Makalah Analisis Citraan dalam Puisi WS Rendra
Oleh Adisan Jaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.2
Latar Belakang
Sastra merupakan ciptaan manusia yang memiliki ciri
yang khas karena penyair berhak ingin menjadi apa saja dalam karyanya. Sastra
merupakan kegiatan kreatif yang dihasilkan oleh seorang seniman dalam bentuk
karya yang fundamental, baik itu dalam bentuk prosa, drama dan puisi sehingga
penikmat atau pengapresiasi mampu membedakan jenis dan karekteristrik karya itu
sendiri.
Puisi merupakan
ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan
Tuhan melalui media bahasa yang estetik yang secara padu dan utuh dipadatkan
kata-katanya, dalam bentuk teks yang dinamakan puisi. Masalah kehidupan yang
disuguhkan penyair dalam puisinya tentu saja akan sekedar refleksi realitas
(penafsiran kehidupan, rasa simpati kepada kemanusiaan, renungan mengenai
penderitaan manusia dan alam sekitar) melainkan juga cenderung mengekspresikan
hasil renungan penyair tentang dunia metafisik, gagasan-gagasan baru ataupun
sesuatu yang belum terbayangkan dan terpikirkan oleh pembaca, sehingga puisi
sering dianggap mengandung suatu misteri.
Puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra dapat
dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan
unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari
bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji
jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi.
Begitu juga, puisi dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, mengingat bahwa
sepanjang sejarahnya, dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan selalu
dibaca orang (Pradopo, 1987: 3). Sepanjang zaman puisi selalu mengalami
perubahan, perkembangan. Menurut Teeuw dalam Pradopo (1987: 3) menjelaskan
bahwa hal ini mengingat hakikatnya sebagai karya seni yang selalu terjadi
ketegangan antara konvesi dan pembaharuan (inovasi). Puisi selalu berubah-ubah
sesuaibdengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya (Riffaterre, 1987:
3).
Meskipun demikian, orang tidak akan dapat memahami
puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya
estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong
tanpa makna, imajanasi yang merupakan gambaran-gambar dalam pikiran, atau
gambaran angan si penyair. Oleh karena itu, sebelum pengkajian aspek-aspek yang
lain, pemakalah menganalisis atau mengkaji puisi dengan Citraan yang berjudul
“Menganalisis Citraan pada puisi WS Rendra”. Karena dalam karya-karyanya, WS
Rendra sangat memperhatikan kata-katanya dengan imajinya yang kuat, sehingga
membuat pemakalah tertarik untuk menganalisisnya. Semoga apa yang pemakalah
sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua.
1.2
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimanakah pengertian Citraan puisi?
b.
Bagaimanakah jenis-jenis Citraan puisi?
c.
Bagaimanakah analisis Citraan dalam
puisi karya WS Rendra?
1.3
Tujuan
a.
Mendeskripsikan pengertian Citraan.
b.
Mendeskripsikan jenis-jenis Citraan
puisi.
c.
Mendeskripsikan analisis Citraan dalam
puisi karya WS Rendra.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian
Citraan
a.
Pengertian Puisi
Puisi itu merupakan
mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang
imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu
yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan
memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia
yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 1987: 7).
b.
Pengertian Citraan.
Citraan atau
gambaran-gambaran angan. Dalam puisi, untuk memberi gambaran yang jelas, untuk
menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam
pikiran dan penginderaan dan juga untuk menarik perhatian, penyair juga
menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran), di samping alat kepuitisan yang
lain. Gambaran-gambaran angan dalam sajak itu disebut citraan (imagery) (Pradopo, 1987: 79).
Menurut Coombes dalam
Pradopo (1987: 80) mengemukakan bahwa dalam tangan seorang penyair yang bagus,
imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk
mengintensifkan, menjernihkan, memperkaya; sebuah imaji yang berhasil menolong
orang merasakan pengalaman penulis terhadap objek dan situasi yang dialaminya,
memberi gambaran yang setepatnya, hidup, kuat, ekonomis, dan segera dapat kita
rasakan dan dekat dengan hidup kita sendiri.
