Bahasa Sebagai Objek Kajian Linguistik
1. Bahasa
Sebelum membahas lebih lanjut
mengenai bahasa dan bidang-bidang kajiannya, perlu diketahui lebih dahulu
masalah umum mengenai bahasa seperti tertera di bawah ini:
1.1 Sekitar
Asal-usul Bahasa
Pengkajian tentang asal-usul bahasa
sesunggunya telah bermula sejak abad kelima sebelum masehi di Yunani Kuno.
Perdebatan mengenai permasalahan ini sebenarnya telah memakan masa berabad-abad
dan telah melibatkan para sarjana yang bukan saja terdiri atas ahli-ahli
bahasa, bahkan ahli psikologi, ahli filsapat, ahli arkeologi, ahli sosiologi,
ahli sejarah, dan sebagainya. Akan tetapi, samapai sekarang persoalan ini masih
belum mendapat sesuatu kebulatan pendapat yang dapat diterima oleh para
sarjana.Teori baru yang beraneka ragam selalu muncul, makin lama makin banyak
teori dan makin rumitpula persoalannya. Oleh karena itu, sejak tahun 1966 societie
Linguistique Farncaise telah anggan menerima segala karangan yang
membicarakan persoalan asalusul bahasa. J Vandryes menyatakan bahawa masalah
asal-usul bahasa bukan termasuk bidang linguistik. Sejak itu perbincangan
masalah asal-usul bahasa tertunda beku untuk sementara. Tidak lama kemudian
masalah ini timbul kembali diperbincangkan orang. Sejak jaman purbakala, manusia
telah menaruh perhatian tentang rahasia timbulnya bahasa atau bagaimana benda
mendapat namanya.
Ada beberapa asumsi yang memberikan
gambaran tentang asal-usul bahasa. Asumsi-asumsi tersebut, antara lain seperti
tertera dalam uraian di bawah ini. Penyelidikan antrofologi menyatakan bahwa
kebanyakan kebudayaan primitif meyakini keterlibatan Tuhan dan Dewa dalam
permulaan sejarah berbahasa. Tuhan yang mengajar Nabi Adam, nama-nama; And
the Lord God having formed out of the ground all the beasts of the earth, and
all the fowls of the air, brought them to adam to see what he would all them;
for what so ever Adam called any living creature the same is its name Andreas
Kemke (abad ke-17) seorang ahli filologi dari Swedia menyatakan bahawa surga
Tuhan berbicara dalam bahasa Swedia dan bahasa Perancis, seangkan nabi Adam
berbahasa Denmark. Goropius Becanus seorang Belanda berteori bahwa bahasa di
Surga adalah bahasa Belanda. Sebuah cerita yang diturunkan oleh rakyat Mesir
pada abad ke-17 SM menceritakan bahwa seorang raja Mesir yang bernama
Psammetichus ingin mengadakan penyelidikan tentang bahasa pertama penyelidikan
tersebut beliau lakukan dengan cara mengambil dan dua orang bayi secara acak
dari kalangan biasa. Kedua bayi tersebut diberikan kepada seorang gembala untuk
dirawatnya. Gembala tersebut dilarang berbicara sepatah katapun kepada
bayi-bayi tersebut. Pendapat sang raja, kalau bayi dibiarkan ia akan tumbuh dan
berbicara bahasa asal. Setelah sang bayi tumbuh dua tahun secara spontan
berkata, “becos!” sang gembala segera menghadap sang baginda dan diceritakannya
tentang bayi itu. Pendek kata, segeralah sang raja menelitinya dan
mendiskusikannya dengan para penasehatnya. Menurut mereka, becos, berasal dari
bahasa Phrygia yang berarti ’roti’. Dari hasil penyelidikan dan penelitian
tersebut mereka berpendapat bahwa inilah bahasa pertama. Cerita ini diturunkan
kepada orang-orang mesir kuno, karena menurut mereka bahasa Mesirlah yang
pertama. Masih bayak cerita lain yang berbau kebudayaan dahulu. Akhir abad 18 spekulasi
asal-usul bahasa berpindah dari wawasan keagamaan, mistik, dan takhayul ke alam
baru yang disebut dengan organic phase (fase organis). Joann Gottfried
dalam karyanya Uber dan and usprug der sprache (On the origin of language)
tahun 1772 mengemukakan bahwa tidaklah tepat bila mengatakan bahasa adalah
anugrah Illahi. Menurut pendapatnya bahasa lahir karena dorongan manusia untuk
mencoba –coba berpikir.
Bahasa adalah akibat sentakan yang
secra insting seperti halnya dalam proses kelahiran. Teori ini bersamaan dengan
lahirnya teori evolusi manusia yang dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804)
yang kemudian disusul oelh Charles Darwin. Charles Darwin (1809-1882) dalam
Descent of man (1871) mengemukakan bahwa manusia dibandingkan dengan suara
binatang berbeda dalam tingkatannya saja. Bahasa manusia seperti halnya manusia
sendiri berasal dari bentuk yang primitif, barangkali dari ekspresi emosinya
saja. Contoh, perasaan jengkel atau jijik terlahirkan dengan mengeluarkan udara
dari hidung dan mulut, terdengar sebagai pooh atau pish! Max Muller (1823-1900)
ahli filologi dari inggris kelahiran Jerman yang ridak sependapat dengan Darwin
menyebutnya dengan pooh-pooh Theory.
