PENERAPAN 5-S PADA PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN DRAMA DI SEKOLAH SEBAGAI PILAR PENDIDIKAN BERKARAKTER
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada
dasarnya di dalam masyarakat terdapat norma-norma sebagai pedoman prilaku dalam
menjaga keseimbangan kepentingan di
masyarakat. Pendidikan moral perlu menjadi prioritas dalam kehidupan. Panutan
nilai, moral dan norma dalam diri manusia dan kehidupan akan sangat menentukan
totalitas diri individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan
individu. Oleh karena itu, pendidikan nilai yang mengarah pada pembentukan
moral yang sesuai dengan norma-norma kebenaran menjadi suatu yang esensial bagi
pengembangan manusia utuh dalam konteks sosialnya.
Penerapan
norma yang sederhana di lingkungan sekolah yaitu 5-S, kepanjangan dari Senyum,
Salam, Sapa, Sopan dan Santun. Hal ini seringkala dilupakan oleh pendidik
terhadap peserta didiknya. Mereka senantiasa hanya mengekang diri mereka pada
norma-norma yang bersifat memaksa dan disiplin tanpa melihat bahwa hanya dengan
memberi salam atau saling bertegur sapa juga dapat dikatakan sebagai media
dalam membangun totalitas diri individu.
Semua
orang, khususnya peserta didik belum tentu dapat melakukan 5-S ini dengan
baik. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda, ada orang yang ramah tetapi tidak sedikit pula yang bersikap biasa-biasa saja. Hal ini menunjukkan rasa tidak peduli terhadap lingkungan sekitar. Oleh karena itu, dengan bermain drama maka ekspresi jiwa seseorang dapat ditumbuhkan. Sesuai dengan salah satu faedah bermain drama, yaitu membentuk kepribadian seseorang sehingga dengan bermain drama maka peserta didik yang sebelumnya memiliki sikap tidak peduli lingkungan sekitar, tetapi setelah bermain drama mereka akan bersikap ramah, baik kepada para guru maupun pada teman-teman mereka sendiri.
baik. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda, ada orang yang ramah tetapi tidak sedikit pula yang bersikap biasa-biasa saja. Hal ini menunjukkan rasa tidak peduli terhadap lingkungan sekitar. Oleh karena itu, dengan bermain drama maka ekspresi jiwa seseorang dapat ditumbuhkan. Sesuai dengan salah satu faedah bermain drama, yaitu membentuk kepribadian seseorang sehingga dengan bermain drama maka peserta didik yang sebelumnya memiliki sikap tidak peduli lingkungan sekitar, tetapi setelah bermain drama mereka akan bersikap ramah, baik kepada para guru maupun pada teman-teman mereka sendiri.
Untuk
merealisasikan tercapainya norma yang baik, pemerintah mencanangkan Sembilan
Pilar Pendidikan Berkarakter. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Isi pendidikan
berkarakter, antara lain Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya,
Tanggung Jawab, Kedisiplinan dan Kemandirian, Kejujuran, Amanah dan Kearifan,
Hormat dan Santun, Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong, Kerjasama,
Percaya Diri, Kreatif dan Bekerja Keras, Kepemimpinan dan Keadilan, Baik dan
Rendah Hati dan Toleransi Kedamaian dan Kesatuan.
Pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan. Komponen-komponen
pendidikan tersebut, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Tujuan
Tujuan
dari kegiatan ini adalah agara peserta didik dapat lebih menghormati orang yang
lebih tua dari mereka pada umumnya dan guru mereka pada khususnya serta dapat
menghargai teman sebayanya.
Manfaat
Manfaat
dari kegiatan ini yaitu memberikan solusi dalam menjalin interaksi yang ramah
dan menjunjung tinggi sopan santun antara peserta didik dengan guru.
GAGASAN
Kondisi
Kekinian Peserta Didik
Orang
tua mendorong anaknya agar bisa bersekolah, agar nantinya anak-anaknya
memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari orang tuanya sendiri. Dorongan yang
kuat ini juga terdapat pada anak-anak sendiri . mereka (orang tua dan anak)
merasa susah jika mendapat rintangan dalam bersekolah dan melanjutkan studi. Mungkin
ini dapat dipandang sebagai indikator tentang betapa besarnya aspirasi orang
tua terhadap pendidikan orang tua.