Dengan hal itu orang
harus mengerti arti kata-kata, yang dalam hubungan ini juga harus dapat
mengingat sebuah pengalaman inderaan objek-objek yang disebutkan atau
diterangkan, atau secara imajinatif membangun semacam pengalaman di luar
hal-hal yang berhubungan sehingga kata-kata
akan secara sungguh-sungguh berarti kepada kita. Citraan biasanya lebih
mengingatkan kembali dari pada membuat baru kesan pikiran, sehingga pembaca
terlibat dalam kreasi puitis (Altenbernd, 1987: 80).
2.2
Jenis-jenis
Citraan (Imaji)
Dalam Pradopo (1987:
81) memaparkan gambaran-gambaran angan itu ada bermacam-macam, dihasilkan oleh
indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pencecapan, dan penciuman. Bahkan
juga diciptakan oleh pemikiran dan gerakan. Dibawah ini jenis-jenis citraan atau imaji yaitu sebagai
berikut:
a.
Citra
Penglihatan (visual imagery)
Citra penglihatan
adalah jenis yang paling sering dipergunakan oleh penyair dibandingkan dengan
citraan yang lain. Citra penglihatan memberi rangsangan kepada inderaan
penglihatan, hingga sering hal-hal yang tak terlihat jadi seolah-olah terlihat.
b.
Citra
Pendengaran (auditory imagery)
Citra pendengeran yaitu
citraan itu dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara
(Altenbernd dalam Pradopo, 1987: 82). Citraan pendengaran adalah citraan yang
dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, Citraan pendengaran
berhubungan dengan
kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga). Contohnya camar bernyanyi, Suara gemuruh dalam kelam.
c.
Citra
Perabaan (tactile imagery)
Citraan perabaan adalah
citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit). Pada saat membacakan
atau mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat menemukan diksi yang dapat
dirasakan kulit, misalnya dingin, panas, lembut, kasar, dan sebagainya.
d.
Citra
Pencecapan (gustatory)
Citraan pencecapan
adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh
indera pengecap. Pembaca seolah-olah
mencicipi sesuatu yang menimbulkan rasa tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan lain-lain.
mencicipi sesuatu yang menimbulkan rasa tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan lain-lain.
e.
Citra
Penciuman (olfactory)
Citraan penciuman
adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh
indera penciuman. Citraan ini tampak saat kita membaca atau mendengar kata-kata
tertentu, kita seperti mencium sesuatu.
f.
Citra
Gerak
Citraan gerak, yaitu citraan yang secara konkret
tidak bergerak, tetapi secara abstrak objek tersebut bergerak.
g.
Citra
Perasaan
Citraan perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati
(perasaan). Citraan ini membantu kita dalam menghayati suatu objek atau
kejadian yang melibatkan perasaan.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Analisis
Citraan dalam Puisi WS Rendra
SAJAK MATAHARI
Oleh: WS Rendra
Oleh: WS Rendra
Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
Matahari adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
Yogya, 5 Maret 1976
Potret Pembangunan dalam Puisi
Potret Pembangunan dalam Puisi
a.
Citraan
dalam Puisi “Sajak Matahari”
Citraan yang telah
dianalisis pemakalah dalam puisi Sajak Matahari yaitu citraan penglihatan,
citra perabaan, citra gerak, dan citra perasaan.
1)
Citraan Penglihatan (visual
imagery)
Citraan ini dapat dilihat pada bait pertama dan baris ketiga dan
keempat puisi tersebut.
…Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala…
menjadi pelangi di cakrawala…
Kemudian pada bait ketiga puisi tersebut.
…Satu
juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia…
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia…
Dari beberapa penggalan bait puisi tersebut diatas, dimana
seorang penyair menginginkan bahwa apa yang ia rasakan, juga dirasakan oleh
pembaca mengenai semangatnya yang membara, bersahaja, yang tak kenal lelah
hingga dunia tergentar dan terbakar karena semangat itu.
2)
Citra
Perabaan (tactile imagery)
Citraan pendengaran yang terdapat
pada puisi ini yaitu dapat dilihat pada bait pertama baris kedua.
…Menyentuh permukaan samodra raya…
Kemudian pada bait ketiga baris ketujuh yaitu.
…tubuh
mereka menjadi bara
dan
mereka membakar dunia…
Pada bait-bait
ini dimana penyair memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa seseorang harus
memiliki keinginan dan kemauan yang besar untuk menggapai sesuatu, hingga menjadi bara yaitu mengindikasikan
semangat yang membara tidak kenal putus asa.