Teori Darwin ini tidak diterima
oleh para sarjana bahkan tidak disetujuinya, termasuk Edward Sapir dari
Amerika. Max Muller (1823-1900) memperkenalkan Dingdong Theory atau disebut
juga Nativistic Theory. Teori ini agak sejalan dengan yang diajukan Socrates
bahwa bahasa lahir secara alamiah. Menurut teori ini, manusia memiliki
kemampuan insting yang istimewa untuk mengeluarkan ekspresi ujaran bagi setiap
stimulus yang datang dari luar. Kesan yang diterima melalui Indra, bagaikan
pukulan pada bell hingga melahirkan ucapan yang sesuai. Teori lain, Yo-he-ho
Theory. Teori ini mengemukakan bahwa bahasa lahir dalam satu kegiatan sosial.
Sebagai contoh orang primitif terdahulu atau mungkin kkita juga melakukannya
juga sewaktu mengangkat kayu atau beban yang berat secara bekerja sama. Ketika
mengangkat kayu atau beban yang berat itu, pita suara mereka bergetar terdorong
oleh gerakan-gerakan otot yang secara spontan keluarlah ucapan-ucapan tertentu
atau khusus untuk setiap tindakan. Ucapan-ucapan tadi kemudian menjadi nama
untuk setiap tindakan, seperti: heave ‘angkat’ rest ‘diam’ dan sebagainya.
Bow-wow Theory disebut juga
onomatopoetic atau Echoic Theory. Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali
merupakan tiruan-tiruan dari bunyi-bunyi alami, seperti nyanyian burung, suara
binatang, suara guntur, hujan, angin, sungai, ombak, dan sebagainya. Teori ini
agak bertahan, tetapi Max Muler dengan Sarkatis mengomentari bahwa teori ini
hanya berlaku bagi kokok ayam dan bunyi itik, padahal kegiatan bahasa lebih
banyak terjadi di luar kandang ternak. Uraian di atas dapat kita temui dalam
berbagai contoh kosa kata bahasa Indonesia, seperti: menggelegar, bergetar,
mendesir, mencicit, berkokok, dan sebagainya. Itulah beberapa asumsi serta
teori yang memaparkan tentang asal-usul bahasa. Uraina ini nakan disingung
kembali dalam bahasan selanjutnya mengenai perkembangan ilmu bahasa.
1.2. Pengertian
Bahasa
Dalam masyarakat, kata bahasa
sering dipergunakan dalam berbagai ungkapan dengan berbagai makna, seperti
”bahasa warna” bahasa bunga”, “bahasa diplomasi”, “bahasa militer” dan
sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak akan dibahas disini karena tidak
termasuk dalam kajian ilmu bahasa. Disini yang dimaksud dengan bahasa adalah
sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh anggota kelompok
sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Bloom
Field, 1930). Penjelasanya sebagai berikut:
1. Bahasa
adalah bunyi-bunyi ujar yang dihasilkan oleh alat ucap manusia sifatnya
sistematis dan berulang-ulang, sehingga
kalau salah satu bagian saja yang terlihat, maka bagian lain dapat diramalkan
atau dibayangkan. Misalnya, bila kita menemukan kalimat, Ibu mem…..dua
ekor……dengan segera kita dapat menduga bunyi atau bahasa itu secara
keseluruhan. Selain itu sistematis disinipun mengandung arti bahwa bahasa dapat
diuraikan atas satuan-satuan yang terbatasyang dapat diramalkan. Pengertian
lain dari kata sistematis ini mengatakan bahwa bahasa bukanlah sistem yang
tunggal melainkan tersiri atas beberapa subsistem, yakni subsistem fonologi,
subsistem gramatika, dan subsistem leksikon.
2. Bahasa
adalah sistem lambang. Yang dimaksud lambang disini adalah tanda yang dipergunakan
oleh suatu kelompok sosial berdasarkan perjanjian untuk memahami, hal tersebut,
kita harus mempelajarinya. Tanda adalah hal atau benda yang mewakili sesuatu
atau hal yang menimbulkan reaksi yang diwakilinya. Jadi lambang adalah sejenis
tanda yang bermakna bagi kegiatan komunikasi manusia. Selanjutnya karena bahasa
itu disebutkan suatu lambang dan mewakili sesuatu, maka bahasa itu memiliki makna
dalam arti berkaitan dengan segala aspek kehidupan dan alam masyarakat yang
memakainya. Dengan demikian, bahasa merupakan sistem lambang mengandung arti
tanda yang harus dipelajari oleh para pemakainya. Karena itu bahasa bersifat
konvensional.
3. Bahasa
itu sistem bunyi. Artinya bahwa bahasa merupakan bunyi ujaran yang dikeluarkan
oleh alat ucap yang mengandung makna. Bunyi ujaran ini merupakan objek utama /
primer bagi kajian linguistik sedangkan bahasa tulis sebagai kajian sekunder.
1.2 Sifat
dan Fungsi Bahasa
1.
Bahasa bersifat
arbiter, yang dimaksud dengan arbiter adalah sifat bahasa yang mana suka,
artinya bahasa tidak ada hubungannya dengan suatu keharusan atau kewajiban antara
satuan-satuan bahasa dengan yang dilambangkannya. Misalnya, kita tidak bisa memaksa
mengenai nama suatu benda, bahkan kita tidak bisa menjawab mengapa benda itu
dinamai pohon, sedangkan oleh kelompok lain disebut wit, atau syajar,
atau arbre. Begitu pula dengan nama benda yang lain, mungkin terdapat
kelompok sosial yang memiliki sebutan masing-masing. Akan tetapi ada pula unsur
bahasa lain yanng tidak terlalu bersifat arbitrer, yaitu yang disebut onomatopea.
Misalnya: kokok ayam, desir, gemercik, geram, gemerincing, dan sebagainya yang
masih mempunyai kesamaan faktual dengan apa apa yang dilambangkannya. Unsur
bahasa yang bersifat ikonis semacam ini jumlahnya terbatas.
2.
