Bergerilya Menurunkan Pravalensi Stunting di Daerah Pedalaman Kabupaten Bima
Penanganan stunting merupakan
program strategis pemerintah yang harus terus dikerjakan hingga stunting di Indonesia
menjadi nol, seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam Rakernas
Kementerian Kesehatan di ICE BSD pada Februari 2019. Artinya program
penanganan stunting sebagai
program prioritas memerlukan anggaran, selain cukup besar juga harus tersedia.
Jadi jika ada K/L atau Pemda yang melakukan realokasi dana stunting itu
merupakan pelanggaran serius dan harus dikenakan sanksi tegas demi masa depan
anak-anak Indonesia.
Mengacu Peraturan Presiden
No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, ada 13
kementerian yang sesuai tugas pokok dan fungsinya melakukan pencegahan
stunting. Pemerintah sampai tahun 2019, menetapkan 160 Kabupaten/Kota yang
menjadi daerah prioritas penanganan stunting yang melingkupi 1.600
desa. Upaya pemerintah mencegah stunting dilakukan melalui program,
pertama Peningkatan Gizi Masyarakat melalui program Pemberian makanan tambahan
(PMT) untuk meningkatkan status gizi anak. Kementerian Kesehatan merilis,
725 ribu ibu hamil yang mendapatkan PMT untuk ibu hamil dan balita kurus di
Papua dan Papua Barat, Surveilans Gizi pada 514 Kabupaten/Kota dan Pemberian
Tablet Tambah Darah (TTD) pada 514 Kabupaten/Kota.
Kedua, Sanitasi berbasis
Lingkungan melalui peningkatan kualitas sanitas lingkungan di 250 desa pada 60
Kabupaten/Kota, dengan target prioritas pada desa yang tingkat prevalensi
stuntingnya tinggi. Ketiga, anggaran setiap desa dalam program ini sebesar
100 juta, dengan target minimal 20 KK terlayani jamban individu sehat dan cuci
tangan pakai sabun dan kebijakan yang menyasar kepada warga miskin agar ada
perubahan perilaku. Keempat, pembangunan infastruktur.
Hasil Monev Program Stunting
Kabupaten Bima
Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013 stunting di
Indonesia angkanya masih 37%, namun di Riskesdas 2018 angkanya sudah turun
menjadi 30,8% bahkan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia
(SSGBI) 2019 menjadi 27,67%. Angka tersebut masih di bawah angka WHO yang 20%.
Oleh karena itu, seperti
dilansir dari dinkes.ntbprov.go.id bahwa Seksi Gizi Keluarga Bidang Kesehatan
Masyarakat Dinkes Provinsi NTB, pada Selasa (25/2/2020) lalu melakukan monev
program stunting di Kab. Bima. Dari
kegiatan tersebut, diketahui kegiatan pencegahan stunting yang telah dilakukan oleh Kab. Bima tahun 2019 antara lain
dengan melakukan MMD (Musyawarah Masyarakat Desa), Rembug Stunting yang hasilnya desa berkomitmen mengalokasikan 20% dana
desa untuk pelayanan dasar dan stunting,
yakni untuk insentif kader, PMT, Penyuluhan di posyandu, pemberian garam
beriodium.
Kemudian Desa juga
memberikan 5 bantuan wajib berupa pelayanan KIA, Pelayanan Gizi, PKH, Air Sanitasi
dan pelayanan PAUD. Sedangkan bantuan Kelas Bumil dan Kelas Gizi diarahkan ke
Puskesmas Belo. Dari alokasi BOK Stunting, kab memberikan kegiatan kelas gizi
pada 10 desa lokasi stunting. Desa
juga fokus terhadap Percepatan ODF (Air bersih, limbah, sampah RT). Selain itu
tenaga pengelola E-PPGBM di tk. puskesmas diberikan reward melalui BOK
puskesmas.
Sementara itu hasil monev di
Puskesmas Parado diketahui kegiatan pencegahan stunting dilaksanakan melalui
kegiatan Kelas Gizi pada dua desa, yakni Desa Parado Rato dan Desa Parado Wane,
dengan sasaran anak gizi kurang, gizi buruk dan BGM. Hingga saat
ini sudah terbentuk 15 Posyandu Keluarga di wilayah Kec. Parado yang ditetapkan
dengan SK Kepala Puskesmas.