3)
Citra Gerak
Citraan gerak dalam puisi karya WS Rendra ini
yaitu terdapat pada penggalan bait pertama dan ketiga yaitu sebagai berikut:
…Matahari bangkit
dari sanubariku…
…Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara…
keluar dari hutan belantara…
4)
Citra Perasaan
Citraan ini pada puisi
Sajak Matahari dapat dilihat pada bait pertama yaitu.
Matahari bangkit dari sanubariku…
Disini penyair menggunakan perasaannya sebagai
penyampaian imajinya terhadap gambaran-gambaran masa pembangunan, yang membuat
ia mencoba bangkit dari keterpurukan.
SAJAK SEBATANG LISONG
Oleh: WS Rendra
Oleh: WS Rendra
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
…………………
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
…………………
Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
………………
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
………………
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
19 Agustus 1977
ITB Bandung
Potret Pembangunan dalam Puisi
ITB Bandung
Potret Pembangunan dalam Puisi
b.
Citraan dalam Puisi “Sajak Sebatang Lisong”
Dalam puisi ini citraan yang telah
dianalisis pemakalah yaitu citraan penglihatan, citra pendengaran, citra
perabaan, citra penciuman, citra gerak, dan citra perasaan.
1)
Citra Penglihatan (visual
imagery)
Citraan ini dapat dilihat pada bait pertama baris kedua, yaitu
sebagai berikut.
Menghisap sebatang
lisong
melihat Indonesia Raya,…
Kemudian pada bait
kedelapan baris pertama, kedua, dan ketiga pada puisi tersebut.
...Gunung-gunung
menjulang
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku
melihat
protes-protes yang terpendam…
Dari penggalan puisi diatas, penyair
menyampaikan kepada pembaca mengenai buramnya negara Indonesia, yang
dikelilingi asap keburaman. Orang-orang kaya (pejabat) berpesta pora, sedangkan
orang-orang dibawah protes akan tingkah para pejabat tersebut.
2)
Citra Pendengaran (auditory
imagery)
Citraan pendengaran ini terlihat pada bait kesepuluh baris kelima
yaitu sebagai berikut.
…menjadi gemalau suara
yang kacau,
menjadi karang di bawah
muka samodra…
Disini pemakalah menganalisis, penyair
menyampaikan bahwa suara-suara yang dikumandangkan oleh masyarakat tidak pernah
didengarkan, hanya seperti gema yang memantul. Sehingga menjadi karang di bawah muka samodra, disini juga melukiskan
ketidak adilan yang mengacuhkan suara-suara masyarakat, sehingga diabaratkan
seperti karang.
3)
Citra Perabaan (tactile
imagery)
Citraan pendengaran yang terdapat pada puisi ini yaitu dapat
dilihat pada bait ketiga baris ketiga.
…Aku bertanya,
tetapi
pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang
macet…
Pada bait baris ketiga ini, penyair menyampaikan
kepada pembaca melalui keterlibatan dirinya dengan citra perabaan membentur.
4)
Citra Penciuman (olfactory)
Citra ini terdapat pada bait kelima baris kedua, yaitu sebagai
berikut.
…Menghisap udara
yang disemprot deodorant…
5)
Citra Gerak
Citra gerak terletak pada bait kesebelas baris keempat dan lima,
yaitu sebagai berikut.
…Kita mesti keluar ke
jalan raya,
keluar ke desa-desa…
Pada bait ini, penyair mencoba menyampaikan
kepada pembaca, mengenai keinginannya. Penyair mengajak pembaca untuk bersatu,
berkumpul untuk menggapai keadilan.
6)
Citra Perasaan
Citraan ini terlihat pada bait kesebelas bari ketujuh
…mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata…
Pada baris ketujuh bait ini, dimana pengarang atau
penyair mengajak pembaca menghayati
persoalan yang telah terjadi. Yaitu dengan melibatkan suasana perasaan pembaca,
sehingga pembaca dapat terlibat perasaannya dalam menghayati puisi ini.