Bahasa bersifat
produktif, artinya bahasa merupakan sistem dari unsur-unsur yang jumlahnya
terbatas. Akan tetapi, pemakainnya tidaklah terbatas. Misalnya, bahasa Indonesia
mempunyai fonem kurang dari 30, tetapi mempunyai kata lebih dari 30 000 yang
mengandung fonem-fonem itu masih mungkin diciptakan oleh kata-kata baru. Dari
sudut pertuturan, bahasa Indonesia hanya mempunyai lima tipe kalimat, yakni kalimat
pernyataan, pertanyaan, perintah, keinginan, dan seruan. Akan tetapi dengan kelima
tipe kalimat itu kita dapat menyusun kalimat-kalimat bahasa Indonesia sampai ribuan
bahkan mungkin jutaan. Ini membuktikan bahwa pemakain bahasa tidakla terbatas.
3.
Bahasa bersifat unik.
Artinya setiap bahasa mempunyai sisitem yang has yang tidak harus ada dalam
bahasa lain. Contoh: bahasa Inggris memiliki sistem yang berbeda dengan sistem
bahasa Indonesia. Misalnya dalam bahasa Inggris, kita mengenal bentuk yang
menunjukan perbedaan waktu, sedangkan dalam bahasa Indonesia hal itu tidak ada.
4.
Bahasa itu Universal,
artinya semua
bahasa memiliki kesamaan secara umum yaitu bahasa itu ujaran manusia, memiliki struktur, konvensional, digunakan sebagai alat komunikasi oleh manusia dan potensinya dibawa sejak lahir (innatruss potential).
bahasa memiliki kesamaan secara umum yaitu bahasa itu ujaran manusia, memiliki struktur, konvensional, digunakan sebagai alat komunikasi oleh manusia dan potensinya dibawa sejak lahir (innatruss potential).
5.
Sebaliknya, ada pula
sifat-sifat suatu bahasa yang dimiliki oleh bahasa lain, sehingga sifat itu ada
yang universal dan ada pula yang hampir universal. Contoh: konfiks kean dalam
bahasa Indonesia hanya dapat bergabung dengan sebanyak-banyaknya dua morfem,
seperti kata tidak pasti, kurang ajar, menjadi ketidakpastian dan keurangajaran.
Ini sifat yang unik yang dimiliki oleh bahasa Indonesia. Selain itu, bahasa
Indonesia memiliki sifat yang universal, misalnya dalam bahasa Indonesia setiap
kata sifat (ajektif) pada umumnya mengikuti nominal, seperti baju bagus, rumah
mewah, jalan besar. Sifat-sifat itu ternyata tidak hanya dimiliki oelh bahasa Indonesia
tetapi dimilki pula oleh bahasa lain, seperti bahasa Perancis, bahasa wels di Inggris,
bahasa Tonkawa di Amerika, bahasa Swahili di Afrika dan sebaginya.
6.
Bahasa dipakai oleh
kelompok manusia untuk bekerja sama dan berkomunikasi, dan karena kelompok itu
banyak ragamnya sehingga mereka berinteraksi dengan berbagai lapangan kehidupan
yang beraneka ragam pula keperluannya. Dengan demikian tidak heran bila bahasa
memiliki berbagai variasi. Tiap manusia mempunyai kepribadian tersendiri,
setiap orang sadar atau tidak menggunakan ciri khas pribadinya dalam bahasanya,
sehingga bahasa setiap orang pun mempunyai ciri khas yang sama sekali tidak
sama dengan bahasa orang lain. Kita katakan tiap orang mempunyai idiolek. Ferdinand
de Sausure (1857-1913), bapa Linguistik Modern, membedakan sistem bahasa yang
ada dalam akal budi pemakai bahasa dalam kelompok sosial, yang disebut langue,
dan manisfetasi serta realisasi fonis dan psikologis yang nyata dalam tiap
pemakai bahasa yang disebut parole.
7.
Dengan bahasa, suatu
kelompok mengidentifikasikan dirinya. Diantara semua ciri budaya, bahasa adalah
ciri pembeda yang paling menonjol, karena dengan tiap kelompok sosial merasa
diri sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Untuk kelompok-kelompok
sosial tertentu bahasa dipergunakan sebagai lambang identitas sosial lebih
daripada bahasa sebagai sistem lambang/tanda. Contoh, kita sebut bahasa Cina
sebenarnya adalah lambang sosial yang ditandai oleh suatu sistem tulisan yang
mengikat jutaan manusia yang terdiri atas berbagai suku bangsa dan berbagai
bahasa yang cukup jauh perbedaannya. Dengan demikian, bahasa adalah lambang
sosial hanyalah mengukuhkan yang telah lama. Orang Melayu mengatakan dalam
pepatahnya ” Bahasa menunjukan Bangsa”.
1.3 Sistem
Bahasa
Di depan telah dinyatakan bahwa
bahasa itu sebuah sistem yang sistematis. Sebagai suatu sistem, bahasa terdiri
atas tiga subsistem, yaitu subsistem fonologi, subsistem gramatika, dan
subsistem leksikon. Ilmu tentang bunyi dan alat ucap dikaji oleh fonetik; bunyi
bahasa yang berfungsi membedakan makna/arti diteliti atau diuraikan dalam
fonologi atau fonemik. Ilmu yang mengkaji tentang makna disebut semantik.
Fonologi dan leksikon menyangkut segi makna dari bahasa.
