Ticker

6/recent/ticker-posts

Iklan

NASKAH DRAMA ANTON PAVLOVICH CECHKHOV: Beruang Menagih Hutang

Beruang Menagih Hutang
(The Bear/The Boor)
Karya Anton Pavlovich Chekhov

 ( NYONYA YULINA SANGAT MURUNG MEMANDANGI POTRET NIKO SUAMINYA,
KAUL, PELAYAN TUA YANG SETIA, BERSAMANYA )
Kaul : Nyonya, sudah . sudah. Jangan begitu-begitu terus. Ini namanya bunuh diri pelan-pelan, relakan kepergiannya. Nyonya, semua orang bersenang-senang dipagi yang cerah dan segar ini. Bahkan kucing pun tahu cara menghibur diri. Jalan melenggak-lenggok ditaman lalu melompat sembunyi, kemudian tiba-tiba melompat lagi menakuti burung-burung. Tapi nyonya Yulina setiap hari mengurung diri, dengan muka yang selalu kusut, muram. Hitung hitung, sudah satu tahun penuh Nyonya tidak pernah lagi keluar-keluar.

Yuli : Dan aku tidak akan keluar-keluar lagi. Kaul, Kehidupanku sudah berakhir, Suamiku meninggal, terbaring dalam kuburnya, dan aku mengubur diri sendiri dirumah ini, kami berdua sama-sama sudah mati Kaul, Mati !..
Kaul : Naah….Nyonya khan, mulai lagi ! Saya jadi sedih mendengarnya. Memang, tuan meninggal, tapi mau bagaimana lagi kalau dia memang harus meninggal ? Itu kehendak Tuhan. Saya juga pernah kehilangan istri Nya, Yah.. apa boleh buat, saya menangis dan berkabung selama kurang lebih satu bulan, itu sudah cukup. Kalau saya terus meraung-raung sepanjang hari, itu kan berlebihan namanya. Apalagi istri saya itu mukanya sudah cukup tua dan cukup jelek…. Nyonya telah melupakan para tetangga begitu saja, tidak pernah lagi mengunjungi mereka.  Kalau mereka datang, nyonya menolak, tidak mau menemui. Nyonya kan masih muda, cantik, sehat dan segar. Di luar sana banyak Nya pria tampan dan terhormat yang pasti terpikat begitu mata mereka melihat nyonya, sungguh, saya jamin. Tapi ya…jangan tunggu sampai sepuluh tahun lagi. Nanti kalau pipi sudah menggantung-gantung kebawah, atau melesak kedalam, wah sudah telat !

Yuli : Diam Kaul…Kau tidak boleh bicara seperti itu, kau kan tahu bahwa sejak Andre suamiku meninggal, kehidupan tidak lagi ada artinya buatku. Aku sudah bersumpah untuk tidak akan berhenti berkabung, tidak akan lagi menikmati cuaca terang seumur hidupku. Dengar ?! Semoga arwahnya tahu dan melihat betapa besar cintaku padanya. Biarlah Niko menyaksikan besarnya kemampuanku untuk mencintainya dari alam seberang, dia akan melihatku tetap sama seperti sebelum ia meninggal.
Kaul : Wah..Wah, dari pada bicara begitu, nyonya lebih baik jalan-jalan saja di kebun belakang yang luas itu, bercanda dengan si Beo, si Mencol, Menengok si Merak….
Yuli : Oh…Oh…..Uhuk..Uhuk (MENANGIS)
Kaul : Nyonya…! Nyonya…! Ada apa? mengapa jadi menangis begini ! Nyonya,
nyonya…
Yuli : Niko sayang sekali pada si Merak, setiap kali dia memandang Merak itu, wajahnya bercahaya, matanya berkilau jernih bagaikan mata bocah. Kaul…Lipat duakan jatah makannya hari ini.
Kaul : Baik Nyonya.
(SUARA BELL PINTU, KERAS SEKALI DAN JELEK BUNYINYA)
Yuli : (KAGET) Siapa itu ? katakan, Aku tidak terima tamu, siapa pun.
Kaul : Iya nyonya ( KELUAR)
Yuli : (SENDIRI MEMANDANGI POTRET) Lihatlah Niko, Lihatlah betapa aku bisa mencintaimu, cintaku hanya akan berakhir ketika hidupku di bumi ini berakhir. (TERTAWA, SETENGAH MENAGIS)
Kaul : (MASUK, GUGUP), Nyonya…ada orang mencari nyonya, dia mau ketemu dengan nyonya….
