Makalah Mengkaji Puisi “Membaca Tanda-Tanda”
Oleh Adisan Jaya
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Puisi sebagai salah sebuah karya seni
dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan
unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari
bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji
jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi.
Begitu juga, puisi dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, mengingat bahwa
sepanjang sejarahnya, dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan selalu
dibaca orang. Sepanjang zaman puisi selalu mengalami perubahan, perkembangan.
Hal ini mengingat hakikatnya sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan
antara konvensi dan pembaharuan (inovasi) (Teeuw, 1980). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan
evolusi selera dan perubahan konsep estetikanya (Riffaterre, 1978).
Meskipun demikian, orang tidak akan
dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa
puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu
yang kosong tanpa makna. Oleh karena itu, sebelum pengkajian aspek-aspek yang
lain, perlu lebih dahulu puisi dikaji sebagai sebuah struktur yang bermakna dan
bernilai estetis.
Berkaitan
dengan itu, penulis akan mengkaji sebuah puisi hasil karya dari Taufik Ismail
yaitu “Membaca Tanda-Tanda”.
B.
Rumusan
Masalah
1. Mengkaji
makna dalam puisi, bahasa kiasan, imaji (citraan) dan simbol.
2. Mengkaji
aspek formal puisi (tatabahasa dan pengolahan bunyi).
3. Apakah
hakikat puisi?
4. Menjelaskan
dan menyebutkan jenis-jenis puisi.
C.
Tujuan.
1. Mengetahui
makna dalam puisi, bahasa kiasan, imaji (citraan) dan simbol.
2. Mengetahui
aspek formal puisi (tatabahasa dan pengolahan bunyi).
3. Mengetahui
hakikat puisi.
4. Mengetahui
jenis-jenis puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mengkaji Puisi “Membaca Tanda-Tanda”
1. Makna dalam Puisi.
Puisi Membaca Tanda-Tanda karya Taufik Ismail tersebut
apa bila kita baca secara detail, meiliki banyak makna yang terkandung didalamnya. Dimana makna dalam puisi tersebut sangat kental terasa terhadap kondisi kehidupan kita saat ini, yaitu sebagai berikut:
apa bila kita baca secara detail, meiliki banyak makna yang terkandung didalamnya. Dimana makna dalam puisi tersebut sangat kental terasa terhadap kondisi kehidupan kita saat ini, yaitu sebagai berikut:
a.
Ada
sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari
kita
Makna
dalam bait puisi tersebut yaitu kelalaian kita menjaga alam sekitar, sehingga
bencana itupun muncul karena tangan-tangan nakal kita (manusia).
b.
Ada
sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita mulai
merasakannya
Maknanya
yaitu bencana itu tak pernah menunjukkan kedahsyatannya, tapi lama kelamaan
bencana itu satu persatu muncul menghinggapi manusia.
c.
Kita
saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang
semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi
berkicau pagi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak
karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Maknanya
yaitu pengarang berbagai bencana kini satu persatu timbul seperti, “….udara abu-abu warnya….”, kata-kata ini
dimaksudkan karena polusi udara yang
kian membutakan Bumi dan mengganggu pernapasan manusia. Air danau maupun sungai
surut dan kering. Sehingga populasi hewan seperti burung-burung yang biasa
berkicau dipagi hari.
Efek
dari polusi udara yang mengakibatkan “Global
Warming” tersebut yaitu hutan tidak memiliki ranting, ranting tidak
memiliki daun, daun tidak memiliki dahan, dan pada akhirnya kita tidak memiliki
hutan. Hanya gersanglah yang menghiasi bumi.
d.
Kita
saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata
Kita telah saksikan seribu
tanda-tanda
Biskah kita membaca tanda-tanda?
Maknanya
yaitu alam telah mengamuk, dari gunung berapi, longsor banjir telah menumpah
kan air mata manusia. Tangisan manusia yang tak terhentikan akibat amukan alam
tersebut.
Seribu
tanda-tanda keganasan alam itu telah datang dan menimpa manusia, namun
pertanyaan berbarengan kemudian. Apakah manusia mampu membaca tanda-tanda
tersebut? Yang tentunya tanpa kita sadari, datang dengan tiba-tiba.
e.
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya tak
begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukanya
Maknanya
yaitu, pada akhirnya hanya Tuhan yaitu Allah SWT yang mampu menentukan
tanda-tanda tersebut.
