
       Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan
Ø  Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
            Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
     Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1.   Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2.   Berpikir dan bertindak kreatif.
3.   Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4.   Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5.   Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7.  Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
      Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
      Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
·         Numbered Heads Together
      Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Ø  Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
            Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks      dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
b. Merencanakan kerjasama
c. Implementasi
d. Analisis dan sintesis
e. Penyajian hasil akhir
f. Evaluasi
Ø  Metode Jigsaw
            Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
           Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Ø  Metode Team Games Tournament (TGT)
            Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
            Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
      Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
2. Kelompok (team)
3. Game
4. Turnamen
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Ø  Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
      Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Ø  Model Examples Non Examples
       Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Ø  Model Lesson Study
              Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida. Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.


BAB II
   PEMBAHASAN
2.1  Hakikat Pembentukan Kata.
Ada banyak ragam atau istilah dalam pembentukan kata
a.       kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini. 
b.      afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan konfiks. 
c.       prefik (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda. 
d.      sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda. 
e.       konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi. 
f.       kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan. 
g.      keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.
1.       Afiks bahasa indonesia yang umum
·         prefiks:  ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
·         sufiks:  -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya
·         konfiks:  ke - an, ber - an, pe - an, peng - an, peny - an, pem - an, per - an, se – nya


2.      Aplikasi Afiks
·         ber- : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks "ber-" adalah untuk menunjukkan bahwa subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak verba dengan afiks "ber-" mempunyai kata yang sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
·         me-, meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini membentuk verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat adalah pelaku, bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki salah satu dari prefiks ini.Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks "me-." Prefiks "me-" menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks "di-" menunjukkan tindakan pasif, di mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
·         pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
·         ter- : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.
(1) Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang   menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif. (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah)
(2) Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya menghasilkan    verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam kalimat adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.
·         se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah sebagai berikut:
1. untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa Inggris)
2. untuk menyatakan seluruh atau segenap
3. untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan
4. untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama atau menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu
·         -an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
·         -i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan perulangan, pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau obyek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat pengaruh dari perbuatan tersebut . Sufiks ini pun menunjukkan di mana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
·         -kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab, proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke bagian lain dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
·         -kah : menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.
·         -lah : sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
·         ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:
1.      membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian  umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar
2.      membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal
3.      membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan
4.      membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan.
·         pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.
·         per-an : menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik. Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.
·         se - nya : Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).
·         -nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini. contoh: biasanya = usually; rupanya = apparently
·         -nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.
·         Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk (bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan majalah berita.
2.2  Model Pembelajaran
a.       Model Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction)
Metode yang digunakan dalam model pembelajaran ini yang lebih dominan adalah metode Tanya Jawab, metode Ceramah, dan lain-lain.Model ini harus dikemas melibatkan terjadinya interaksi multi arah.
b.      Model Pembelajaran Kooperatif
Model kooperatif merupakan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mencapai kompetensinya dengan menekankan kerjasama antar siswa.
c.       Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Model Pembelajaran berdasarkan pada masalah tertentu, bertujuan untuk:1) Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan memecahkan masalah.2) Belajar menjadi peranan sebagai orang dewasa.3) Belajar mandiri.5.Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran siswa:a. Lingkungan Keluargab. Lingkungan Masyarakatc. Lingkungan Sekolah.
2.4 Sasaran Penulisan makalah
Sasaran penulisan makalah ini adalah siswa-siswi sekolah menengah pertama ,dengan pemilihan sasaran ini adalah untuk meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya siswa SMP, agar pembelajaran dan pembinaan di SMP dapat berkembang dan meningkat sesuai dengan kurikulum.
2.5 Teknik yang digunakan untuk Meningkatkan Menulis
Permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan.Apabila keterampilan yang diperoleh dalam permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu,permainan tersebut dinamakan permainan bahasa.Sebenarnya dalam kegiatan mengajar guru sering menggunakan permainan,tetapi pada umumnya masih menerapkannya sebagai teknik pengajaran bahasa.Penggunaan teknik permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses belajar,sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar siswa dilakukan tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan. Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut, sel-sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi, dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang (Rubin, 1993 dalam Rofi’uddin, 2003).
Permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran. Bila ada permainan mengembirakan tetapi tidak melatihkan keterampilan berbahasa, tidak dapat disebut permainan bahasa. Demikian juga sebaliknya, bila permainan itu tidak menggembirakan, meskipun melatihkan keterampilan berbahasa tertentu, tidak dapat dikatakan permaian bahasa. Untuk dapat disebut permainan bahasa, harus memenuhi kedua syarat, yaitu menggembirakan dan melatihkan keterampilan berbahasa.
Teknik permainan bahasa tidak dimaksudkan untuk mengukur atau mengevaluasi hasil belajar siswa. Kalaupun dipaksakan, bukan alat evaluasi yang baik, sebab permainan bahasa tersebut mengandung unsur spekulasi yang cukup besar. Hal tersebut dapat dimengerti, sebab sekelompok anak, atau seseorang anak yang menang dalam permainan belum tentu secara utuh  mencerminkan siswa pandai. Demikian juga siswa yang kalah dalam permainan, belum tentu mencerminkan siswa yang kurang pandai.
2.6 Media atau bahan pembelajaran.
Dengan menggunakan diskusi kelompok dan dipresentasikan sesuai dengan kelompoknya masing-masing dengan menggunakan media LCD. Siswa tersebut dituntut aktif dalam sebuah diskusi tersebut. Dan guru juga berperan aktif  dan dituntut bagaimana caranya agar bisa memberikan materi pembelajaran yang aktif dan kreatif bagi siswa agar siswa tersebut tidak jenuh.
A.     Standar kompetensi
1.      Memahami kata dan bentuk kata dalam setiap kalimat berdasarkan kelas kata
      2.   Mengelompokkan kata, bentuk kata dan kalimat berdasarkan kelas kata.
B.     Kompetensi dasar.