Yuli : Kan sudah kubilang tadi, kau katakan padanya aku tidak terima tamu siapapun setelah suamiku meninggal
Kaul : Sudah nyonya. Saya sudah bilang begitu. Tapi dia tidak mau tahu. Persoalannya penting sekali katanya
Yuli : Aku tidak akan menemui tamu. Siapapun.
Kaul : Itu sudah saya bilang padanya berkali-kali. Tapi memang ……kaya setan dia itu Nya. Dia malah maki-maki dan menggasak saya, lalu masuk. Sekarang dia sudah disitu nyonya.
Yuli : Kurang ajar ! (TERSINGGUNG) suruh dia kesini. (KAUL KELUAR) Sukarnya bergaul dengan orang-orang macam itu. Apa yang mereka inginkan? mengapa selalu saja mengganggu ketenangan batinku !, makin lama orang-orang menjadi makin kasar saja. Kehilangan perasaan ! (MERENUNG SEBENTAR)
Tamu : (SAMBIL MASUK, MEMAKI-MAKI KAUL)
Dasar Kunyuk tua! Cerewet kau! (KETIKA MELIHAT YULI, BERUBAH SIKAP MENJADI SANTUN)
Ah, nyonya. Perkenankan saya memperkenalkan diri kepada nyonya yang terhormat. Nama saya andri dan saya pernah jadi tentara (SAMBIL MENGULURKAN TANGANNYA), saya terpaksa sedikit mengganggu nyonya karena ada suatu urusan yang sangat penting…
Yuli : (TIDAK MENGULURKAN TANGAN) Ada apa ?
Tamu : Semasa hidupnya, suami nyonya yang merupakan kenalan baik saya, mempunyai hutang 250.000.000. Karena besok pagi saya harus membayar dua angsuran sekaligus, dengan sangat terpaksa saya mohon nyonya melunasi pinjaman itu hari ini.
Yuli : 250.000 ? untuk apa suami saya meminjam uang sebanyak itu dari saudara ?.
Tamu : Ya, macam-macam, yang jelas dia sering membeli gandum dan beras dengan cara berhutang. Jadi 250.000.000 itu adalah jumlah hutangnya kepada saya.
Yuli : Kalau Niko meminjam dari saudara, tentu saja saya akan mengembalikannya. Hanya saja saya meminta maaf, karena saat ini saya sedang tidak ada uang. Besok lusa, baru saya punya uang. Selain itu, ini persis tujuh bulan sejak suami saya meninggal, sekarang ini suasana hati saya tidak mengijinkan saya untuk mengurus soal keuangan.
Tamu : Tapi nyonya, suasana kantong saya membuat saya harus memperoleh uang untuk membayar angsuran besok pagi. Kalau tidak, saya bangkrut.
Yuli : Saudara akan menerima uang saudara lusa.
Tamu : Saya memerlukannya hari ini. Bukan lusa !
Yuli : Maaf sebesar-besarnya. Hari ini saya tidak bisa.
Tamu : Maaf sebesar-besarnya, saya tidak bisa tunggu sampai lusa.
Yuli : Tapi bagaimana lagi kalau saya tidak punya uang !
Tamu : Jadi maksud nyonya. Nyonya tidak bisa bayar ?
Yuli : Saya tidak bisa.
Tamu : Itu jawaban nyonya yang terakhir ?
Yuli : Ya ! itulah.
Tamu : Betul ?
Yuli : Betul.
Tamu : Pasti ?
Yuli : Pasti
Tamu : Bagus ! hebat ! terima kasih. (JEDA) bagaimana bisa saya tidak marah-marah! Dalam perjalanan kesini, aku jumpa seorang kenalan… dia bilang, mengapa kau ini selalu kelihatan marah, uringan -uringan terus sepanjang waktu. Bagaimana saya akan tersenyum damai menghadapi orang-orang yang seenak perutnya sendiri macam ini! saya sangat membutuhkan duit! Pagi-pagi kemarin, pagi buta, saya meninggalkan rumah, berkeliling menagih hutang. Tapi, astaga ! tidak seekorpun yang mau bayar. Coba ! apa pantas itu ? ketika akhirnya saya sampai kemari, 37 kilometer dari rumah, dan berharap mendapatkan uang saya kembali, saya disambut dengan ”suasana hati yang tidak mengijinkan menyelesaikan soal-oal keuangan”. Bagaimana saya tidak akan marah-marah !!!
