SEPUCUK SURAT
(Dari orang yang tak kau kenal)
Oleh Adisan Jaya
Hai kau bidadari yang merasuk
ke relung jiwa! Taukah kau bahwa hati tidak pernah berbohong? Tahukah kau bahwa
pernah berkali sebatang jarum menusuk tak berbekas? Namun dikala cahaya
rembulan yang terpancarkan dari bola matamu redup ketika menjurus padaku, saat
itulah aku hidup seakan telah lama mati. Sirnakan khayalan tingkat tinggi yang
sempat meluncur jauh di angkasa. Takut namun berharap. Sudahilah menghantuiku wahai jiwa yang
bening, karena itu kan jadi nuansa sesalku. Ya, dikala nanti aku menyesal, itu
akan jadi penyesalan abadi dalam hidupku, karena terlalu berambisi mengenalmu.
Hai kau anugrah Tuhan terindah
yang hanya ku sapa lewa sepeucuk surat semu! Jangan tunjukkan
wajah sayu,
karena energi untukku hidup lahir dari senyummu, ceriamu. Karena
senyawa-senyawa yang dulunya tersisih kini bangkit kembali karenamu.
Sebenarnya tak ada alasanku
untuk menghakimimu karena perasaan yang berlebihan ini. Tapi lewat segenggam
tumpahan tinta ini, setidaknya sinarmu tak enggan menyinari meski hanya untuk
satu titikku yang beku saja, tak lebih, wahai ciptaan Tuhan yang sempurna. Biar
nantinya aku tahui hangatnya sinarmu merasuk dalam ragaku. Biar nantinya aku
tak hanya bermain di alam dongeng saja, aku jadi Remoe dan kamu jadi Julietnya.
Hai kau bunga yang kekal tak
layu, ijinkan aku berteduh dalam dekapan warnamu. Hingga aku anestesi akan
perasaan yang tak mampu tertampung oleh huruf, kata, maupun kalimat. Hingga
rasaku terhentikan oleh oleh titik luka. Hingga saatnya Tuhan mengutus pangeran
impianmu, kemudian aku hanya bisa jadi pembaca setia kisahmu di balik kepedihan rasa.
Ini ungkapan hati bukan
sandiwara, tercurah untukmu wahai kasih tak sampai. Dari hati yang tak kamu
ketahui. “Salam!”
Komentar