PUISI: SURAT UNTUK IBU DI DESA


Pada pos selanjutnya ini, saya menulis sebuah puisi kontemporer, yang berjudul Surat Untuk Ibu di Desa. Puisi ini menceritakan tentang seorang anak merantau ke kota dan meninggalkan orang tuanya didesa yang ia sayangi, terutama Ibunya.  Begitulah cerita singkat dari saya, selamat membaca sebuah karya saya ini, semoga bermanfaat dan semoga menginspirasi anda untuk terus menyayangi dan mendo’akan kedua orangtua kita. Oo iya, jangan lupa dikomentari ya?? Supaya saya lebih baik kedepannya. Terimakasih!

SURAT UNTUK IBU DI DESA

Untuk Ibu di Desa
Ibu yang ku sayangi...
Ibu yang ku keluhkan kepada Tuhan, karena begitu merindunya
Ingin dikau berada didekat ku selalu
Melihat suka duka di perkotaan yang kejam ini
Ibu yang ku cintai...
Ku coretkan seuntaian kata rindu untuknya
Membayangkan wajah cantiknya yang kini mulai mengkerut
Mengingat pengorbanannya,
Yang tak terbayar bongkahan emas sekalipun
Yang tak pernah terulang waktu
Hanya sejarah yang mampu membongkarnya,
Kemudian mengulangnya
kembali...

Bidadari terindah...Ibu!
Ku ambil pena terakhirku
Ku rangkaikan kata-kata paling indah
Untukku hantarkan kepada mu nan jauh didesa
Dan ku coret dikertas dengn huruf lebih besar dari biasanya
Karena aku tahu,
Polesan mata mu yang dulu setia mengawasiku, seakan tak mau aku terluka sedikitpun
Kini, nampaknya terlihat mulai kabur. Benarkah Ibu?

Jangan takut Ibu...
Meski jauh di desa, aku tetap mengawasimu dalam sujudku
Tetap merindukan mu,
Tetap mengingat klise indah yang pernah kau hiasi dengan warna Cinta dan kasih sayang
Tetap terbuai dalam mimpi indah ku bersama mu!

Pahlawanku...Ibu!
Dulu, ketika aku berangkat sekolah dan tidak sarapan...
Aku terkesan, ketika engkau memarahi ku dengan lantangnya
Aku tahu Ibu... dikau tak ingin melihat ku sakit kan?
Pahlwanku...Ibu!
Dulu, ketika aku pulang larut, dan keluyuran bersama teman-teman ku
Aku terkesan, ketika engkau memarahi ku dengan lantangnya
Aku tahu Ibu, dikau dan Ayah sangat menghawatirkanku kan?
Mungkin engkau cemburu,
karena waktu mu bersama ku mulai berkurang, seiring berjalannya waktu...

Malaikat duniaku...Ibu!
Aku tak tahu...
Di desa, ada yang mengawasimu ketika engkau sakit dan saat itu ayah bekerja?
Aku teringat Ibu...
Engkau tidak pernah tidur untuk menjaga dari sakitku,
Hingga aku lekas sembuh menghadapi runcingnya dunia

Dan di kota persinggahan ku ini
Aku tak bisa langsung mengawasi mu, menyuapi mu, menjagamu!
Memberikan perhatian terbaikku untuk mu,
Meski itu semua tak pernah terbalas dengan perhatian mu yang dulu luar biasa

Ibu...maafkan aku!
Ketika tingkah laku nakal ku membuat air mata mu selalu membasahi relung jiwa
Atau mungkin kekecewaan mu atas sikapku yang menantang mu
Atau mungkin juga kata-kata yang tak sepantasnya  aku ucapkan
Sering menyakitkanmu, dan tak jarang meneteskan air mata mu lagi dan lagi!

Ibu yang ku sayangi...
Aku tak ingin tetesan air mata mu terulang karena tingkah nakal ku
Ibu yang ku rindui...
Sisakan air mata mu untuk menangis bahagia
Ketika aku pulang ke desa, dengan gelar sarjana...
Tenang saja Ibu....
Usaha mu menyekolahkan ku hingga saat ini tidak sia-sia kok.

Ibu yang ku sayangi, titip salam, hormat dan rinduku untuk ayah tercinta yang perkasa!
Sampaikan jangan terlalu menghawatirkan kondisi ku diperkotaan ini
Aku baik-baik saja kok Ibu!
Karena, do’a kalian selalu mengalir di nadi mu untukku. Benarkan Ibu?

Ibu yang ku sayangi...
Ibu yang ku cintai...
Ibu yang rindui...
Surat ini untuk Ibu.

By Adisan Jaya
19/03/2013 08:22 AM
“Ku pilih jadi seorang penyair”

Komentar

La Arul mengatakan…
Aseeekkk... Anak kepala skolah bajo pulo pala nie arie.... Ampoku bade kamanae....!! Followback yah.... ^_^
Adisan Jaya mengatakan…
hehehe..iyota sa'e...jangan lupa follback mada...

Postingan populer dari blog ini

Makalah Mengkaji Puisi “Membaca Tanda-Tanda”

MAKALAH: AKAD (Fiqh Muamalah)

Kapatu Mbojo (Pantun Bima)