Yuli : Saya rasa saya telah menjelaskan keadannya. Lusa setelah saya mendapatkan uang hasil penjualan cengkeh dan tembakau, uang saudara akan saya kembalikan.
Tamu : Persetan! saya tidak ada urusan dengan cengkeh dan tembakau nyonya !
Yuli : Maaf, saudara. Saya tidak terbiasa dengan kata-kata kasar, atau nada-nada bicara yang semacam itu! Saya tidak mau mendengarnya lagi! (KELUAR)
Tamu : Hebat ! sungguh hebat dalih yang dia ajukan : ”suasana hati”….. suaminya mati kan sudah tujuh bulan yang lalu ! Sedih ya sedih. Orang boleh saja sedih. Tapi bagaimana dengan kepentinganku? aku harus membayar angsuran. Besok dua orang akan datang menagih.
(BERTERIAK KE BAGIAN DALAM RUMAH) : Nyonya, saya tau suami nyonya meninggal, nyonya sedang berduka cita.Tetapi lantas saya mesti bagaimana ? apa saya harus lari terbirit-birit kalau kedua orang penagih itu datang? Aku managih Herman: istrinya bilang dia sedang pergi. Aku pindah menagih yaros, ia sembunyi. Busri malah mengajakku bertengkar sampai hampir-hampir kulemparkan dia dari jendela. Karmin bilang sudah sebulan sakit perut, dan yang satu ini… sedang terserang “suasana hati”. Gila ! tidak satupun yang mau membayar (JEDA)
Aku tau sebabnya,.. Aku terlalu baik, terlalu lembut hati, serba maklum, serba memaafkan, itulah sebabnya… Tapi mulai sekarang, lihat saja! Aku tidak lagi bisa dipermainkan. ! Aku akan tetap disini sampai dia membayar. Marah betul Aku hari ini ! Sampai sengal napasku !….aakhh ! ya Tuhan, mataku sampai berkunang-kunang (BERTERIAK) hei pak tua, sini !
(KAUL DATANG)
Kaul : Ada apa, tuan?
Tamu : Ambilkan minum (KAUL PERGI). Coba, dimana logikanya ? Aku sangat kepepet, butuh uang dengan segera, tetapi dia tidak mau membayar gara-gara suasana hati yang tidak mengijinkannya mengurus soal-soal yang berhubungan dengan uang ! Dasar logika perempuan ! Cupet !!
Kaul : (DATANG MEMBAWA SEGELAS AIR) Nyonya sedang tidak enak badan dan sedang tidak terima tamu.
Tamu : Keluar! KAUL PERGI)
Tidak enak badan dan tidak terima tamu! Baiklah ! kau tidak usah menemuiku! Aku akan terus duduk-duduk disini sampai hutang-hutang dilunasi. Kalau kau tidak enak badan seminggu, Aku duduk disini seminggu, kalau kau sulit satu tahun, Aku duduk disini satu tahun! Pokoknya aku harus mendapatkan uangku kembali, nyonya yang terhormat! saya tidak akan bisa kau kelabuhi dengan kesedihanmu.
Nah !! (BERJALAN MENDEKATI PENONTON) memuakkan! Panasnya keparat, tidak ada yang mau bayar, semalaman Aku tidak bisa tidur, dan yang paling menjengkelkan adalah perempuan murung dengan segala tetek bengek suasana hatinya ini!
Aduh! (MEMANDANG-MANDANG DIRI SENDIRI SAMBIL DUDUK)
Penampilanku memang tidak karuan. Penuh debu, sepatuku kotor, rambutku acakacakan.Tentunya nyonya itu menganggapku orang gelandangan saja. (MENGUAP) memang tidak sopan masuk kerumah ini dalam penampilanku yang begini … ah ! peduli amat ! Aku kan bukan tamu yang mau mengapeli dia ! Aku disini sebagai penagih hutang. Dan tidak ada aturan berpakaian bagi penagih hutang.
Kaul : (MENYAJIKAN SEGELAS MINUKMAN) Makin lama tuan makin seenak tuan sendiri !
Tamu : (MARAH) Apa kamu !