TAHANAN
Oleh: WS Rendra
Atas ranjang batu
tubuhnya panjang
bukit barisan tanpa bulan
kabur dan liat
dengan mata sepikan terali
tubuhnya panjang
bukit barisan tanpa bulan
kabur dan liat
dengan mata sepikan terali
Di lorong-lorong
jantung matanya
para pemuda bertangan merah
serdadu-serdadu Belanda rebah
jantung matanya
para pemuda bertangan merah
serdadu-serdadu Belanda rebah
Di mulutnya menetes
lewat mimpi
darah di cawan tembikar
dijelmakan satu senyum
barat di perut gunung
(Para pemuda bertangan merah
adik lelaki neruskan dendam)
lewat mimpi
darah di cawan tembikar
dijelmakan satu senyum
barat di perut gunung
(Para pemuda bertangan merah
adik lelaki neruskan dendam)
Dini hari bernyanyi
di luar dirinya
Anak lonceng
menggeliat enam kali
di perut ibunya
Mendadak
dipejamkan matanya
di luar dirinya
Anak lonceng
menggeliat enam kali
di perut ibunya
Mendadak
dipejamkan matanya
Sipir memutar kunci selnya
dan berkata
-He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu !
dan berkata
-He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu !
Diseret di muka peleton algojo
ia meludah
tapi tak dikatakannya
-Semalam kucicip sudah
betapa lezatnya madu darah.
ia meludah
tapi tak dikatakannya
-Semalam kucicip sudah
betapa lezatnya madu darah.
Dan tak pernah didengarnya
enam pucuk senapan
meletus bersama
enam pucuk senapan
meletus bersama
Kisah
Th VI, No 11
Nopember 1956
Th VI, No 11
Nopember 1956
c.
Citraan dalam Puisi “Tahanan”
Pada puisi Tahanan ini citraan yang telah dianalisis yaitu
citraan penglihatan, citraan perasaan, citra pendengaran, dan citra pengecapan.
1)
Citra
penglihatan
Citraan
ini terdapat pada bait kedua baris pertama yaitu sebagai berikut.
Di lorong-lorong
jantung matanya…
Kemudian pada bait ketiga baris pertama
Di
mulutnya menetes
lewat mimpi…
Pada bait-bait puisinya, WS Rendra selalu memasukkan citraan
penglihatan. Dimana ia memberitahukan kepada pembaca tentang peristiwa dan
kejadian dengan citra penglihatan.
2)
Citra
Perasaan
Citraan
ini terlihat pada bait pertama baris kelima yaitu sebagai berikut.
…kabur dan liat
dengan mata sepikan terali…
3)
Citra
Pendengaran
Citra
pendengaran terdapat pada bait keempat, lima dan tujuh yaitu sebagai berikut.
…Dini hari bernyanyi
di luar dirinya…
…dan berkata
-He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu!...
-He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu!...
…Dan tak pernah didengarnya
enam pucuk senapan
meletus bersama
enam pucuk senapan
meletus bersama
Dengan citraan ini penyair menyampaikan kepada
pembaca mengenai kepedihan seorang tahanan didalam selnya.
4)
Citra Pengecapan
Citraan ini ditemukan
pada bait keenam baris kelima, yaitu sebagai berikut.
…Semalam kucicip sudah
betapa
lezatnya madu darah…
Melalui citraan pada bait ini juga, penyair
mencoba menyampaikan kepada pembaca mengenai tragisnya menjadi seorang tahanan.
Bermandikan darah karena disiksa, diintrogasi dengan kekerasan, dan didihina
oleh petugas algojo yang menghukumnya.
SAJAK WIDURI UNTUK JOKI TOBING
Oleh: WS Rendra
Oleh: WS Rendra
Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota
kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota
kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.
Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
Potret Pembangunan dalam Puisi
d.
Citraan dalam Puisi
“Sajak Widuri untuk Joki Tobing”
Pada
puisi Sajak Widuri untuk Joki Tobing ini, pemakalah menganalisis dimana
terdapat tiga citraan didalam puisi ini yaitu citra perabaan, perasaan, citra
pendengaran, dan citra penglihatan.
1)
Citra Perabaan
Citraan ini terdapat
pada baris pertama yaitu sebagai berikut.
Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir…
Penyair menggunakan kata-kata dengan citraan
ini, untuk menggambarkan bagaimana rupa tukang-tukang parkir, yang berkecimpung
dengan debu sehingga mengepul diwajah mereka.
2)
Citra Perasaan
Citraan
ini terlihat pada baris kedua, dan baris terakhir puisi tersebut, yaitu sebagai
berikut.
…Kemarahan mengendon di dalam kalbu
purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan…
…dari puingan masa yang putus asa
Pada
baris ini, penyair menggunakan perasaan baik perasaan marah, sedih dan lain-lain.