Balita Stunting di
Kabupaten Bima Capai 14.360 Anak
Kabupaten Bima merupakan
salah satu dari 160 daerah prioritas penanganan stunting oleh Setwapres tahun 2019. Mengacu pada data yang ada,
pravalensi balita stunting sepanjang
tahun 2013 hingga 2018 mengalami penurunan 8,79%. Pemerintah derah kabupaten
Bima berkomitmen menurunkan angka stunting di daerahnya.
Rembug aksi percepatan
penurunan stunting tingkat kabupaten
Bima dihelat di Aula Kantor Bupati Bima, Rabu (17/6/2020). Hadir 77 peserta
dari perangkat daerah dan dipandu oleh Kepala Bidang Perencanaan Sosial Budaya
Bappeda Rani Wahyuni, ST, MT, M.Sc.
Kepala Dikes Kabupaten Bima,
dr. H. Ganis K memaparkan, jumlah balita berat bawah normal di kabupaten Bima
mencapai 13.095 anak dan balita stunting
14.360 anak. Faktor determinan penyebab masalah gizi di kabupaten Bima
berdasarkan hasil verifikasi lapangan antara lain kepemilikan JKN/BPJS yang
mencapai 47,3%, akses air bersih tingkat rumah tangga, riwayat balita menderita
kecacingan, kepemilikan jamban sehat, riwayat imunisasi dasar lengkap, keluarga
merokok, riwayat penyakit KEK pada ibu hamil dan riwayat penyakit penyerta.
Gebrak Bimantika,
Gerakan Lintas Program Tangani Stunting
di Kabupaten Bima
Stunting dan kekurangan gizi merupakan masalah yang
disebabkan oleh beragam faktor. Penyebabnya bukan hanya pada kekurangan asupan
makanan dan penyakit infeksi, tapi juga disebabkan sanitasi yang buruk,
ketahanan pangan, dan kondisi ekonomi sampai di tingkat rumah tangga, sarana
dan prasarana kesehatan, kegagalan program keluarga berencana dan pendewasaan
usia pernikahan, pola asuh, tingkat pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam
pengasuhan anak.
Setelah tahun lalu berhasil membawa Aplikasi Sentuh
Perempuan dengan SIMAWAR menembus Top 45 Nasional dan mengikuti kompetisi
pelayanan publik tingkat dunia, United
Nations Public Service Awards (UNPSA) 2020, Kabupaten Bima kembali
menempatkan inovasi Gebrak Bimantika (Gerakan Bersama Rakyat Kabupaten Bima
Anti Stunting, Kekurangan Gizi dan
Anemia) pada Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2020 yang
diselanggarakan oleh Kementerian PAN RB RI.
Inovasi Gebrak Bimantika (Gerakan Bersama Kabupaten Bima
Anti-Stunting, Kekurangan Gizi, dan
Anemia) menghadirkan upaya lintas program dan lintas sektor dalam pencegahan
dan penanggulangan stunting,
kekurangan gizi, dan ibu hamil anemia. Caranya adalah dengan melibatkan seluruh
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tingkat kabupaten sampai tingkat desa,
termasuk masyarakat itu sendiri.
Dilansir dari menpan.go.id, Bupati Bima Indah Dhamayanti
Putri, memparkan bahwa lahirnya gerakan Gebrak Bimantika adalah untuk
memaksimalkan penurunan prevalensi stunting yang
pada tahun 2017 mencapai 36 persen. “Setelah dua tahun pelaksanaan inovasi ini,
prevalensi stunting di
Kabupaten Bima menurun secara signifikan menjadi 32 persen,” ujarnya saat
diwawancarai oleh Tim Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) beberapa waktu lalu.
Sementara itu, menurut inovator Gebrak Bimantika Tita
Masitha, keistimewaan dari inovasi ini terletak pada pelibatan seluruh stakeholder pada
penanganan stunting.
Berbeda dengan sebelumnya yang masih bersifat sektoral dan lebih dominan
dilakukan oleh sektor kesehatan.
Komentar