Kaul :  ee..Tidak…tidak apa-apa tuan. cuma…
Tamu : Tidak tahu ya, siapa yang kau ajak bicara ini ! Tutup mulut busukmu itu !
Kaul : (KESAMPING) Wah ini betul-betul binatang buas, celaka! padahal sekarang cuma aku dan nyonya yang dirumah. (PERGI)
Tamu : Betul-betul marah aku! (MENDERUM) rasanya ingin meremas seisi dunia sampai hancur, kulumat jadi serbuk. Hah! Sampai nanar mataku. (TERIAK TIDAK JELAS)
Yuli : (DATANG DENGAN PANDANGAN LURUH) Tuan, saya sungguh tidak terbiasa selama beberapa waktu ini, mendengar suara manusia. Saya ingin hidup menyepi. Dan saya tidak tahan mendengar teriakan. Saya mohon dengan hormat dan sangat, janganlah tuan mengganggu ketenteraman saya.
Tamu : Bayar utang nyonya, dan saya segera pergi.
Yuli : Sudah saya katakan kepada tuan dengan bahasa yang jelas dan lugas. Saat ini saya tidak pegang uang, tunggulah sampai lusa.
Tamu : Dan dengan rasa hormat yang sebesar-besarnya telah saya katakan dengan bahasa yang jelas dan lugas pula. Saya butuh uang hari ini, bukan lusa.
Yuli : Tapi apa yang bisa saya lakukan kalau saya tidak punya uang untuk melunasi tuan?
Tamu : Jadi nyonya tidak mau membayar sekarang juga ?
Yuli : Saya tidak bisa.

Tamu :Kalau begitu, ya saya akan terus tinggal disini. saya akan terus duduk disini sampai uang saya dikembalikan.(DUDUK), jadi.. nyonya mau bayar lusa. Baik, saya akan duduk begini ini sampai lusa (TERLONJAK TIBA-TIBA) Hei! Tapi dengarlah! Saya kan harus membayar angsuran besok pagi? Ya tidak ?!! Apa nyonya pikir saya cuma melucu, bikin-bikin ?!
Yuli : Saudara ini tidak tahu bagaimana seharusnya berbicara dihadapan seorang wanita.
Tamu : Tahu! aku tahu benar bagaimana harus berperilaku di hadapan wanita
Yuli : Sama sekali tidak ! saudara kasar dan tidak tahu sopan santun sama sekali, pria baik-baik tidak bicara dengan bahasa semacam itu dengan wanita.
Tamu : Oo..ini baru kejutan! Hatinya lembut sekali! (MERENDAHKAN SUARA) Nnyonya, saya begitu bahagia bahwa nyonya tidak akan membayar saya… aaah, maafkan saya yang telah mengganggu nyonya! Alangkah cerah udara pada hari ini ! Pakaian berkabung yang nyonya kenakan itu sangat cocok dan pantas untuk nyonya !
(MEMBUNGKUKKAN BADAN, MENGHENTAKKAN TUMIT KE LANTAI)
Yuli : Itu kasar, tolol, sama sekali tidak lucu. !
Tamu : (MENIRUKAN) itu kasar tolol, sama sekali tidak lucu. Aku tidak tahu bagaimana menghadapi wanita, katanya, dengar ! Aku banyak sekali mengenal wanita dengan segala lekuk liku mereka. Banyak sekali. Lebih banyak dari burung gereja yang nyonya lihat sepanjang hidup. Sudah tiga kali Aku berduel senjata gara-gara perempuan, dua belas wanita aku tolak cintanya, dan cuma sembilan orang yang menampikku. Aku pernah tolol dan konyol, sentimentil menghadapi wanita. merayu-rayu, melimpahkan sanjungan, membungkuk-bungkuk, merangkak-rangkak, melata-lata, Aku pernah tulus bercinta, menderita duka lara, berkeluh kesah pada rembulan.
Aku pernah juga berkicau seperti kutilang, berbusa-busa ngomong tentang emansipasi wanita. Dan separuh hartaku kuhabiskan untuk memanjakan emosi-emosi kemesraanku. Tapi sekarang ? Ohoo ! Terima kasih !! Jangan harap nyonya bisa menjerat saya. Pengalaman pahit sudah cukup. Bola mata yang hitam berbinar, mata yang sayu memendam birahi, bibir merah membasah, cahaya purnama, bisik-bisik mesra, helaan nafas yang memberat…alaah..! sialan ! dengar nyonya, seratus perak pun tidak saya kasih untuk membayar semua itu !!!