1.    Menjelaskan kelas kata, dan bentuk kata dalam setiap kalimat.
2.    Mengidentifikasi kata (termasuk bentuk kata baru), frasa, kalimat.
3.    Memilih kata, bentuk kata, secara tepat.

C.    Indikator
·         Kognitif Produk
a.       Menjelaskan bentuk kata berdasarkan kelas kata
b.      Mengelompokkan kata,bentuk kata yang ada dalam setiap kalimat.
·         Kognitif proses
a.       Menjawab pertanyaan berkaitan dengan materi pembentukan kata.
b.      Mampu mengidentifikasikan bentuk kata yang ada dalam setiap kalimat.
·         Psikomotor
a.       Mampu mengidentifikasikan dan mengelompokkan kata, dan kalimat berdasarkan kelas kata.
b.      Mampu mengerjakan soal-soal mengenai pembentukan kata dan macam-macam kata.
·         Afektif
a.       Karakter
·         kerja sama
·         jujur
·         tanggung jawab
·          apresiatif
b.      Keterampilan sosial
·         Bertanya dengan bhasa yang baik dan benar
·         Menyumbang ide
·         Menjadi pendengar yang baik
·         Membantu teman yang mengalami kesulitan

D.  Tujuan Pembelajaran
1.      Kognitif
Produk
     Melalui pembelajaran pembentukan kata siswa dapat mengidentifikasi dan menganalisis   kata dalam  sebuah kalimat atau bacaan.
2.      Proses
a.    Melalui pembelajaran pembentukan kata siswa mampu menjelaskan bentuk  kata yang ada disebuah kalimat atau bacaan tersebut.
b.    Siswa dapat mengelompokkan kata dan bentuk kata baru dan frase yang ada   dalam setiap kalimat.
c.    Siswa mampu memilih kata, bentuk kata yang tepat dalam bentuk kalimat.
d.   Siswa mampu menguraikan setiap kata serta maknanya dalam sebuah kalimat.

3.      Psikomkotor
      Dengan diberi sebuah kalimat atau teks bacaan siswa mampu menganalisis bentuk   kata tersebut.  
                                                                    
4.      Afektif
1.    Mengembangkan perilaku karakter, meliputi:
a.       Mampu menjadi teman kerja yang menyenangkan ketika kerja berkelompok
b.      Mampu menjadi ketua/anggota yang santun dan berempati.
c.       Mampu untuk saling mengerti dan menghargai pendapat orang lain.
d.      Mampu melaksanakan tugas dengan baik dan penuh tangung jawab.
5.        Mengembangkan keterampilan sosial.
a.       Mampu berkomunikasi secara lisan dengan menggunakan dengan bahasa yang baik dan benar.
b.         Mampu berkomunikasi secara tertulis.

2.7  Metode Pembelajaran
1.      Kegiatan awal.
a.       Guru mengawali pelajaran dengan salam dan doa dilanjutkan dengan perkenalan materi ajar
b.      Kemudian Guru menjelaskan pembelajaran yang berkaitan dengan pemahaman tentang pembentukan kata yang sesuai dengan kelas tingkat anak.
c.       Guru menjelaskan macam-macam bentuk kata.
d.      Guru menyuruh siswa untuk berdiskusi secara berkelompok.
e.       Kemudian setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya secara bergntian.
f.       Kemudaian diadakan tanya jawab.
g.      Kemudian guru menjelaskan hasil dari diskusi tersebut
h.      Kemudian guru memberikan soal kepada siswa untuk dianalisis.
E.     Kegiatan  Akhir.
a.      Tugas terstruktur/ PR :
      Carilah contoh kata yang mengalami proses pembentukan kata, yang  terdapat dalam wacana berita di media cetak(surat kabar) dan buat dalam sebuah tabel.

Lampiran 1


DAFTAR PUSTAKA

Desmita, 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ridhani, Achmad. 2012. “Pemilihan Metode Mengajar yang Efektif untuk SMA”. (Online).

Posting Komentar

0 Komentar