Dewasa
ini, banyak anak telah mendurhakai harapan orang tuanya sendiri yang telah
bersusah payah menyekolahkan mereka. Mereka hanya berfoya-foya
menghambur-hamburkan uang yang diberikan oleh orang tuanya tanpa berpikir untuk
apa orang tua mereka memberikan uang.
Berbagai
persoalan moral bangsa ini yang banyak
terjadi di kalangan pelajar antara lain
seperti masih tingginya kasus tindakan kekerasan, meningkatnya degradasi moral,
etika atau sopan santun para pelajar, meningkatnya ketidakjujuran pelajar,
berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua dan guru, timbulnya gelombang
perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seks bebas, penyalahgunaan
narkoba, semakin lunturnya sikap saling hormat-menghormati dan rasa kasih
sayang antar sesama, serta semakin meningkatnya sifat kejam dan bengis terhadap
sesama.
Persoalan
di atas mendeskripsikan bahwa orientasi pembangunan nasional ke arah terbentuknya
jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi, serta berakhlak
mulia belum dapat diwujudkan bahkan cenderung menurun. Mencermati persoalan
demikian, orang kemudian berpaling pada pendidikan. Pendidikan nasional
dianggap telah gagal dalam menyemai moral serta karakter bangsa yang berbudi
pekerti luhur.
Faktor yang menyebabkan gagalnya pendidikan moral
dan budi pekerti ke dalam sikap dan perilaku siswa. Pertama, adanya anggapan
bahwa persoalan pendidikan moral adalah persoalan klasik yang penanganannya
adalah sudah menjadi tanggung jawab guru agama dan guru PPKN. Kedua, rendahnya
pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengembangkan dan mengintegrasikan
aspek-aspek moral dan budi pekerti ke dalam setiap mata pelajaran yang
diajarkan. Ketiga, proses pembelajaran mata pelajaran yang berorientasi pada
akhlak dan moralitas serta pendidikan agama cenderung bersifat transfer of
knowledge dan kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengalaman untuk
menjadi corak kehidupan sehari-hari.
Degradasi P-4 di Indonesia
Kebijakan yang pernah dilaksanakn
dalam merealisasikan penerapan sopan santun dan keramahan pada peserta didik,
yaitu melalui P4 (Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang harus
diberikan pada semua jenjang pendidikan. Namun dengan berjalannya waktu, P4
mulai dihapus karena adanya suatu alasan. Melihat situasi sewaktu dijalankannya
P4, hampir semua tindak kejahatan dapat dinetralisir. Dengan berpegang teguh
pada P4 maka pelecehan, perampokan, penghinaan dan sebagainya tidak pernah
terjadi.
Kelahiran
dan tumbuh kembang P-4 didorong oleh situasi kehidupan negara yang terjadi pada
pertengahan tahun 1965. Orde Baru menilai bahwa terjadinya tragedi nasional, G-30-S/PKI
pada tahun 1965 diakibatkan karena bangsa Indonesia tidak melaksanakan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Setelah
bangsa Indonesia mampu mengatasi gejolak yang ditimbulkan oleh gerakan
G-30-S/PKI dan telah mampu untuk menetapkan program pembangunnya, dirasa perlu
untuk membenahi karakter bangsa dengan mengembangkan sikap dan perilaku warga negara
sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Dasarnya. Maka Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dalam Sidang Umumnya, pada tanggal 22 Maret 1978
menetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dengan demikian
pelaksanaan P-4 merupakan kehendak rakyat yang ditetapkan oleh MPR RI sebagai
penjelmaan rakyat yang wajib dipatuhi.
Agar
supaya Pancasila benar-benar terasa dalam kehidupan sehari-hari dan sekaligus
melestarikan Pancasila, maka kita perlu melaksanakan P-4 sebagai upaya mendarah
dagingkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila yang sudah
terperinci dalam P-4. Mendarah dagingkan P-4 adalah proses pendidikan dalam
arti luas, karena itu perlu dilakukan secara sadar, teratur, dan berencana.