Manusia
tentunya harus mampu membaca dengan teliti tanda-tanda tersebut, dimana manusia
lalai dan lupa akan apa yang dititipkan-Nya. Sehingga Allah menghendaki
terjadinya bencana itu, dari bencana gempa, banjir, hama tanaman. Disamping itu
manusia meminta kearifan Tuhan Yang Maha Esa untuk mengetahui tanda-tanda, agar
mereka lebih mengerti apa yang akan terjadi. “…Allah…Ampuni dosa-dosa kami…” Pada akhirnya manusia hanya bisa
menyesali dan meratapi dosanya, namun semuanya terlambat untuk disesali. “….tapi kini kami mulai merindukannya”
disisi lain, manusia (kita) pun merindukan kedaan alam yang asri, yang bebas
dari polusi atau Global Warming.
Merindukan keadaan alam yang aman dan nyaman.
Jadi, kesimpulan secara garis besarnya
yaitu dimana puisi tersebut melukiskan keadaan alam yang kian rapuh dan
diambang kekritisan yang sering disebut dengan gejala “Global Warming”. Oleh
sebab itu tugas kita adalah mampu menjaga dan merawat bumi setelah mendapat
tanda-tanda alam yang telah menimpa kita.
2. Bahasa Kiasan.
Unsur kepuitisan untuk mendapatkan
kepuitisan ialah bahasa kiasan (figurative
language). Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi menarik
perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan
gambaran angan. Bahasa kiasan ini mengiasakan atau mempersamakan sesuatu hal
dengan hal lain supaya gambaran enjadi jelas, lebih menarik dan hidup.
Bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun
meskipun bermacam-macam, mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu
bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara
menghubungkannya dengan sesuatu yang lain (Altenbernd, 1970). Adapun
jenis-jenis bahasa kiasan tersebut adalah sebagi berikut:
a. Perbandingan
(smile)
b. Metafora
c. Perumpamaan
epos (epic smile)
d. Personifikasi
e. Metonimi
f. Sinekdoki
(synecdoche)
g. Allegori
a.
Perbandingan.
Perbandingan
atau perumpamaan atau smile, ialah
bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan
kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama,
laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding lain. Perumpamaan atau
perbanding an ini dapat dikatakan bahasa kiasan yang paling sederhana dan
paling banyak dipergunakan dalam sajak.
Dalam
puisi Membaca Tanda-Tanda karya Taufik Ismail ini, memiliki perbandingan atau
perumpamaan dalam sajaknya, yaitu sebagai berikut.
o
Pada baris kedua dalam puisi tersebut:
Ada sesuatu yang mulanya tak begitu
jelas
tapi kini kita mulai
merasakannya…..
o
Maksudnya:
Dalam
sepenggal puisi tersebut menggambarkan/mengibaratkan kegelisahan hati pengarang
(manusia) akan terjadinya sesuatu bencana yang sangat besar, dimana manusia
menyadari bencana itu hadir/datang karena perbuatan kita sendiri dengan merusak
alam. Yang dimana dari awalnya tak pernah kita rasakan, tapi lama kelamaan
efeknya mulai kita rasakan.
b. Metafora.
Metafora
ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata
pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan biasanya. Metafora itu melihat
sesuatu dengan perantaraan benda yang lain (Becker, 1978).
Metafora
ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lain, yang
sesungguhnya tidak sama (Altenbernd, 1970).
o
Pada sajak pertama puisi tersebut:
Ada sesuatu yang
rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari
kita….
o
Maksudnya:
Bencana
itu hadir bukan tanpa sebab, bencana datang karena ulah tangan manusia, dan “meluncur lewat sela-sela jari kita” ini
maksudnya bencana itu dating tidak lepas dari perbuatan kita sendiri, kemudian
akhirnya melanda didekat kita.
c. Perumpamaan Epos.
Perumpamaan
atau perbandingan epos (epic smile)
ialah perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan
cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat
tau frase-frase yang beruturut-turut. Kadang-kadang lanjutan ini sangat panjang.
o
Dalam sajak puisi tersebut:
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
o
Maksudnya:
Perbandingan
epos yaitu untuk memberi gambaran yang jelas, hanya saja perbandinga epos
dimaksudkan untuk memperdalam dan menandaskan sifat-sifat pembandingnya, bukan
sekedar memberikan persamaannya saja.
d.