Oleh sebab itu berkaitan pula
dengan semantik. Penelitian atau uraian tentang dunia makna yang tidak
berhubungan dengan bahasa merupakan bidang kajian filsapat dan fisiologi. Subsistem
gramatika atau tata bahasa dibagi atas morfologi dan sintaksis. Subsistem
morfologi mencakup kata dan sistem pembentukannya. Subsistem sintaksis mencakup
satuan-satuan yang lebih besar dari kata serta hubungannya antara satuansatuan itu,
antara lain frasa, klausa dan kalimat. Subsistem leksikon mencakup
pembendaharaan kata suatu bahasa dan makna denotatif maupun konotatif.
1.3.1
Bahasa Sebagai Sebuah
Sistem
Sebagimana sistem yang lain, bahasa
itu terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Bahasa itu bukanlah
sejumlah unsur yang terkumpul secara acak atau tidak beraturan. Unsur-unsur
bahasa diatur seperti pola-pola yang berulang, sehingga kalau salahsatu unsur
saja tidak muncul, keseluruhan unsur itu dapat diramalkan (diduga) kehadirannya.
Sebagai contoh, misalnya bila kita menentuka kalimat ”Bibi mem...dua buah...”.
dengan segera kita dapat meramalkan apa isi titik-titik sesudah mem... dan sesudah
buah.
Dengan kata lain dalam bahasa
satuan-satuan yang berkombinasi dengan aturan-aturan yang dapat diramalkan.
Atau dapat dikatakan lebih jauh bahwa bahasa itu sistematis. Disamping itu,
dapat pula dinyatakan bahwa bahasa terdiri dari subsistemsubsistem, artinya
bahasa bukanlah sistem tunggal. Bahasa terdiri dari beberapa subsistem yaitu
subsistem fonologi, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal. Agak berbeda
dengan subsistem yang lain, subsistem bahasa tertata secara hirearkis. Jenjang
subsistem ini dalam linguistik dikenal dengan nama tataran linguistik atau tataran
bahasa. Jika diurutkan dari tataran yanng terendah samapai tataran yang
tertinggi, dalam hal ini yang menyangkut ketiga subsistem bahasa di atas adalah
tataran fonem, morfem, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Tataran fonem masuk
dalam bidang kajian fonologi, tataran morfem dan kata masuk dalam tataran
kajian morfologi; tataran frasa, klausa, kalimat, dan wacana merupakan tataran
tertinggi, dikaji oleh bidang sintaksis.
Dalam morfologi, kata menjadi
satuan terbesar, sedangkan dalam sintaksis menjadi satuan terkecil. Dalam
kajian morfologi, kata itu dikaji struktur dan proses pembentukannya, sedangkan
dalam sintaksis dikaji sebagai unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih
besar. Secara hirearkis tatanan bahasa itu dapat dibagankan menjadi sebagai
berikut:
Wacana, Kalimat, Klausa, Frasa, Kata, Morfem, Fonem, Fon
1.3.2
Bahasa Sebagai Lambang
Kata lambang sudah sering kita
dengar dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam hal berbendera kita Sang
Saka Merah Putih dikatakan merah adalah lambang keberanian dan putih adalah
lambang kesucian. Atau gambar rantai dalam Garuda pancasila merupakan lambang
persatuan, serta gambar banteng sebagai lambang asas kedaulatan rakyat. Kata
lambang sering disamakan dengan kata simbol dengan pengertian yang sama.
Lambang dengan berbagai seluk beluknya termasuk dalam bidang yang disebut ilmu
semiotik atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam
kehidupan manusia termasuk bahasa. Dalam semiotika atau semiologi dibedakan
adanya beberapa jenis tanda, diantaranya tanda (sign), lambang (simbol), sinyal
(signal), gejala (symptom), geak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.
Perlu dibedakan antara apa yang
dimaskud dengan lambang dan tanda. Tanda, selain dipakai sebagai istilah umum
adalah suatu atau sesuatu yang dapat menandai atau mewakili ide, perasaan,
pikiran, benda, atau tindakan. Misalnya, kalau dikejauhan tampak ada asap
mendung dan tebal, maka merupakan tanda akan turunya hujan. Tanda bisa juga menandai
bekas kejadian. Kalau kita melihat rumput dipekarangan basah, itu menjadi tanda
telah turun hujan. Lambang atau simbol tidak bersifat langsunng dan alamiah.
Lambang menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara alamiah
dan langsung. Misalnya, kalau dimulut gang atau jalan di Jakarta ada bendera
kuning maka kita akan tahu di daerah itu atau di gang itu ada yang meninggal.
Mengapa? Karena secara konvensional bendera kuning dijadikan tanda adanya
kematian. Untuk memahami lambang ini tidak ada jalan lain selain harus
mempelajarinya.
Orang yang belum mengenal lambang
itu, tidak akan tahu apa-apa dengan arti lambang itu. Pada segi lain mungkin
barang yang sama dipakai untuk menandai atau melambangkan hal yang lain.
Misalnya bendera kuning itu, yang dipakai untuk melambangkan kematian, ternyata
dipakai juga menjadi lambang kepresidenan. Oleh karena itu lambang itu sering
disebut bersifat arbitrer (tidak ada hubungan wajib), sebaliknya tanda yang
sudah dibicarakan di atas tidak bersifat arbitrer.
Wacana
Sintaksis
Morfologi
Fonologi
Dalam
kehidupannya, manusia memang selalu menggunakan lambang atau simbol. Hampir
tidak ada kegiatan yang tidak terlepad dari simbol. Termasuk alat komunikasi
verbal yang disebut bahasa. Satuan-satuan bahasa misalnya, kata, adalah simbol
atau lambang.