Makna proses pendidikan tidak saja berarti mendidik orang lain, akan tetapi
termasuk pula mendidik diri sendiri.
Sasaran
pelaksanaan P-4 adalah perorangan, keluarga dan masyarakat, dan ada beberapa jalur-jalur
dan upaya yang dapat digunakan, salah satunya yaitu dalam jalur pendidikan. Di
jalur pendidikan yaitu pendidikan formal (sekolah), pendidikan informal
(keluarga, pergaulan), dan pendidikan nonformal (luar sekolah, kepramukaan, dan
sebagainya). Sekolah sebagai pendidikan formal, semua unsur di lembaga
pendidikan formal hendaklah mencerminkan nilai-nilai Pancasila. P-4 perlu
diintegrasikan ke dalam kurikulum mulai taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi. Namun yang terpenting adalah terciptanya suasana belajar yang didasari
oleh nilai-nilai Pancasila. Dalam pendidikan informal yaitu keluarga, kita
harus menjadi keluarga Pancasila, P-4 perlu ditanamkan, dipupuk dan
dikembangkan di dalam diri anak-anak sejak kecil, ini menuntut suasana rumah
tangga yang harmonis sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Sedangkan, dalam
pendidikan nonformal, yaitu di luar sekolah bebagai pendidikan luar sekolah
seperti kepramukaan, remaja putus sekolah, pendidikan orang dewasa, dan
lain-lain dapat di masukan dalam jalur ini.
Peserta
didik adalah sesuatu yang sangat subtansial dalam tercapainya mutu pendidikan.
Mutu pendidikan tidak hanya ditentukan oleh seberapa jauh peserta didik
tersebut menguasai setiap materi yang diajarkan, melainkan norma dan nilai juga
turut berperan. Oleh karena itu, antara guru dengan peserta didik haruslah
saling bertegur sapa dan menjaga kesantunan agar dapat membangun interaksi yang
baik antar keduanya.
Untuk
menumbuhkan sikap yang demikian, maka diperlukan adanya 5-S. 5-S adalah Senyum,
Salam, Sapa, Sopan dan Santun. Penggunaan solusi ini sangat bermanfaat untuk
menunjang kebijakan pemerintah yaitu Sembilan Pilar Pendidikan Berkarakter. Perlunya
5-S dalam membangun hubungan yang baik antara guru dan peserta didik adalah
agar terciptanya pembelajaran yang kompleks, yang tidak mengedepankan
pengetahuan yang bersifat materil saja melainkan ditanamkannya sikap santun
antar keduanya.
Sebelum
penerapan 5-S diterapkan pada peserta didik, hendaknya harus memahami dahulu
psikologi perkembangan peserta didik. Manfaat yang akan diperoleh dari
mempelajari perkembangan peserta didik, di antaranya yaitu seorang guru akan
dapat memberikan harapan yang realistis terhadap anak dan remaja, dapat
membantu kita dalam memberikan respon yang tepat terhadap perilaku tertentu
seorang anak, dapat membantu guru mengenali kapan perkembangan normal yang
sesungguhnya dimulai, memungkinkan para guru untuk sebelumnyamempersiapkan
menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh dan prilakunya, memungkinkan
para guru memberikan bimbingan belajar yang tepat kepada anak, serta dapat
memberikan banyak informasi tentang bagaimana cara kita mengenali diri kita
sendiri.
Untuk
memudahkan dalam penerapan 5-S dapat dilakukan melalui bermain drama. Dengan
bermain drama, maka dapat memunculkan karakter di jiwa peserta didik karena
bermain drama dapat menumbuhkan ekspresi jiwa peserta didik yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Langkah-Langkah Strategis
Metode
atau Strategi merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan dan keberhasilan
dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational
goal. Secara umum, metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik
untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode berasal dari bahasa
Inggris yaitu Method artinya melalui,
melewati, jalan atau cara untuk memperoleh sesuatu. Strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran
merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan
pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran.