Allegori.
Allegori
ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan
ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Alegori ini banyak terdapat dalam
sajak-sajak Pujangga Baru, namun pada waktu sekarang banyak juga dalam sajak
Indonesia Modern.
o
Dalam sajak puisi tersebut:
….Kita saksikan air danau yang
semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak
lagi berkicau pagi hari….
o
Maksudnya:
Dalam
puisi tersebut menyajikan dampak datangnya suatu bencana, sehingga berdampak
pada alam sekitarnya.
e.
Personifikasi.
Kiasan
ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat,
berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini banyak dipergunakan
para penyair dari dahulu hingga sekarang.
Personifikasi
ini membuat hidup lukisan, disamping itu member kejelasan kebenaran, memberikan
bayangan angan yang konkret.
o
Dalam sajak puisi tersebut:
….Kita saksikan zat asam didesk
karbon dioksid itu menggilas paru-paru….
f. Metonimia.
Bahasa
kiasan yang lebih jarang dijumpai pemakaiannya disbanding metafora,
perbandingan, dan personifikasi ialah metonimia dan sinekdoki.
Metonimia
ini dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini
berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang
sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut
(Altenberd, 1970).
g.
Sinekdoki
(synecdoche).
Sinekdoki
adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda
(hal) untuk benda atau hal itu sendiri (Altenbernd, 1970).
Sinekdoki
ada dua macam yaitu sebagai berikut:
1) Pars pro toto:
sebagian untuk keseluruhan.
2) Totum pro parte:
keseluruhan untuk sebagian.
o
Dalam sajak puisi tersebut:
….Kita telah saksikan seribu
tanda-tanda
Biskah kita membaca tanda-tanda?....
3.
Imaji
(citraan).
Gambaran-gambaran angan (imaji) itu ada
bermacam-macam, dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, perabaan,
pengecapan dan penciuman. Bahkan juga diciptakan oleh pemikiran dan gerakan.
a. Citra penglihatan (visual imagery),
merupakan citraan yang timbul oleh indera penglihatan (mata).
o
Misalnya:
….Kita saksikan
udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang
semakin surut jadinya….
b. Citra pendengaran (auditory imagery),
merupakan citraan yang ditimbulkan oleh pendengaran atau citraan yang
dihasilkan dan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara.
o
Misalnya:
….Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari….
c. Citra perabaan (tactile imagery),
merupakan citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit).
o
Misalnya:
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita….
d. Citra penciuman (olfactory),
merupakan citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan
oleh indera penciuman.
o
Misalnya:
....Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru….
e. Citra pengecapan (gustatory),
merupakan citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan
oleh indera pengecapan.
f. Citra gerak (kinaesthetic imagery), merupakan gambaran
tentang sesuatu yang seolah-olah dapat bergerak.
o
Misalnya:
…………………
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah…….
Gambaran-gambaran
angan yang bermacam-macam itu tidak dipergunakan secara terpisah-pisah oleh
penyair dan sajaknya, melainkan dipergunakan bersama-sama, saling memperkuat
dan saling menambah kepuitisannya.
o
Dalam sajak puisi tersebut:
.................
Kita saksikan zat asam didesak
karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata
…………………………
Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari
kita….
Dari
beberapa potongan puisi dari Taufik Ismail tersebut tergambar jelas sisi Imaji
didalamnya.
4. Simbol.
Simbol
adalah tanda yang memungkinkan puisi tersebut memiliki arti.
o
Misalnya:
dan meluncur lewat sela-sela jari kita
o
Maksudnya:
Satu
baris sajak tersebut menggambarkan/menyimbolkan datangnya sebuah bencana yang
tidak kita sadari itu semua timbul, bahwasanya akibat dari ulah diri kita
(manusia) itu sendiri.
Simbol
juga memiliki dua istilah yaitu penanda dan petanda, dan saya akan
menjabarkannya, sebagai berikut:
a. Penanda.
Penanda
merupakan objek yang memiliki tanda.
o
Misalnya dalam puisi tersebut:
-
Banjir
-
Longsor
-
Gempa
-
Gunung meletus
b. Petanda.