(MENCEGAH YULINA YANG TAMPAK HENDAK MEMOTONG PEMBICARAANNYA)
Nanti dulu. Jangan salah tangkap. Yang Aku maksudkan bukanlah wanita yang ada dimukaku ini, tetapi semua wanita ! Semua ! Yang muda, yang tua, semua sama saja, semua licik, semua munafik, penipu paling tengik ! Walaupun, maaf, biasanya ininya (MENAMPAR DAHINYA SENDIRI) payah. Tumpul, tidak bisa logis.
Memang mereka mahluk puitis, melihat luarnya saja, laki-laki pasti terpana, gandrung, ngebet, aduuh alangkah haluus, muluus…kuduus bagaikan dewi suci. Tapi coba saja, intiplah pikiran dan hatinya. Apa yang kelihatan ? Ha ? Apa nyonya ? Buaya ! Buaya busuk itu juga !
Ah..Nyonya sendiri perempuan, jadi nyonya pasti tau sifat perempuan berdasarkan sifat nyonya sendiri. Jawablah dengan jujur demi kehormatan nyonya sendiri. Pernahkah sepanjang hidup nyonya bertemu wanita yang betul betul tulus, setia, pantang goyah ? Tidak pernah ! cuma perempuan tua yang peot saja yang bisa setia !
Yuli : Maaf, jadi menurut tuan, siapa yang setia dan tidak goyah dalam hal cinta ? Tentunya bukan laki-laki, kan ?
Tamu : Ya laki-laki ! laki-laki tentu saja !
Yuli : Hah, Laki-laki?
(KETAWA DENGAN MARAHNYA)
Laki-laki bisa setia dan tidak goyah dalam hal cinta ! Ini sungguh-sungguh berita gempar.
(PENUH PERASAAN)
Kau punya hak apa untuk berkata begitu ?? Laki-laki setia dan tidak goyah !! baik. Karena pembicaraan sudah sampai disini, sekarang kau boleh tau. Di antara semua lelaki yang kukenal, suamiku adalah yang paling baik, Aku mencintai dia dengan seluruh diriku, kepadanya kuserahkan hidupku, usia mudaku, kebahagiaanku, nasib peruntunganku. Aku mengagumi dia, memuja dia sampai seperti menyembah berhala. Lalu,….kau tau apa yang terjadi tuan yang budiman ? Lelaki terbaik diantara semua lelaki ini menipu dan menghianati aku setiap kali ada kesempatan. Sesudah dia meninggal, kutemukan surat cinta satu laci penuh dari begitu banyak wanita lain. Sementara, ketika dia masih hidup, Aku sering dia tinggalkan sendirian, berminggu-minggu lamanya. Dia boros-boroskan uangku, dan mentertawakan perasaanku kepadanya. Meskipun dia begitu busuk, aku tetap mencintai dia. tetap setia kepadanya…. Bahkan lebih dari itu, Sampai sekarang, meskipun dia sudah meninggal, Aku tetap setia, tidak pernah menyeleweng. Ku kuburkan diriku dirumah ini, diantara tembok-tembok itu buat selamanya. Dan aku tidak akan melepas pakaian berkabung ini sampai hari kematianku……
Tamu : (KETAWA MENGEJEK)
Pakaian berkabung ! Aduh-aduh… lucu betul! Jadi kau kira aku tidak tau mengapa kau mengenakan pakaianmu yang aneh itu dan tidak pernah keluar rumah ? Astaga ! saya tau nyonya ! Betapa misterius ! Oh alangkah puitisnya. lalu nanti akan ada mahasiswamahasiswa, anak-anak muda tak berpengalaman yang melihatmu diambang jendela. Lalu mereka akan berkata, “eh dirumah ini ada seorang wanita misterius, yang mengurung diri dirumah demi cintanya pada suaminya”. Kau akan jadi terkenal. Dan makin lama para pemuda itu akan makin terangsang untuk mendekatimu. Alaah..Aku tau akal-akalan macam itu nyonya….
Yuli : (MELEDAK)
Apa ? berani kau ngomong begitu ?!