Pada
mulanya istilah strategi banyak digunakan dalam dunia militer yang diartikan
sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu
peperangan. Sekarang, istilah strategi banyak digunakan dalam berbagai bidang
kegiatan yang bertujuan memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai
tujuan. Misalnya seorang manajer atau pimpinan perusahaan yang menginginkan
keuntungan dan kesuksesan yang besar akan menerapkan suatu strategi dalam
mencapai tujuannya itu, seorang pelatih tim Sepakbola akan menentukan strategi
yang dianggap tepat untuk dapat memenangkan suatu pertandingan. Begitu juga
seorang guru yang mengharapkan hasil baik dalam proses pembelajaran juga akan
menerapkan suatu strategi agar hasil belajar siswanya mendapat prestasi yang
terbaik. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif
dan efisien. Dilain pihak, Dick & Carey (1985) menyatakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan
secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Untuk
merealisasikan 5-S melalui pembelajaran drama di sekolah sebagai pilar
pendidikan berkarakter diperlukan strategi-strategi berikut, yaitu:
(a) Strategi
pengorganisasian pembelajaran berbasis pendidikan barkarakter
Strategi ini dilakukan sesuai kurikulum yang dilaksanakan di
sekolah. Guru sebagai katalisator kegiatan pembelajaran di kelas menyiapkan atau
mengorganisasi materi-materi yang akan disampaikan di kelas. Materi yang
disampaikan tentunya harus sesuai pendidikan barkarakter, misalnya menautkan
cerita dalam drama dengan nilai-nilai religi.
(b) Strategi
penyampaian pembelajaran berbasis pendidikan barkarakter
Strategi
ini dilakukan ketika guru sudah menyusun materi-materi, kemudian guru menyamapaikan
materi tersebut di depan siswa. Sebelum menyampaikan secara langsung, guru
hendaknya mengajak siswa untuk menonton video tentang drama yang dapat
memberikan kontribusi pendidikan berkarakter bagi siswa. Setelah menonton video
tersebut, siswa disuruh memerankan tokoh-tokoh yang ada dalam drama yang
ditonton. Dalam hal ini, ekspresi wajah siswa akan terlihat. Hal tersebut
merupakan satu langkah yang baik bahwa siswa dapat diajak mempraktikkan 5-S
dalam kehidupannya.
(c)
Strategi pengelolaan
pembelajaran berbasis pendidikan berkarakter
Strategi ini dilakukan ketika guru sudah
mengajak siswa menonton video. Setelah itu, guru mengajak siswa berdiskusi
mengenai drama. Guru juga hendaknya membuat agar siswa aktif dalam menjawab.
Hal ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar penguasaan siswa mengenai apa
yang ditontonnya. Sikap percaya diri siswa juga akan tumbuh dalam kesempatan
ini.
Metode Pembelajaran merupakan cara melakukan
atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Dapat dikatakan metode
pembelajaran merupakan bagian dari strategi instruksional. Tetapi tidak semua
metode pembelajaran sesuai digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Penulisan mengenai metode di bawah ini tidak mengikuti suatu urutan
tertentu, tetapi dilakukan secara acak. Diungkapkan pula kapan baiknya metode
tersebut dilaksanakan serta keunggulan dan kekurangan metode tersebut.
Sama
halnya dengan penerapan 5-S, di mana juga membutuhkan strategi khusus. Selain
adanya kerjasama antar beberapa pihak dalam merealisasikan 5-S ini, juga
diperlukan langkah-langkah yang strategis agar hasilnya optimal.
Banyak
hal yang dapat kita raih dalam bermain drama, baik fisik maupun psikis.
Pembicaraan ini tidak akan memisahkan secara rinci antara bermain drama dan
teater, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Di bawah ini akan
diuraikan manfaat bermain drama atau teater, yaitu:
(a) Meningkatkan
pemahaman kita terhadap fenomena dan kejadian-kejadian yang sering kita
saksikan dan kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Kita menyadari bahwa memahami orang
lain merupakan pekerjaan yang paling sulit dan membutuhkan waktu. Untuk itu
drama/teater merupakan salah satu cara untuk memecahkannya. Dengan bermain
drama atau berteater kita selalu berkumpul dengan orang-orang yang sama sekali
berbeda dengan diri kita. Dari segi individual differences inilah kita dituntut
untuk memahami orang lain. Pemahaman kita kepada orang lain tidak hanya dilihat
dari orangnya, melainkan keseluruhan orang tersebut. Meliputi sifat, watak,
cara berbicara, cara bertindak (tingkah laku), cara merespon suatu masalah,
merupakan keadaan yang harus kita pahami dari orang tersebut.