Petanda
merupakan hasil dari penanda itu sendiri.
o
Misalnya:
-
Banjir = petandanya yaitu meluapnya air
sungai dari keadaan normal.
-
Longsor = petandanya yaitu runtuhnya
tanah dataran tinggi/dataran rendah akibat hujan lebat atau labilnya kondisi
tanah.
-
Gempa = petandanya yaitu guncangan keras
yang terjadi di Bumi akibat pergeseran lempeng bumi.
-
Gunung meletus = petandanya yaitu
aktifitas magma didalam perut Bumi yang mengakibatkan keluarnya abu fulkanik
dan batu/kerikil.
B. Aspek Formal Puisi
1.
Tata
Bahasa
Tata
bahasa adalah studi sistematis dan deskripsi bahasa. Satu set aturan dan contoh
berurusan dengan sintaks dan struktur kata (morfologi) dari sebuah bahasa.
Membaca
Tanda-tanda
Taufik Ismail
Ada sesuatu yang rasanya seakan-akan mulai terlepas dari tangan
dan meluncur melalui (lewat) sela-sela jari tangan kita
Ada sesuatu yang awal mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita sudah mulai merasakannya
Kita saksikan udara berubah menjadi abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang kini terlihat semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi
berkicau dipagi hari
Hutan telah kehilangan rantingnya
Ranting telah kehilangan daunnya
Daun telah kehilangan dahannya
Dahan telah kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak
karbon dioksid itu menggilas masuk
paru-paru
Kita saksikan kini
Gunungpun mengeluarkan (membawa) abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata manusia
Kita kini telah saksikan seribu tanda-tanda itu
Namun
biskah kita
membaca tanda-tanda itu?
Ya
Allah
Kami kini telah membaca dan memahi gempa
Kami telah merasakan disapu banjir
Kami telah dihalau oleh api dan hama
Kami telah dihujani oleh abu dan batu
Ya
Allah
Ampunilah dosa-dosa kami
Berilah kami kearifan untuk
membaca tanda-tanda itu
Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan kami
dan
akan meluncur
lewat sela-sela jari tangan
Karena ada sesuatu yang mulanya kami rasa tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukanya lagi
2. Pengolahan Bunyi
Karya
sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna. Bunyi bahasa merupakan bunyi, yang merupakan
perwujudan dari setiap bahasa, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berperan
di dalam bahasa.
Pola
bunyi dipilah menjadi lima bagian yaitu sebagai berikut:
a. Aliterasi
(deret konsonan)
Dimana
dalam 1 baris hanya terdapat konsonan saja.
Contoh:
tsss….
o
Misalnya dalam puisi tersebut: -
b. Asonansi
Dimana
dalam puisi tersebut hanya ada huruf vokal.
Contoh:
aaaaa….
o
Misalnya dalam puisi tersebut: -
c. Eufoni
(efek senang)
Eufoni
adalah pola bunyi yang memiliki efek senang yang didominasi oleh konsonan (k,
p, t, s) dan vokal (i, e, a).
o
Misalnya dalam puisi tersebut:
….Karena ada sesuatu
yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai
merindukanya….
d.
Kakofoni (efek gelap).
Kakofoni
adalah pola bunyi yang memiliki efek gelap (sedih, duka, dan lain-lain) yang
didominasi oleh konsonan selain k, p, t, s dan vokalnya o, dan u.
o
Misalnya dalam puisi tersebut:
….Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata….
e.
Rima.
Rima
merupakan persamaan bunyi (awal, tengah, belakang). Persamaan
ini berupa pengulangan bunyi yang sama pada satuan baris atau pada baris-baris
berikutnya dalam bait.
o
Misalnya dalam puisi tersebut:
….Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan….
C. Hakikat Puisi.
Karya sastra terdiri atas dua jenis
sastra (genre), yaitu prosa dan
puisi. Biasanya, prosa biasa disebut sebagai karangan bebas, sedangkan puisi
disebut karangan terikat. Prosa itu karangan bebas berarti bahwa prosa tidak
terikat oleh aturan-aturan ketat. Puisi itu karangan terikat berarti puisi itu
terikat oleh aturan-aturan yang ketat. Akan tetapi, pada waktu sekarang, para
penyair berusaha melepaskan diri dari aturan yang ketat itu.
Apakah hakikat puisi itu? Hakikat puisi
bukan terletak pada bentuk formalnya meskipun bentuk formal itu penting.
