KONEKSI ANTAR MATERI: Budaya Positif | Modul 1.4.A.9
Tujuan dari pendidikan adalah memerdekakan. Merdeka berarti setiap orang bisa memilih menjadi apa saja. Dalam mewujudkan sekolah sebagaimana pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai tempat belajar yang menyenangkan dan berpihak pada murid. Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan
pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal. Dalam menumbuhkan budaya positif, pendidik harus sabar dan ikhlas dalam setiap aktivitas yang berorientasi pada murid.Budaya positif saya pikir
perlu dan harus diwujudkan di sekolah. Pengalaman
saya dalam menciptakan budaya positif ini dalam lingkungan kelas yaitu saya bersama
siswa membuat kesepakatan yang membawa perubahan besar dalam pembelajaran di
kelas. Saya memberikan kesempatan murid untuk berdiskusi dengan pertanyaan yang
sudah saya siapkan sebelumnya, seperti pembelajaran seperti apa yang murid
inginkan? Hal-hal apa saja yang kurang menyenangkan dalam pembelajaran? Apa
saja yang perlu dikurangi dan tambah dalam pembelajaran? Setelah mereka
berdiskusi dan menjawab pertanyaan tersebut, murid saya ajak untuk membuat
keyakinan kelas untuk mewujudkan disiplin positif dalam kelas.
Kita dapat melihat mutu
sebuah sekolah dengan terwujudnya budaya positif yang dikembangkan oleh seluruh
warga sekolah. Disitu Ki Hajar menyatakan
bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini,
untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin
yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi
internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan
pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal
dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.
Budaya positif merupakan
nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang terbentuk dalam jangka waktu yang
lama, terlihat dari sikap keseharian seluruh elemen sekolah yang berpihak pada murid
sehingga mereka dapat berkembang. Setiap
tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan
terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi
sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya
budaya positif pertama-tama
perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar
bersama di antara para warga kelas. Penyatuan pemikiran untuk mendapatkan
nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah tersebut kemudian diturunkan di
kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati bersama.
Dengan demikian Profil
Pelajar Pancasila dapat terwujud. Terwujudnya Profil Pelajar Pancasila diperoleh
dari peran dan nilai yang dilaksanakan pendidik yaitu sebagai penuntun untuk
menciptakan kondisi pembelajaran dan lingkungan sekolah yang berpihak pada
murid, membahagiakan dan menggembirakan mereka.
Dalam menerapkan budaya
positif sekolah, maka peran guru sebagai agen perubahan dalam sebuah ekosistem
pendidikan yang berpihak pada murid. Dengan berkolaborasi bersama seluruh
komponen sekolah untuk mewujudkan visi sekolah melalui pendekatan Inkuiri
Apresiatif dengan Langkah-langkah BAGJA.
Untuk mewujudkan budaya
positif sekolah langkah awal dengan membangun budaya positif di kelas dengan
membuat kesepatan kelas (keyakinan kelas) dengan melibatkan murid. Hasil
keyakinan kelas diwujudkan dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab oleh
seluruh warga kelas. Bila budaya positif kelas telah menjadi sebuah pembiasaan
secara konsisten bagi seluruh warga sekolah, maka suasana pembelajaran yang
menyenangkan, nyaman dan gembira akan terwujud.
Sebagai manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak
perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke
murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih
sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai
teman murid. Fokus adalah pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang
tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi.
Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa sanksinya apa
peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab
pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan
guru.
Semoga dengan pembahasan di atas dapat terwujudnya Filosofi Pendidikan Nasional KHD, saya mampu mengamalkan Nilai dan Peran saya sebagai Guru Penggerak, dan serta mewujudkan Visi Guru Penggerak, yaitu Merdeka Belajar.
Komentar