Lambang-lambang
bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi yang berupa satuan-satuan bahasa, seperti
kata atau gabungan kata. Mengapa kata? Sebagai satuan bahasa itu disebut
lambang bahasa yang berwujud bunyi (kuda) dengan rujukannya yaitu seekor
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, tidak ada hubungannya sama
sekali, tidak ada ciri alamiahnya sedikitpun. Agar menjadi lebih jelas apa yang
dimaksud dengan lambang itu, baiklah kita bicarakan tanda-tanda lain yang yang
menjadi objek kajian semiotik, sebagai bahan perbandingan. Tanda-tanda itu
adalah sinyal, gerak isyarat, gejala, kode, indeks, dan ikon. Yang dimaksud
dengan sinyal atau isyarat adalah tanda yang sengaja dibuat agar si penerima
melakukan sesuatu. Jadi sinyal ini dapat dapat dikatakan bermakna perintah. Misalnya
letusan pistol dalam lomba lari. Letusan pistol merupakan sinyal atau isyarat bagi
para pelari untuk melakukan tindakan: lari. Gerak isyarat atau gesture adalah
tanda yang dialakukan dengan gerakan anggota badan. Gerak isyarat ini mungkin
merupakan tanda mungkin juga merupakan simbol. Kalau seorang manusia
mengangukan kepalanya untuk menyatakan persetujuan ataun penolakan (ada budaya
yang menyatakan persetujuan dengan menganguk, tetapi ada juga yang menyatakan
penolakan dengan mengangguk). Itu adalah simbol karena sifatnya arbitrer.
Gejala
atau symptom adalah sutau tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tanpa
maksud, untuk menunjukan bahwa sesuatu akan terjadi. Gejala tidak menunjukan sesuatu
yang sudah atau sedang terjadi, tetapi yang akan terjadi. Gejala sebenarnya
agak mirip dengan tanda, hanya gejala itu terbatas, sebab tidak semua orang
bisa menjelaskan artinya, atau apa yang akan terjadi nanti, sedangkakn tanda
itu berlaku umum.
Ikon
adalah tanda yang paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang
diwakilinya. Karena itu ikon sering juga disebut gambar dai wujud yang diwakilinya.
Misalnya, denah jalan, gambar bangunan, tiruan benda, atau alam, baik dengan
bahan kertas, batu, logam, dan sebagainya. Indeks adalah tanda yang menunjukan
adanya sesuatu yang lain. Misalnya tulisan ”jalan ke Puri” yang merupakan
petunjuk arah. Tanda terakhir yang kita bicarakan adalah kode. Ciri kode
sebagai tanda adalah adanya sistem, baik yanng berupa simbol, sinyal, maupun
gerak isyarat yang dapat mewakili pikiran, perasaan, ide, benda dan tindakan yang
disepakati untuk maksud tertentu. Bahasa rahasia yang digunakan oleh sekelompok
petugas keamanan dalam melaksanakan tugasnya tentunya mempunyai sistem. Oleh karena
itu, bahasa rahasia itu bisa juga disebut sebagai kode.
1.3.3
Bahasa adalah Bunyi
Secara
teknis, menurut Kridalaksana bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat
getaran pada gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara.
Bunyi ini bisa bersumber antara lain pada alat suara pada manusia. Bunyi bahasa
atau bunyi ujaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia yanng didalam fonetik diamati sebagai fon dan di dalam fonemik
sebagai fonem (tentang fon. Fonetik, fonem, dan fonemik akan dibicarakan
kemudian). Kalau bahasa itu berupa bunyi, bagaimanakah masalahnya dengan bahasa
tulisan?
Bahasa
tulisan sebenarnya hanyalah rekaman dari bahasa lisan. Jadi, bahasa yang seharusnya
dilisankan atau diucapkan dalam bahasa tulisan diganti dengan huruf-huruf dan
tanda-tanda lain menurut suatu sistem aksara. Bahwa hakikat bahasa adalah
bunyi, atau bahasa lisan, dapat kita saksikan sampai kini banyak sekali bahasa
di dunia ini, termasuk di Indonesia yang hanya punya bahasa lisan, tidak punya
bahasa tulisan, karena bahasa-bahasa tersebut tidak atau belum mengenal sistem
aksara.
1.3.4
Bahasa itu bermakna
Sudah dijelaskan bahwa bahasa itu
adalah sistem lambang yanng berwujud bunyi. Sebagai lambang tentu ada yang
dilambangkan yaitu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau pikiran. Dapat
dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Misalnya lambang bahasa yang
berwujud bunyi (kuda), lambang ini mengacu pada konsep ”sejenis binatang berkaki
empat yang biasa dikendarai”. Kemudian, konsep tadi dihubungkan dengan benda
yang ada dalam dunia nyata. Jadi, kalau lambang bunyi (kuda) yang mengacu pada konsep
”binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”.
Lambang bunyi (kuda) punya benda
konkret di alam nyata ini, tetapi lambang bunyi (agama) dan (adil) tidak punya benda
konkret dialam nyata ini. Lebih umum dikatakan lambang bunyi tersebut tidak punya
referen, tidak punya rujukan. Lambang-lambang bunyi bahasa yang bermakna itu,
di dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frase,
klausa, kalimat, dan wacana. Semua satuan itu memiliki makna. Karena bahasa itu
bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan
bahasa.
1.3.5
Bahasa itu arbitrer
Yang dimaksud dengan istilah
srbitrer adalah tidak adanya hubungan yang wajib antara lambang bahasa (yang
berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang
tersebut. Umpamanya, antara (kuda) dengan yang dilambangkan, yaitu ”sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”. Kita tidak menjelaskan mengapa
binatangn tersebut dilambangkan dengan bunyi (kuda) Andaikata ada hubungan
wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya, tentu lambang yang dalam
bahasa Indonesia berbunyi (kuda) akan disebut juga (kuda) oleh orang Lampung,
dan bukannya (horse); lalu andaikata ada hubungan wajib anatar lambang dengan
yang dilambangkannya, maka di muka bumi ini tidak akan ada bermacam-macam
bahasa. Tentu hanya ada satu bahasa yang meskipun mungkin berbeda, tetapi
perbedaanya tidaklah terlalu banyak.
