Kurangnya Mutu Pendidikan menyebabkan Kenakalan (Kerusakan Moral) dilingkup Remaja/Pelajar”


KATA PENGANTAR

Asslamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta ridho-Nya tugas akhir Makalah Pengantar Pendidikan yang berjudul ”Kurangnya Mutu Pendidikan menyebabkan Kenakalan (Kerusakan Moral) dilingkup Remaja/Pelajar” dapat terselesaikan. Dalam tugas yang penulis buat ini, tentu kiranya masih terjadi banyak kekurangan terhadap pernyataan yang disampaikan. Selaku yang menjalankan tugas, memohon maaf yang sebesarnya, jika masih ada kekurangan dari apa yang disampaikan, karena mengingat saya masih dalam tahap pembelajaran. Penulis harap Ibu Nur Anisa Ikawati M,Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah “Pengantar Pendidikan” akan selalu memberikan masukan dan arahan demi kebaikan saya kedepannya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Penulis            

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..2
BAB I                         PENDAHULUAN
ü  Latar Belakang Masalah…………………………………………………...3
BAB II            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kenakalan Remaja……………………………………………..4
1.      Gejala-gejala yang Memperlihatkan Hal-hal yang Mengarah pada Kenakalan Remaja……………………………………………………..4
2.      Penyebab Terjadinya Kenakalan Pelajar (Remaja)……………………5
B.     Memahami Remaja………………………………………………………...6
C.     Beberapa Kasus Pelajar…………………………………………………..11
1.      Fenomena Tawuran Antar Pelajar……………………………………11
2.      Pelajar/Remaja Dan Rokok…………………………………………..12
3.      Penyimpangan Seks Pada Remaja (Pelajar)………………………….14
4.      Penyalahgunaan Narkoba…………………………………………….17
D.    Cara Penanganan Masalah yang Terjadi pada Remaja..............................20
ü  Remaja dan Perilaku Hidup Sehat..............................................................21
BAB III          PENUTUP
ü  Kesimpulan dan Saran……………………………………………………23
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

ü  Latar Belakang Masalah
               Masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orangtua, tidak lebih hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dari tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang manusia. Setiap masa pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan masa remaja. Masa remaja sering dianggap sebagai masa yang paling rawan dalam
proses kehidupan ini. Masa remaja sering menimbulkan kekuatiran bagi para orangtua. Masa remaja sering menjadi pembahasan dalam banyak seminar. Pada hal bagi si remaja sendiri, masa ini adalah masa yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Oleh karena itu, para orangtua hendaknya berkenan menerima remaja sebagaimana adanya. Jangan terlalu membesar-besarkan perbedaan. Orangtua para remaja hendaknya justru menjadi pemberi teladan di depan, di tengah membangkitkan semangat, dan di belakang mengawasi segala tindak tanduk si remaja.
               Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metoda coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekuatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua memang sama-sama masih dalam masa mencari identitas. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kenakalan Pelajar (Remaja)
                 Kenakalan pelajar (remaja) meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
a.       Jenis-jenis kenakalan remaja
1.      Kenakalan remaja di sekolah
Misal:
-          Tidak masuk sekolah tanpa keterangan.
-          Meninggalkan sekolah pada saat jam pelajaran.
-          Membawa senjata tajam ketika sekolah

2.      Kenakalan remaja di luar sekolah(masyarakat)
Misal:
-          Ikut balapan tiar antar geng
-          Ikut tawuran antar geng
-          Minum minuman keras
-          Mengkonsumsi obat-obatan terlarang seperti narkoba dan lain sebagainya.
3.      Kenakalan remaja di lingkungan keluarga
Misal:
-          Tidak mendengarkan nasehat orang tua.
-          Tidak mentaati perintah orang tua
-          Melanggar  norma yang telah di sepakati bersama keluarga.

1.      Gejala-gejala yang Memperlihatkan Hal-hal yang Mengarah pada Kenakalan Remaja
                 Gejala-gejala tersebut dapat kita lihat atau kita ketahui melalui hal-hal sebagai berikut:
1.      anak-anak tidak disukai oleh taman-temannya sehingga anak tersebut menyendiri.
2.      Anak-anak yang saring menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau sekolah.
3.      Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengalami masalah yang oleh dia sendiri tidak sanggup mencari permasalahannya.
4.      Anak-anak yang suka berbohong.
5.      Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian.
6.      Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam melewati batas yang berbeda dengan ketakutan anak-anak normal.
7.      Anak-anak yang suka menyakiti / mengganggu teman-temannya disekolah atau dirumah.

2.      Penyebab Terjadinya Kenakalan Pelajar (Remaja)
Perilaku nakal remaja bias di sebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal).
·         Faktor internal:
1)      Krisis identitas
      Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk intregasi.pertama,terbentuknya persaan akan konsistensi dalam kehidupannya.ke dua,tercapainya identitas peran.kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa intregasi ke dua.
2)      Kontrol diri yang lemah
            Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku “nakal”.

·         Faktor eksternal:
1)      Keluarga
            Percerain orang tua , tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga , atau perselisian antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.pendidikan yang salah di keluarga juga bisa mempengaruhi seperti terlalu memanjakan anak , tidak memberikan pendidikan agama , atua penolakan terhadap eksistensi anak , bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2)      Teman sebaya yang kurang baik.
3)      Komunitas / lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

B.     Memahami Remaja
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bias dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka.
Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut
a.       Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hor mon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone.Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

b.      Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.
Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini.
Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajarmengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

c.       Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalahmasalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.
Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapatu Mbojo (Pantun Bima)

MAKALAH: AKAD (Fiqh Muamalah)