Hakikat puisi ialah apa yang menyebabkan puisi itu disebut puisi. Puisi baru
(modern) tidak terikat pada bentuk formal, tetapi disebut puisi juga. Hal ini
sisebabkan didalam puisi modern terkandung hakikat puisi ini, yang tidak berupa
sajak (persamaan bunyi), jumlah baris, ataupun jumlah kata tiap barisnya.
Ada
tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk mengerti hakikat puisi itu yaitu
sebagai berikut:
1.
Fungsi
Estetik.
Rene
Wellek dan Warten mengemukakan bahwa paling baik kita
memandang kesustraan sebagai karya yang didalamnya fungsi estetikanya dominan,
yaitu fungsi seninya yang berkuasa. Tanpa fungsi seni itu karya kebahasaan
tidak dapat disebut karya (seni) sastra.
Sementara
itu, kita dapat mengenal adanya unsur-unsur estetik (keindahan), misalnya gaya
bahasa dan komposisi. Puisi sebagai karya sastra, maka fungsi estetikanya
dominan dan didalamnya ada unsur-unsur estetikanya. Unsur-unsur keindahan ini
merupakan unsur-unsur kepuitisannya, misalnya persajakan, diksi (pilihan kata),
irama dan gaya bahasanya.
2.
Kepadatan.
Membuat
sajak itu merupakan aktivitas kepadatan. Dalam puisi tidak semua peristiwa itu
diceritakan. Yang dikemukakan dalam puisi hanyalah inti masalah, peristiwa,
atau inti cerita. Yang dikemukan dalam puisi adalah esensi sesuatu. Jadi, puisi
itu merupakan ekspresi esensi. Karena puisi itu mampat dan padat, maka penyair
memilih kata dengan akuran (Altenbernd).
3.
Ekspresi
yang Tidak Langsung.
Apakah
ekspresi tidak langsung itu merupakan hakikat puisi?
Puisi
itu sepanjang zaman selalu beruba. Riffaterre
(1978) mengemukakan bahwa sepanjang waktu, dari waktu ke waktu, puisi itu
selalu berubah. Perubahan itu disebabkan oleh evolusi selera dan perubahan
konsep estetik. Akan tetapi, satu hal yang tidak berubah, yaitu puisi itu
mengucapkan sesuatu secara tidak langsung. Ucapan tidak langsung itu ialah
menyatakan suatu hal dengan arti yang lain.
Ketidak
langsungan ekspresi ini menurut Riffaterre disebabkan oleh tiga hal yaitu
sebagai berikut:
a. Pengertian
arti (displacing of meaning)
b. Penyimpangan
atau pemoncongan arti (distorting of
meaning), dan;
c. Penciptaan
arti (creating of meaning)
D.
Jenis-Jenis
Puisi.
Berdasarkan
zaman, puisi dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Puisi
lama
2. Puisi
baru; sedangkan
Berdasarkan
sudut pandang penulis, puisi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai
berikut:
1. Puisi
Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Klasifikasi
puisi ini berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak
disampaikan.
a. Puisi
Narataif
Puisi
naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif yang
sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi naratif,
misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
1) Balada
adalah puisi yang bercerita tentang orang-orang perkasa, tokoh pujaan, atau
orang-orang yang menjadi pusat perhatian. Rendra banyak sekali menulis balada
tentang orang-orang tersisih, yang oleh penyairnya disebut "Orang-orang
Tercinta". Kumpulan baladanya yaitu, Balada Orang-orang Tercinta dan Blues
Untuk Bonnie.
2) Romansa
adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantic berisi kisah
percintaan yang berhubungan dengan ksatria, dengan diselingi perkelahian dan
petualangan yang menambah percintaan mereka lebih mempesonakan.
b. Puisi
Lirik
Dalam
puisi lirik penyair mengungkapkan aku lirik atau fagasan pribadinya. Ia tidak
bercerita. Jenis puisi lirik misalnya: elegi, ode, dan serenada.
1) Elegi
adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Misalnya "Elegi
Jakarta" karya Asrul Sani yang mengungkapkan perasaan duka penyair di kota
Jakarta.
2) Serenada
adalah Sajak percintaan yang bisa dinyanyikan. Kata serenada berarti nyanyian
yang tepat dinyanyikan pada waktu senja.