1.3.6
Bahasa itu Konvensional
Penggunaan suatu lambang untuk
suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya semua anggota masyarakat
bahasa itu memenuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk
mewakili konsep yang diwakilinya. Kalau misalnya binatang berkaki empat yang
biasa dikendarai, yang secara arbitrer dialmbangkan dengan bunyi (kuda) maka
anggota masyarakat bahasa Indonesia semuanya harus mematuhinya. Kalau tidak
dipatuhinya dan menggantikannya dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat
karena tidak dipahami oleh penutur bahasa Indonesia lainnya, dan berarti pula dia
tidak mengiktui konvensi itu. Kekonvensionalan bahasa terletak pada kepatuhan
para penutur bahasa untuk menggunakan lambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkannya.
1.3.7
Bahasa itu Produktif
Bahasa itu dikatakan produktif
maksudnya adalah meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur
–unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuansatuan bahasa yang
jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai dengan sistem yang
berlaku dalam bahasa itu. Keproduktifan bahasa Indonesia dapat juga dilihat
pada jumlah kalimat yang dapat dibuat. Dengan kosa kata yang menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia hanya berjumlah lebih kurang 60.000 buah, kita dapat
membuat kalimat bahasa Indonesia yang mungkin puluhan juta banyaknya termasuk
juga kalimat-kalimat yang belum pernah ada atau pernah dibuat orang.
Keproduktifan pembentukan kata dlam
bahasa Indonesia dengan afiks-afiks tertentu tampaknya pula dibatasi oleh
ciri-ciri inheren bentuk dasarnya, yang sejauh ini belum dikaji orang. Misalnya
prefiks me- lebih produktif daripada prefiks di- sebab prefiks me- dapat juga
diimbuhkan pada dasar yang menyatakan keadaan atau sifat, sedangkan prefiks di-
tidak dapat. Jadi, bentuk-bentuk seperti membengkak, menaik, dan meninggi
berterima, sedangkan bentuk-bentuk dibengkak, dinaik, dan ditinggi tidak berterima.
1.3.8
Bahasa itu Unik
Unik artinya mempunyai ciri khas
yang spesifik yang tidak dimiliki oelh yang lain. Lalu, kalau bahasa dikatakan
bersifat unik artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak
dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi,
sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis,
melainkan sintaksis.
Maksudnya adalah kalau pada kata
tertentu di dalam kalimat kita berikan tekanan maka makna kata itu tetap. Yang
berubah adalah makna keseluruhan kalimat. Keunikan yang menjadi salah satu ciri
bahasa ini terjadi pada masing-masing bahasa, seperti bahasa batak, bahasa
jawa, bahasa Inggris, bahasa China. Kalau keunikan terjadi pada sekelompok
bahasa yang berbeda dalam satu rumpun atau satu kelompok bahasa lebih baik
jangan disebut keunikan, melainkan ciri-ciri dari rumpun atau golongan bahasa
itu.
1.3.9
Bahasa itu Universal
Selain unik, bahasa juga bersifat
universal. Artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oelh setiap bahasa
yang ada di dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur
bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
bahasa lain. Ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa
itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan. Bahasa
Indonesia misalnya mempunyai 6 buah vokal dan 22 konsonan. Sedangkan bahasa
Arab mempunyai 3 buah vokal pendek dan 3 buah vokal panjanng serta 28 konsonan,
bahasa Inggris memiliki 16 buah vokal (termasuk diftong) dan 24 buah konsonan.
Bukti lain dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa mempunyai
satuan-satuan bahasa yang bermakna, yaitu kata, frase, klausa, kalimat, dan
wacana.
1.3.10 Bahasa
itu Bervariasi
Setiap bahasa digunakan oleh
sekelompok orang yang termasuk dalam sutau masyarakat bahasa. Anggota
masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai
satus sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Anggota
masyarakat bahasa itu ada yang berpendidikan ada yanng tidak, ada yang tinggal
di kota ada yang di desa, ada orang dewasa ada pula anak-anak, ada yang berprofesi
sebagai dokter, petani, pegawai kantor, nelayan, dan sebagainya.
Bidang – Bidang Linguistik
Sebelum membicarakan pembidangan
linguistik, lebih dulu dibicarakan
pembagian
ilmu pengetahuan sehingga kita memperoleh gambaran dimana letaknya
linguistik.
Salahsatu pendapat mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan itu terbagi atas tiga bidang
besar:
1. Ilmu pengetahuan alam (natura science),
termasuk di dalamnya ilmu kimia, biologi, botani, geologi, astronomi.
2. Ilmu
pengetahuan sosial – budaya (social science), termasuk ilmu pengetahuan kemanusiaan,
antrofologi, sosiologi, ekonomi, dan budaya.
3. Ilmu
pengetahuan humaniora termasuk didalamnya logika, matematika, bahasa, dan seni
Dalam pembagian seperti itu, linguistik
termasuk salahsatu ilmu pengetahuan sosial budaya (inggris humanities, Jerman:
Geisteswissenschaften). Perlu dijelaskan bahwa ilmu kemanusiaan pada hakikatnya
tidak dapat diterima karena fenomena sosial tergantung sepenuhnya dari
ciri-ciri manusia, sebaliknya ilmu tentang manusia tidak harus bersifat sosial)
Jean Piaget, ahli psikologi dan pemikir ilmu pengetahuan swiss membagi ilmu pengetahuan
sosial atas empat cabang, yaitu: 1) ilmu-ilmu nomotetik, 2) ilmu-ilmu sejarah,
3) ilmu-ilmu hukum, 4) ilmu-ilmu filsafat.