Tamu : Nyonya mengurung diri dalam rumah, tetapi tidak pernah lupa merias wajah. (MENUNJUK) itu ! Yang di wajah nyonya itu apa bukan bedak, dan yang itu gincu ?
Yuli : Berani kau bicara seperti itu ? Dirumahku ??!!
Tamu : Sst..!! jangan teriak-teriak nyonya, Aku bukan bujangmu. Ijinkan Aku mengatakan hitam itu hitam, putih itu putih. Aku bukan perempuan, dan Aku terbiasa menyatakan pikiranku tanpa berputar-putar (BERTERIAK) jadi jangan berteriak !
Yuli : Bukan Aku yang berteriak. Tapi kamu, Aku minta, pergilah. Pergi.
Tamu : Kembalikan uangku. Aku akan pergi.
Yuli : Aku tidak akan membayarmu.
Tamu : Kau harus.
Yuli : Tidak bisa. Pergi. Tinggalkan rumah ini.
Tamu : Karena aku bukan tunanganmu, bukan pula buruhmu, kau tidak usah berlagak macam macam, nyonya (DUDUK) Aku tidak suka kau berlagak begitu.
Yuli : (TERSENGAL SAKING MARAHNYA) kau….masih berani duduk ??
Tamu : Berani, ada apa ?
Yuli : Aku minta, saudara pergi !
Tamu : Kembalikan uang saya
(NGOMONG SENDIRI, MENYAMPING) Penasaran betul aku !… penasaran betul !!
Yuli : Aku tidak mau bicara dengan orang tidak waras. Aku mohon, pergilah tuan!
(JEDA) tidak mau pergi ?
Tamu : Tidak .
Yuli : Tidak ?
Tamu : Tidak.
Yuli : Baik.
(MEMANGGIL) Kaul !….
(KAUL DATANG) Kaul, antarkan tuan ini keluar.
Kaul : (MENDEKATI TAMU) Tuan…. Sudilah tuan betul-betul pergi kalau sudah diminta pergi… Tuan jangan….
Tamu : (BANGKIT, GARANG) Tutup mulutmu. Siapa yang kau ajak ngomong ini ? Aku betot lidahmu nanti!
(KAUL LARI TERBIRIT-BIRIT)
Yuli : Dimana kawan-kawanmu yang lain, Kaul ?
Kaul : (DARI LUAR PANGGUNG) Tidak ada nyonya. Semua sedang keluar.
Yuli : Ayo tuan. Segera keluar dari rumahku ini !
Tamu : Agaklah sopan sedikit !
Yuli : (MENGEPALKAN TANGANNYA) kamu ini memang bangsat, beruang biadab, hewan !
Tamu : (MAJU MENGARAH YULI) Heh darimana hakmu menghina aku ?
Yuli : Ya. Aku menghina kamu. Lalu mau apa ? Kamu pikir aku takut ya ?
Tamu : Dan kau kira karena kau kebetulan mahluk puitis, lalu kau bisa menghina orang seenaknya tanpa mendapatkan hukuman ? Aku tantang kamu berduel ! Pistol !!
Yuli : Cuma karena jarimu gemuk-gemuk, tubuh berotot, dan bisa meraung kaya’ kerbau disembelih, lantas aku takut padamu, hei kerbau ! Beruang ?!!
Tamu : Sialan! tidak akan kubiarkan seorangpun menghina aku. Ayo, Aku tantang kamu ! Mentang-mentang kau mahluk lemah, lantas kau pikir Aku tidak tega ?
Yuli : Kau menantang duel ? Boleh !
Tamu : Sekarang juga !
Yuli : Sekarang juga ! almarhum suamiku punya koleksi beberapa pistol, aku ambil, jangan lari kamu ! (YULI KELUAR MENGAMBIL PISTOL)
Tamu : Akan ku bidik dia seperti membidik ayam. Dikiranya Aku ini remaja yang sentimentil apa !
Kaul : (MASUK) Oh tuan…tuan, (BERLUTUT DIHADAPAN TAMU) Jangan tuan. Kasihanilah saya, orang tua ini. Pergilah segera tuan. Tadi tuan membentak saya sampai jantung saya copot. Sekarang tuan malah mau berduel pistol.
Tamu : (TIDAK PERDULI) Ya duel, antara laki-laki dan wanita. Inilah yang namanya persamaan hak. Emansipasi. Demi prinsip. Aku harus menembak mati dia. Harus. ini prinsip.