Dimana menggambarkan penderitaan orang-orang miskin ditengah kemelaratan,
sehingga mereka menentang kemelaratan tersebut dengan “kemarahan mengendon di dalam kalbu purba”.
3)
Citra Pendengaran
Citra pendengaran dalam
puisi ini terletak pada baris keempat yaitu sebagai berikut.
Wahai, Joki Tobing,
kuseru kamu…
4)
Citra Penglihatan
Citraan
ini terletak pada baris kesebelas dan tigabelas puisi tersebut yaitu sebagai
berikut:
...menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah
mekar…
Pada baris ini, dimana penyair melibatkan
pembaca dalam menyampaikan isi puisinya. Disini terlihat bahwa kehidupan yang
kumal atau kotor tukang-tukang parker, terlihat pengorbanan dan pada akhirnya
melihat sekuntum bunga telah mekar. Menandakan penantian sebuah kebahagiaan
nantinya.
SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTERINYA
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh
dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua,1972
…BAHWA KITA DITANTANG SERATUS DEWA.
e.
Citraan
dalam Puisi “Sajak Seorang Tua untuk Istrinya”
Dalam puisi Sajak Seorang Tua untuk Istrinya ini, pemakalah
menganalisis dimana terlihat beberapa citraan didalam puisi ini yaitu citra
perabaan, perasaan, dan citra penglihatan.
1)
Citra Perabaan/Perasa
Citraan
ini terdapat pada bait pertama baris kedua, yaitu sebagai berikut.
…Sementara kau kenangkan
encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang
gemilang…
Pada baris ini dimana
penyair memasukkan kata encok, encok ini yaitu perasaan sakit pada tulang
seperti rematik dan lain-lain.
2)
Citra Perasaan
Pemakalah menganalisis, pada puisi Sajak Seorang Tua untuk Istrinya
didominasi oleh citraan perasaan, dimana kebanyakan dari bait puisi ini
terkandung citra perasaan yaitu sebagai berikut.
Pada bait pertama baris
kedua puisi tersebut.
…Aku tulis sajak ini
untuk menghibur
hatimu
Pada bait ini penyair
melibatkan dirinya masuk kedalam pengisahan puisi ini, dengan kata “Aku”.
Disini penyair mengungkapkan bahwa apa yang ia lakukan untuk menghibur orang-orang
terdekatnya.
Kemudian pada bait
kedua baris keempat.
...Suka
duka kita bukanlah istimewa
kerna
setiap orang mengalaminya…
Pada bait kedua ini
dengan kata “Suka duka” penyair menyampaikan, tentang suasana perasaan hati,
yang terkadang suka dan dirundung duka, dan setiap orang pasti akan
mengalaminya
Kemudian pada bait ketiga
baris pertama.
…Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup
adalah untuk mengolah hidup…
Pada bait ini penyair
menyampaikan kepada pembaca, tentang gejolak kehidupan. Dimana hidup itu
bukanlah dilampiaskan hanya untuk mengeluh dan hanya mengaduh saja, tetapi
penyair mengajak pembaca untuk mengelola hidup agar menjadi lebih baik.
Kemudian pada bait
kelima baris keenam.
…bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib
kita...
Pada bait ini juga
penyair menyampaikan tentang bagaimana ia selalu tersenyum menghadapi masalah
dan nasib yang dialaminya.
3)
Citra Penglihatan
Citraan ini dapat
terlihat pada bait kelima, yaitu sebagai berikut.
...Lihatlah
betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan
puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan
puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan
tahun-tahun lama yang porak poranda…
Disini penyair
menggunakan kata “Lihatlah” yang merupakan citra penglihatan, disini bermaksud
mengajak pembaca masuk dalam penghayatan puisinya.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Citraan
atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si
penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran
pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran
yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat
oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak membuat kesan baru dalam pikiran.
Dari
puisi-puisi karya WS Rendra yang telah dianalasis oleh pemakalah, terlihat
jelas bahwa dalam puisinya tersebut, penyair memperhatikan setiap katanya agar
memiliki makna dari imaji atau citraan dari kata-kata yang telah dihasilkannya.
Jadi dalam lima puisi WS Rendra yang pemakalah analisis, setiap puisinya
didominasi oleh citra perasaan.
Saran
Semoga
apa yang pemakalah samapaikan ini, dapat bermanfaat bagi kita semua. Kemudian
dapat dijadikan contoh maupun referensi untuk pemakalah selanjutnya.
Komentar