Linguistik menurut pembagian ini
termasuk ilmu –ilmu nomotetik, yaitu ilmu yang berusaha mencari kaidah-kaidah
mempergunakan metode eksperimental dan berusaha untuk memusatkan perhatian pada
bidang yang terbatas. Termasuk pula sebagai ilmu nomotetik itu antara lain:
psikologi, sosiologi, ekonomi. Jean peaget mengatakan bahwa beberapa aspek
bahasa dapat ditinjau dari pendekatan historis dan adapula beberapa aspek
bahasa yang dapat didekati secara filosofis. Linguistik merupakan salah satu
jenis dari ilmu sosial dan kemanusiaan dan kedudukannya sebagai ilmu yang
otonom tidak perlu diragukan lagi karena linguistik menyelidiki bahasa sebagai
data utama. tambahan pula linguistik sudah mengembangkan seperangkat prosedur
yang sudah dianggap benar standar.
Pada dasarnya, linguistik terdiri atas
dua bidang besar, yaitu:
1. Mikrolinguistik,
yaitu bidang linguistik yang mempelajari bahasa dari dalam dengan kata lain
mempelajari struktur bahasa itu sendiri
2. Makrolinguistik,
yaitu bidang linguistik yang mempelajari bahasa dlam hubungannya dengan faktor-faktor
di luar bahasa, termasuk di dalamnya bidang interdisipliner dan bidang terapan.
Ditinjau dari sudut tujuan, linguistik
dapat dibagi atas dua bidang, yaitu linguistik
teoritis
dan terapan.
1. Linguistik
teoritis, yaitu bidang linguistik yang mengkaji dan mengupas bahasa untuk mendapatkan
kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa. Linguistik teoritis ada ada yang bersifat
umum dan ada yang bersifat khusus. Linguistik yang bersifat umum biasanya
disebut linguistik umum yang berusaha memahami ciri-ciri umum dari berbagai
bahasa. Linguistik teoritis yang khusus berusaha menyelidiki ciri-ciri khusus dalam
bahasa tertentu saja. Linguistik teoritis mencakup: linguistik deskriptif, linguistik
historis komparatif. Pembagian ini dirinci satu persatu sebagi berikut:
a. Linguistik teoritis adalah cabang llinguistik
yang memusatkan perhatian pada teori umum dan metode-metode umum dalam
penyelidikan bahasa.
b. Linguistik
deskriptif disebut juga linguistik sinkronis adalah bidang linguistik yang
menyelidiki sistem bahasa pada waktu tertentu saja. Misalnya: bahasa Indonesia
dewasa ini, bahasa Inggris yang dipakai oleh shakepeare, dan sebagainya tanpa
memperhatikan perkembangannya dari waktu ke waktu. Cabang ini terbagi atas (1)
fonologi deskriptif, (2) morfologi deskriptif, (3) sintaksis deskriptif, (4)
leksikologi deskriptif. Fonologi meneliti tentang ciri-ciri bunyi dan fungsi
bunyi. Morfologi menyelidiki tentang kata, unsur, dan proses pembentukannya,
sintaksis menyelidiki satuan antara satuan-satuan itu. Morfologi dan sintaksis
termasuk dalam tataran tata bahasa atau gramatika. Leksikologi menyangkut
perbendaharaan kata atau leksikon.
c. Linguistik
historis komparatif (diakronis) adalah linguistik yang mempelajari dan menyelidiki
perkembangan bahasa dari satu masa ke masa lain, serta menyelidiki perbandingan
satu bahsa dengan bahasa lain untuk menemukan bahasa purba atau bahasa proto
sebagai bahasa induk bersama. LHK terbagi pula atas bidang (1) fonologi), (2)
morfologi, (3) sintaksis, (4) leksikologi historis komparatif. Dinyatakan pula
bahwa bahasa mempunyai aspek makna atau aspek semantis. Penyelidikan tentang
aspek ini baik yang bersifat teoritis umum maupun yang bersifat deskriptif dan
bersifat historis komparatif, disebut semantik. Bidang ini sering disebut semantik
linguistik, untuk membedaknnya dengan semantik filosofis, yakni cabang ilmu
filsafat yang juga menyelidiki makna.
2. Linguistik
Terapan (appllied linguistics) mencakup bidang: pengajaran bahasa, penerjemahan,
leksikologi, fonetik terapan, sosiolinguistik terapan, pembinaan bahasa internasional,
pembinaan bahasa khusus, linguistik medis, mekanolinguistik. Penjelasanya
sebagi berikut:
a. Pengajaran
bahasa mencakup metode-metode pengajaran bahasa, ucapan bunyibunyi dengan
pelajaran bahasa, strategi, model, dan cara-cara pengajaran bahasa.
b. Penerjemahan,
mencakup metode dan tehnik pengalihan amanat dari satu bahasa ke bahasa lain
c. Leksikografi,
mencakup metode dan tehnik penyusunan kamus
d. Fonetik
terapan, mencakup metode dan tehnik pengucapan bunyi-bunyi dengan tepat,
misalnya untuk melatih orang yang gagap, untuk melatih pemain drama, dan
sebagainya.
e. Sosiolinguistik
terapan, mencakup pemanfaatan wawasan sosiolinguistik untuk keperluan praktis,
seperti perencanaan bahasa, pembinaan bahasa, pemberantasan buta aksara, dan
sebagainya.
f. Pembinaan
bahasa Internasional, mencakup usaha untuk menciptakan komunikasi dan saling
pengertian internasional dengan menyusun bahasa buatan seperti bahasa
esperanto.
g. Pembinaan
bahasa khusus, mencakup penyusunan istilah dan daya bahasa dalam bidang-bidang
khusus, antara lain dalam militer, dalam dunia penerbangan, dalam dunia
pelayaran.
h. Linguistik
medis, membantu bidang patologi dalam hal penyembuhan cacat bahasa
i.