(JEDA)
Tapi, bukan main hebatnya perempuan itu, wajahnya menyala-nyala, matanya berkilap-kilap. Dia meladeni tantanganku ! Gila !! belum pernah Aku kenal perempuan macam begini seumur hidup.
Kaul : Tuan, pergilah tuan, Aku mohon ! Aku akan mendoakan tuan, Aku janji !
Tamu : Ini wanita sejati. Wanita idaman. Bukan modelnya perempuan-perempuan lemah, yang merengek-rengek, mendesah, dan melenguh-lenguh ! Sungguh sayang. Aku terpaksa membunuhnya.
Kaul : (MERATAP) Oh tuan… pergilah .. pergi…
Tamu : Aku senang padanya, itu jelas. Perempuan penuh pesona…
(YULI MASUK DENGAN MEMBAWA DUA PISTOL)
Kaul : Astaga ! Tuhan. Minta ampuun !!! Bagaimana ini ! aduh ngeri aku.
(KABUR SAMBIL MENUTUP TELINGA DENGAN TANGANNYA)
Yuli : Nah. Ini pistolnya. Tapi sebelum kita mulai. Tolong jelaskan padaku bagaimana cara menggunakannya ! Baru pertama kali ini Aku menyentuhnya.
Tamu : (MENGAMATI PISTOL-PISTOL ITU) Begini. Ada bermacam-macam pistol. Ada yang khusus dibikin untuk duel, misalnya yang bikinan mortimer. Kalau ini…. Ini sungguh sungguh pistol bagis, mahal ..hmmm begini cara menggenggamnya… (BICARA SENDIRI MENYAMPING) aduh ! matanya ! Ya tuhan. Matanya !
Yuli : Begini ?
Tamu : Betul. Kemudian angkat bagian ini. Ya. Lalu mulailah membidik sasaran…. Ya begitu. Kepalamu ditegakkan sedikit. Itu lengan nyonya harus direngangkan penuh….naah.. begini. Lalu jari yang ini nyangkol dan menekan disini…. Hiyyak.! Tapi aturan yang terpenting adalah... jangan tegang, jangan terburu-buru. Nyonya harus menguasai seluruh tangan agar tidak gemetar...
Yuli : Beres ! Kurang enak menenbak-nembak didalam rumah. Mari kehalaman belakang.
Tamu : Baiklah. Cuma… perlu kuingatkan bahwa aku nanti akan menembak keudara.
Yuli : Lantas ? Mengapa begitu ?
Tamu : Sebab ….. sebab, ah ! Itu urusanku !
Yuli : Oo jadi tuan tidak tega ya ? apa tuan takut ? jangan ! Contohlah aku, aku tidak akan berkedip sampai peluruku melobangi jidatmu. Jidat yang sangat aku benci itu. Jadi kau takut?
Tamu : Ya.. Aku takut. Kita batalkan saja.
Yuli : Omong kosong ! Mengapa kau batalkan ?
Tamu : Sebab ….. sebab…. Aku…. Jatuh hati padamu.
Yuli : (KETAWA DENGAN MARAH) Dia jatuh hati padaku ! berani-beraninya dia bilang begitu. (MENUDING KE PINTU) Pergi dari sini !!!


Tamu : (MELETAKKAN PISTOL DENGAN MEMBISU, MENGAMBIL TOPINYA DAN
MELANG KAH KE PINTU, DEKAT PINTU DIA BERHENTI. SELAMA KIRA-KIRA
SETENGAH MENIT, KEDUANYA SALING PANDANG. KEMUDIAN TAMU ITU
MENDEKATI YULINA DENGAN LANGKAH BERAT)
Dengar …. kau masih marah, nyonya ? …. Nama saya Niko… saya juga marah besar, tapi…. Bagaimana Aku menjelaskannya… soalnya adalah… ehem… terus terang saja… begini… (BERTERIAK) bagaimanapun juga, apakah saya salah mengatakan hal ini padamu ? Sialan ! Aku jatuh hati! Mengerti ? Malahan hampir jatuh cinta.
Yuli : Jangan mendekat, benci Aku !
Tamu : Ya Tuhan.. hebatnya wanita ini, sepanjang hidup baru sekarang aku ketemu yang sedahsyat ini. Aku tenggelam . Aku tikus yang masuk perangkap. Tamatlah riwayatku !