3) Ode
adalah Puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, sesuatu hal, sesuatu
keadaan. Yang banyak ditulis adalah pemujaan terhadap tokoh-tokoh yang
dikagumi.
c. Puisi
Deskriptif
Diatas
telah dinyatakan bahwa dalam puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai
pemberi kesan terhadap keadaan/peristiwa, benda, atau suasana dipandang menarik
perhatian penyair. Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan dalam puisi
deskriptif, misalnya puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi
impresionitik.
1) Satire
adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu
keadaan, namun dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya.
2) Kritik
Sosial adalah Puisi yang juga menyatakan ketidak senangan terhadap keadaan tau
terhadap diri seseorang, namun dengan cara membeberkan kepincangan atau ketidak
beresan keadaan/orang tersebut.
3) Impresionistik
adalah Puisi yang mengungkapkan kesan (impresi) penyair terhadap suatu hal.
2. Puisi
Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah
puisi kamar dan puisi auditorium juga kita jumpai dalam buku kumpulan puisi
‘Hukla’ karya Leon Agusta. Puisi-puisi auditorium disebut juga puisi Hukla
(puisi yang mementingkan suara atau serangakaian suara).
a. Puisi
Kamar ialah Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar
saja di dalam kamar.
b. Puisi
Auditorium adalah Puisi yang cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah
pendengarnya dapat ratusan orang.
3. Puisi
Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Pembagian
puisi oleh David Daiches ini berdasarkan sifat dari isi yang dikemukakan dalam
puisi itu.
a. Puisi
Fisikal adalah Puisi bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan apa
adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang
didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya. Puisi-puisi
naratif, balada, impresionistis, juga puisi dramatis biasanya merupakan puisi
fisikal.
b. Puisi
Platonik adalah Puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual
atau kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan istilah 'Cinta Platonis' yang berarti
cinta tanpa nafsu jasmaniah. Puisi-puisi ide atau cita-cita, religius, ungkapan
cinta luhur seorang kekasih atau orang tua kepada anaknya dapat dimasukkan ke
dalam klasifikasi puisi platonik.
c. Puisi
Metafisikal adalah Puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca
merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan.
4. Puisi
Subyektif dan Puisi Obyektif
a. Puisi
Subyektif disebut juga Puisi Personal, yakni puisi yang mengungkapkan gagasan,
pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi-puisi yang
ditulis kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan sebagai puisi subyektif,
karena mengungkapkan keadaan jiwa penyair sendiri. Demikian pula puisi lirik
dimana aku lirik bicara kepada pembaca.
b. Puisi
Obyektif berarti Puisi yang mengungkapkan hal-hal diluar diri penyair itu
sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif dan
deskriptif kebanyakan adalah puisi obyektif, meskipun juga ada beberapa yang
subyektif.
5. Puisi
Konkret
Puisi
konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak tahun 1770-an.
X.J.Kennedy memberikan nama jenis puisi tertentu dengan nama puisi konkret,
yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk dari
sudut pandang (poem for the eye).
6. Puisi
Diafan, Gelap, dan Prismatis
Puisi
Diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan
pengimajian, kata konkret dan bahasa figurative, sehingga puisinya mirip dengan
bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat muda dihayati maknanya. Sebaliknya
jika puisi itu kering akan majas dan versifikasi, maka itu akan menjadi puisi
yang bersifat prosaic dan terlalu cerlang sehingga diklasifikasikan sebagai
puisi diafan.
Dalam
puisi prismatis penyair mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan majas,
versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian rupa sehingga pembaca tidak
terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, namun tidak terlalu gelap.
7. Puisi
Pernasian, dan Puisi Inspiratif
a. Pernasian
adalah sekelompok penyair Prancis pada pertengahan akhir abad 19 yang
menunjukkan sifat puisi-puisi yang mengandung nilai keilmuan. Puisi pernasian
diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh
inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair. Puisi-puisi yang ditulis oleh
ilmuwan yang kebetulan mampu menulis puisi, kebanyakan adalah puisi pernasian.
Puisi-puisi Rendra dalam “Potret Pembangunan” dalam puisi yang banyak berlatar
belakang teori ekonomi dan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi
pernasian.