(b) Mempertajam
kepekaan emosi, di mana drama melatih kita untuk menahan rasa, melatih
kepekaan rasa, menumbuhkan kepekaan, dan mempertajam emosi kita.
Rasa kadang kala tidak perlu
dirasakan, karena sudah ada dalam diri kita. Perlu diingat bahwa rasa, sebagai
sesuatu yang khas, perlu dipupuk agar semakin tajam. Apa yang ada dihadapan
kita perlu adanya rasa. Kalau tidak, maka segala sesuatu yang ada akan kita
anggap wajar saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Kita semakin peka
terhadap sesuatu tentu saja melalui latihan yang lebih. Rasa indah, seimbang,
tidak cocok, tidak asyik, tidak mesra adalah bagian dari emosi. Oleh karena
itu, perasaan perlu ditingkatkan untuk mencapai kepuasan batin.
Drama menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka suara atau musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari rasa. Semakin kita perasa semakin halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu yang kita hadapi.
Drama menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka suara atau musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari rasa. Semakin kita perasa semakin halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu yang kita hadapi.
(c) Pengembangan
ujar dalam Naskah drama sebagai genre sastra, hampir seluruhnya berisi cakapan.
Cakapan secara tepat, intonasi, maka
ujar kita semakin jelas dan mudah dipahami oleh lawan bicara. Kejelasan
tersebut dapat membantu pendengar untuk mencerna makna yang ada. Harus ada kata
yang ditekankan supaya memudahkan pemaknaan. Dimana kita memberi koma (,) dan
titik (.). hampir keseluruhan konjungsi harus diperhatikan selam kita berlatih
membaca dalam bermain drama. Suara yang tidak jelas dapat berpengaruh pada
pendengar dan lebih-lebih pemaknaan pendengar atau penonton. Di sini perlu
adanya kekuatan vokal dan warna vokal yang berbeda dalam setiap situasi.
Tidak semua situasi memerlukan vokal yang sama. Tidak semua kalimat harus
ditekan melainkan pasti ada yang dipentingkan. Drama memberi semua kemungkinan
ini.
(d) Apresiasi
dramatik dikatakan sebagai pemahaman drama.
Realisasi pemahaman ini adalah
dengan pernyataan baik dan tidak baik. Kita bisa memberi pernyataan tersebut
jika kita tidak pernah mengenal drama. Semakin sering kita menonton pementasan
drama semakin luas pula pemahaman kita terhadap drama atau teater. Karena
itulah, kita dituntut untuk lebih meningkatkan kecintaan kita terhadap drama.
Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh wawasan yang lebih baik.
(e) Pembentukan
postur tubuh, di mana postur tubuh berkaitan erat dengan latihan bermain drama,
latihan ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu dasar dan lanjut.
Latihan dasar ini meliputi latihan
vokal dan latihan olah tubuh. Yang terkait dengan postur adalah olah tubuh.
Kelenturan tubuh diperlukan dalam bermain drama, sebab bermain drama memerlukan
gerak-gerik. Gerak-gerik inilah yang nantinya dapat membentuk postur tubuh kita
sedemikian rupa.
(f) Berkelompok
(bersosialisasi, di mana bermain drama tidak mungkin dilaksanakan sendirian,
kecuali monoplay.
Bermain drama, secara umum, dilakukan
secara berkelompok atau group. Betapa sulitnya mengatur kelompok sudah kita
pahami bersama, bagaimana kita bisa hidup secara berkelompok adalah bergantung
pada diri kita sendiri. Masing-masing orang dalam kelompok drama memiliki tugas
dan tanggung jawab yang sama. Tak ada yang lebih dan tak ada yang kurang,
semuanya sama rendah dan sama tinggi, sama-sama penting. Untuk itu, drama
selalu menekankan pada sikap pemahaman kepada orang lain dan lingkungannya.