Yuli : Jangan dekat ! Aku tembak nanti !!
Tamu : Tembak. Tembaklah. Tidak bisa kau bayangkan alangkah bahagianya mati di hadapan sepasang mata yang indah dan ajaib itu. Terbunuh oleh peluru dari senjata yang di genggam tangan halus dan gemulai itu….aah ! Aku jadi tidak bisa berfikir. Pertimbangkan dan putuskanlah sekarang. Nyonya, karena sekali aku melangkah meninggalkan rumah ini, kita tidak akan pernah berjumpa lagi. Kau harus membuat keputusan. Aku keturunan orang baikbaik, Aku lelaki jujur, dan penghasilanku lumayan….dan Aku bisa menembak sasaran uang logam yang engkau lemparkan keudara….
Yuli : (KETUS MENGACUNG-ACUNGKAN PISTOL) Ayolah duel. Aku tantang kau sekarang !
Tamu : Pikiranku macet. Otakku mogok. (TERIAK) hai. kunyuk tua ! Air !!
Yuli : (TERIAK) Ayo bertempur !!!
Tamu : Aku kalang kabut, jatuh cinta. Seperti mahasiswa semester pertama. (TIBA-TIBA MENANGKAP DAN MENGGENGGAM TANGAN YULINA. YULINA MEMEKIK KESAKITAN) Aku jatuh cinta padamu (BERLUTUT DI HADAPAN YULINA) belum pernah aku mengalami cinta yang sedahsyat ini. Dua belas perempuan aku tolak, dan sembilan orang wanita menolakku, tapi belum pernah aku mencintai perempuan seperti aku mencintai nyonya sekarang ini. Aku menjadi lemah-lembut, lemah, lembek…..Sialan !!! ini memalukan !!! Sudah lima tahun aku berhasil tidak jatuh cinta. Aku pernah bersumpah untuk tidak jatuh cinta lagi, tapi sekarang… Mendadak aku tidak bisa berkutik. Nyonya, aku melamarmu. Jadilah istriku. Mau apa tidak ? tidak ? baiklah.
(BANGKIT DAN BERJALAN CEPAT KEARAH PINTU)
Yuli : Tunggu sebentar….
Tamu : (BERHENTI) Bagaimana ?
Yuli : Tidak. tidak apa apa… Pergilah kalau mau pergi. Tapi sebentar… Tidak ! Pergi ! Pergi sana ! Aku benci melihatmu !! Tapi….Nanti dulu !
(MENGGELETAKKAN PISTOL DI MEJA)
Kau tidak tahu bagaimana marahnya Aku ! jari-jariku sampai kesemutan menggenggam barang jahanam itu !
(MENYEKA MUKA DENGAN SAPU TANGAN, LALU TIBA TIBA MENGOYAK
SAPU TANGAN ITU DENGAN GARANG) mengapa Ngejublek di situ. Keluaar…!
Tamu : Selamat tinggal.
Yuli : Ya Pergi. Pergi sana…
(TERIAK) Hai mau kemana itu ? tunggu dulu…. tapi tidak ! Pergilah. Oookh…. Alangkah marahnya Aku ! Jangan. Jangan dekat-dekat lagi ! awas !
Tamu : (MENDEKATI DENGAN LANGKAH LAMBAN NAMUN TEGAS)
Nyonya, betapa marahnya aku hari ini… Aku jatuh cinta seperti anak remaja, Aku berlutut, memohon-mohon padamu, Nyonya Aku mencintai kamu, dan ini satu hal yang paling tidak ku inginkan. Besok pagi aku harus membayar angsuran dua macam, dan sekarang kau membikin Aku jatuh cinta…..(MERAIH PINGGANG YULI) Untuk ini Aku tidak bakalan pernah memaafkan diriku sendiri.
Yuli : Eh….! Kurang Ajar ! Lepaskan Aku. Aku benci, Aku…..aku tantang kamu !
(MEREKA BERPELUKAN)

(KAUL MASUK MEMBAWA KAPAK DI IRINGI BEBERAPA LELAKI LAIN MEMBAWA
PENTUNGAN, SEKOP, PARANG)
Kaul : (MELIHAT PASANGAN YANG SEDANG BERMESRAAN ITU)
Ya ..Tuhan !
SELESAI


Posting Komentar

0 Komentar