8. Stansa
Jenis puisi yang bernama stanza kita jumpai dalam Empat Kumpulan Sajak karya Rendra. Stanza artinya puisi yang tediri atas 8 baris. Stanza berbeda dengan oktaf karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24 baris. Aturan pembarisan dalam oktaf adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan dalam setanza seluruh puisi itu hanya terdiri atas 8 baris. Berikut ini dikutip contoh stanza yang ditulis sekitar tahun 1969.
Jenis puisi yang bernama stanza kita jumpai dalam Empat Kumpulan Sajak karya Rendra. Stanza artinya puisi yang tediri atas 8 baris. Stanza berbeda dengan oktaf karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24 baris. Aturan pembarisan dalam oktaf adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan dalam setanza seluruh puisi itu hanya terdiri atas 8 baris. Berikut ini dikutip contoh stanza yang ditulis sekitar tahun 1969.
9. Puisi
Demonstrasi dan Pamflet
Puisi
demonstrasi menyaran pada puisi-puisi Taufiq Ismail dan mereka yang oleh Jassin
disebut angkatan 66. puisi ini melukiskan dan merupakan hasil refleksi
demonstrasi para maha siswa dan pelajar sekitar tahun 1966. Menurut subagio
Sastrowardoyo, puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat ke-kita-an, artinya
melukiskan perasaan kelompok, bukan perasaan individu. Puisi-puisi mereka
adalah endapan dari pengalaman fisik, mental, dan emosional selama penyair
terlibat dalam demonstrasi 1966. gaya paradoks dan ironi banyak kita jumpai.
Sementara itu, kata-kata yang membakar semangat kelompok banyak dipergunakan,
seperti kebenaran, kamanusiaan, tirani, kebatilan, dan sebagainya. Di bawah ini
dikemukakan salah satu contoh.
10. Alegori
Puisi sering-sering mengungkapakan cerita yang isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang terkenal adalah parable yang juga disebut dongeng perumpamaan.
Puisi sering-sering mengungkapakan cerita yang isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang terkenal adalah parable yang juga disebut dongeng perumpamaan.
Dalam
bentuk lainnya, jenis dan macam-macam puisi yang biasa ditemui didalam karya
sastra yaitu sebagai berikut:
1. Puisi
Romantik.
Puisi
romantik merupakan puisi-puisi yang mengusung tema-tema romantisme seperti
percintaan dan pernikahan.
Puisi
romantik terkadang menjadi alternativ para penyair yang ingin meluapkan kondisi
batinnya soal romantisme, baik terhadap seorang yang ia kagumi maupun kondisi
kisah percintaan pribadi si penyair.
2. Puisi
Kritik Sosial.
Bahasa
penyair terkadang menjadi alternative solusi penyampaian aspirasi setelah
bahasa-bahasa politik tak lagi didengar. Kritik sosial pun sangat menarik untuk
dikemas dalam sajian puisi. Seperti halnya dalam puisi Taufik Ismail, yang
sangat kental terhadap kehidupan sosial.
3. Puisi
Transparan.
Kelebihan
puisi ini adalah mudah dipahami, menggunakan bahasa yang dapat dimengerti
sekali baca saja. Namun bagi kalangan yang sudah berpengalaman dalam dunia
puisi, puisi jenis ini dirasa kurang menarik karena tidak memberikan tantangan.
4. Puisi
Abstrak.
Jenis
puisi ini menggunakan bahasa-bahasa yang sublim (sangat indah) dan cukup rumit
untuk dimengerti sekali baca. Nilai estetika gaya bahasa terlihat jelas dan
sangat kental.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Puisi
sebagai salah satu karya seni dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi
dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah
struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan.
Dapat
pula puisi dikaji jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada
beragam-ragam puisi. Begitu juga, puisi dapat dikaji dari sudut kesejarahannya,
mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis
dan selalu dibaca orang. Sepanjang zaman puisi selalu mengalami perubahan,
perkembangan.
Saran
Dengan
mengkaji puisi tersebut, semoga kita dan saya lebih mampu dan tahu memahami
arti puisi dari berbagai macam aspek pengkajiannya. Sehingga kita tidak hanya
membaca isi puisi, tapi kita mampu memahami makna yang terkandung didalam puisi
tersebut, dan merealisasikan nilai positif/negative dalam puisi kedalam
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, RD. 1997. Pengkajian
Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Keraf,
Gorys.2008. Diksi dan Gaya
Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Komentar