Kelompok drama harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua unsur dalam
drama tidak ada yang tidak penting, melainkan semuanya penting. Rasa
kebersamaan, memiliki, dan menjaga keharmonisan kelompok merupakan tanggung
jawab dan tugas semua anggota kelompok itu. Bukan hanya tugas dan tanggung
jawab ketua kelompok. Baik buruknya pementasan drama tidak akan dinilai dari
salah seorang anggota kelompok tetapi semua orang yang terlibat dalam
pementasan. Oleh karena itu, perlu adanya kekompakan, kebersamaan dan kesatuan
serta keutuhan.
(g) Menyalurkan
hobi, di mana bermain drama dapat juga dikatakan sebagai penyalur hobi.
Hobi yang berkaitan dengan sastra
secara umum dan drama khususnya. Dalam drama terdapat unsur-unsur sastra. Drama
sebagai seni campuran (sastra, tari, arsitektur).
Sikap
riil yang mencerminkan 5-S, misalnya seorang murid yang bertemu guru di luar
kelas kemudian si murid tersebut memberikan senyum dan mencium tangan sang guru
sebagai salam kepada pahlawan tanpa
tanda jasa . Tidak sebatas itu, si murid juga membawakan tas sang guru sampai
di kelas sebagai wujud santunnya kepada sosok sang guru.
Kaitan
antara 5-S melalui bermain drama sangat mendukung Sembilan Pilar Pendidikan
Berkarakter. Hal ini disebabkan karena Sembilan Pilar Pendidikan Berkarakter
merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam menanggulangi degradasi moral
para peserta didik. Namun, banyak masyarakat khususnya guru ataupun siswa
kurang begitu memahami kebijakan ini sehingga kebijakan ini dapat
direalisasikan secara halus, yaitu melalui bermain drama yang memperlibatkan
kerja sama antara guru dan peserta didik.
Dalam
hal ini, diperlukan kerja sama antar berbagai pihak, yaitu antara guru, peserta
didik, orang tua, dan pemerintah. Tanpa dukungan dari salah satu pihak maka
penerapan 5-S ini tidak dapat terealisasikan secara sempurna. Kerjasama dari
berbagai pihak ini sangat diperlukan untuk mendukung kebijakan pemerintah
mengenai pendidikan berkarakter.
KESIMPULAN
Untuk mendukung program pemerintah
dalam merealisasikan pendidikan berkarakter dalam menanggulangi degradasi moral
yang terjadi di kalangan peserta didik diperlukan cara yang halus agar tidak
terkesan mengekang dan memaksa peserta didik melalui 5-S. 5-S yaitu Senyum,
Salam, Sapa, Sopan dan Santun sehingga dapat mengatasi kekrisisan moral
pelajar. Program ini disusun dengan mengusung bermain drama agar terkesan tidak
menggurui dan tidak menjenuhkan kaum pelajar.
Dalam pelaksanaan program ini
diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, baik dari guru, pelajar,orang tua
maupun pemerintah. Kerjasama antara satu sama lain tidak dapat dipisahkan
karena adanya antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi.
Program 5-S ini akan dapat disambut
positif di kalangan sekolah maupun di kalangan masyarakat karena memiliki cara
yang baru dalam mendidik anak ke arah yang lebih baik melalui langkah-langkah
yang strategis. Hal ini dikarenakan pada usia anak sekolah, mereka akan
cenderung mudah bosan sehingga diperlukan cara yang menyenangkan tetapi tetap
fokus kepada tujuan dalam mengatasi degradasi moral di kalangan pelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja,Umar. 2005.Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta
Desmita.2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda
Tim Dosen Pendidikan Bahasa
Indonesia, Sastra dan Daerah.2010. Bahasa
Indonesia untuk Karangan Ilmiah.
Malang: UMM Press. Edisi Ketiga
Pramana, Aji. 2010. “Prihatin
dengan Kondisi Moral Siswa” (Online)
http://ripperjohn.blogspot.com/2010/05/prihatin-dengan-kondisi-moral-siswa.html
(diakses April 2012)
Anonymous.2010.”Saling
Senyum”(Online)
Herlanti. 2009. “Senyum, Sapa,Salam
bagi Murid” (Online)
Komentar