Grafologi, kajian
linguistik tentang tulisan-tulisan.
j.
Mekanolinguistik, mencakup
penggunaan linguistik dalam bidang komputer dan usaha untuk membuat mesin
penerjemah, usaha pemanfaatan komputer dalam penyelidikan bahasa, misalnya
dalam penyusunan konkordansi teks-teks, dalam perhitungan frekwensi kata-kata
untuk perkamusan dan pengajran bahasa. Bidang ini disebut juga linguistik
komputasi.
Kajian linguistik terapan merupakan
salahsatu bagian dari kajian linguistik interdisipliner. Kajian interdisipliner
yang antara lain psikolinguistik, sosiolinguistik, etnolinguistik. Secara
singkat penejelasanya sebagi berikut:
a. Filsafat
bahasa adalah kajian yang mengupas kodrat dan kedudukan bahasa manusia dalam
hubungannya dengan filsafat dan peranan melahirkan pemikiran filsafat.
b. Psikolinguistik
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dan prilaku serta akal budi
manusia atau ilmu interdisipliner linguistik dengan psikologi.
c. Etnolinguistik adalah cabang linguistik yang
menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyrakat pedesaan atau masyarakat yang
belum mempunyai tulisan. Bidang ini disebut juga linguistik antropologi.
Dari sudut pandang lain, Achmad HP
(1996/1997) mengemukakan bidang linguistik dapat diitinjau dari berbagai aspek
sebagai berikut: Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang
bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan
disiplin itu dengan masalahmasalah lain. Mengingat bahwa objek linguistik yaitu
bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat di lepaskan dari segala kegiatan
manusia bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas, maka pembidangan
linguistik itu pun menjadi sangat banyak. Pembidangan linguistik itu
berdasarkan: (a) objek kajiannya adalah bahasa pada umumnya atau bahasa
tertentu, (b) objek kajiannya adalah bahasa pada masa tertentu atau bahasa
sepanajang masa, (c) objek kajiannya adalah struktur internal bahasa itu
sendiri dalam kaitannya dengan berbagai faktor di luar bahasa, (d) tujuan
pengkajiannya apakah untuk keperluan teori belaka atau tujuan penerapan, (e)
teori atau aliran yang digunakan untuk menganalisis objeknya.
a. Berdasarkan
cakupan objek kajiannya, linguistik dibedakan dengan adanya linguistik umum dan
linguistik khusus Linguistik umum adalah linguistik yang berusaha mengkaji
kaidah-kaidah bahasa secara umum. Pernyataan-pernyataan teoritis yang dihasilkan
akan menyangkut bahasa pada umumnya, bukan bahasa tertentu. Sedangkan
linguistik khusus berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa yanng berlakku pada
bahasa-bahasa tertentu seperti bahasa inggris, bahasa Indonesia, atau bahasa
Jawa. Kajian umum ini dapat dilakukan terhadap keseluruhan sistem bahasa atau
juga hanya pada satu tataran dari sistem bahasa itu. Oleh karena itu mungkin
studi mengenai fonologi umum dan khusus, morfologi umum dan khusus atau juga
studi sintaksis umum dan husus.
b. Berdasarkan
kurun waktu objek kajiannya, linguistik dibedakan menjadi linguistik sinkronik
dan diakronik Seperti yang sudah disinggung di muka, linguistik sinkronik
mengkaji bahasa pada kurun waktu tertentu. Misalnya, mengkaji bahasa indonesia
pada masa balai pustaka, bahsa Jawa dewasa ini, atau juga bahasa Inggris pada
masa William Shakepeare.
Studi
linguistik sinkronis ini biasa disebut juga studi linguistik deskriftif, karena
berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya. Linguistik diakronik berupaya
mengkaji bahasa (atau bahasa- bahasa) pada masa yang tidak terbatas.
Kajian
linguistik diakronik ini disebut pula historis komparatif. Oleh karena itu dikenal
adanya linguistik historis komparatif. Tujuan linguistik diakronik inii terutama
adalah untuk mengetahui sejarah struktural bahasa itu beserta dengan segala bentuk
perubahan dan perkembangannya. Hasil kajian diakronik seringkali diperlukan
untuk menerangkan deskripsi studi sinkronik.
c. Berdasarkan
hubungan dengan faktor di luar bahasa objek kajiannya dibedakan adanya
linguistik mikro dan linguistik makro Linguistik mikro mengarahkan kajian pada
struktur internal atau struktur bahasa tertentu atau subsistem bahasa tertentu,
maka dalam linguistik mikro terdapat pembidangan fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik, dan leksikologi. Ada juga yang menggabungkan morfologi
dengan sintaksis menjadi morfosintaksis, dan menggabungkan morfologi dengan
semantik dan leksikologi menjadi leksikosemantik. Fonologi menyelidiki
ciri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya dan fungsinya dalam sistem kebahasaan
secara keseluruhan.
Morfologi
menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya.
Sintaksis menyelidiki satuan-satuan kata dan satuan-satuan lain di atas kata.
Morfologi dan sintkasis dalam peristilahan tata bahasa tradisional biasanya
berada dalam satu bidang yaitu gramatikal atau tata bahasa. Semantik
menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal, maupun
kontekstual, sedangkan leksikologi menyelidiki leksikon atau kosakata sutau bahasa
dari berbagai aspeknya.
Komentar