CERPEN: Ternyata Cinta
Oleh Anis Dwi Winarsih
Ting……..tung……ting….tung…..handphonku
berdering, dengan mata yang masih lengket ku coba tuk membukanya.
Terdengar suara Panjul teman sekelasku
membangunkanku dari lelapnya tidurku. “Pagi Am….!!! Bangun Am,sang surya telah
menampakkan sinarnya yang tajam loch?”, brisiknya membangunkanku. Pelan-pelan
ku buka jendela kamarku. Kicauan burung menyambutkudengan gembira. Udara pagi
yang segar seolah menyuguhkanku kesejukan pagi yang begitu menenangkan jiwa.
Dengan penuh rasa syukur ku ucapakn “Alhamdulillah” pada sang pemberi nafas.
Seperti biasa,aku langsung mandi dan siap-siap berangkat ke sekolah.
“Tok…tok…tok….Assalamualaikum!”, terdengar suara orang mengetuk pintu.
“Waalaikumsalam..!”,jawabku. “Pagi Am!!!!”,lagi-lagi suara Panjul
mengagetkanku. “Ayo Am berangkat sama aku?”,ajak Panjul sambil menyeret
tanganku. Aku sama sekali gak ngerti dengan sikap Panjul.”Kenapa dia tiba-tiba
perhatian banget ya sama aku?”,tanyaku dalam hati. Di sepanjang
perjalananku,hatiku berdebar-debat ketakutan karena aku gak pernah dekat
apalagi sampe berboncengan sama cowok sebelumnya.
Lima belas menit kemudian,aku dan Panjul sampe di
sekolah.pelan-pelan aku turun dari motornya Panjul,tanpa ku sadari rokku
tersangkut di jeruji roda motor Panjul. Beruntung Panjul lekas menolongku. Kedua
tangannnya memegang bahuku dengan tatapan yang seolah memberikan makna. “Eh
maaf,kamu gak kenapa-kenapa kan Am?”,cemas Panjul sambil melepas tangannnya
dari bahuku. “Aku gak papa kok! makasih ya dah menolongku?”.jawabku. “Sama-sama
Am”,respon Panjul.
Sesampai di depan kelas,teriakkkan-teriakkkan yang berisi
gunjingan yang memojokkanku dengan Panjul pun terdengar . “Am,kamu jadian sama
Panjul ya? Jangan lupa traktirannnya ya Am?”,kata Via teman dekatku. Kemudian
aku menarik tangan Via dan mengajaknya ke dalam kelas. “Vi,jangan ngmong gitu
donk? Aku gak da pa-pa dengan Panjul!”,aku mencoba menjelaskan pada Via. “Kalo
kamu gak da pa-pa kok berangkatnya bisa barengan sama Panjul?”,tanya Via. “Gini
lho Vi ceritanya,tadi pagi dia tuh telfon aku,alasannya sich pingin bangunin
aku trus dia tiba-tiba muncul di depan pintu rumahku akhirnyya ya gtudech,aku
terpaksa bonceng dia”,jelasku. “Wah jangan-jangan Panjul suka
Am sama kamu!”,tebak Via. “Aduch Vi jangan gila dech! Mana mungkin Panjul suka sama aku? Kamu tahu sendiri kan gimana tipe cewek Panjul lagi pula aku gak boleh pacaran sama ayahku.”,kataku. Mendengar penjelasanku itu,Via pun percaya . “Apa benarya Panjul suka sama aku?”,tanyaku dalam hati.
Am sama kamu!”,tebak Via. “Aduch Vi jangan gila dech! Mana mungkin Panjul suka sama aku? Kamu tahu sendiri kan gimana tipe cewek Panjul lagi pula aku gak boleh pacaran sama ayahku.”,kataku. Mendengar penjelasanku itu,Via pun percaya . “Apa benarya Panjul suka sama aku?”,tanyaku dalam hati.
Tet…..tet…..tet….!!! bel masuk pun berbunyi. Kemudian ku
langkahkan kakiku masuk ke kelas. “Cye…cye…Amalia!”,teriak teman-teman
sekelasku. “Ada apa dengan Amalia?”,tanya Pak Wisanto guru Matematika sekaligus
wali kelasku. “Amalia baru jadian Pak sama Panjul!”, saut Roji temanku. “Wah
selamat ya Am?”,gunjing Pak Wisanto. “Hmmm…lengkap dech penderitaaanku!”,
brisikku dalam hati. Sepanjang jam pelajaran, aku gak bisa konsentrasi. Aku
terus mikirin soal gunjingan teman-temanku.
Tet….tet….tet!!! bel pulangpun berbunyi. Aku segera mengemasi
peralatanku tuliskudan buku-buku. Tanpa basa-basi aku pun berlari pulang. Aku
lihat dari belakang ternyata Panjul mengejarku. Aku pun semakin menambah
kecepatan berlariku. “Am,tunggu!”,teriak Panjul.” Ngapain sich kamu ngejar aku?
gara-gara kamu,aku jadi bahan gunjingan teman-teman!”,kataku. Perkataaanku pada
Panjul tak membuatnya jerah,dia terus mengejarku. Sampai pada akhirnya,dia bisa
menggapai tanganku. “Am,maafin aku ya kalo aku dah buat kamu digosipin sama
aku? aku gak bermaksud bikin malu kamu Am,aku hanya ingin berteman sama kamu
Am!”,Panjul mencoba menjelaskan padaku. “Bukankah kita udah temenan mulai dari
kelas XI?”,tambahku.”Aku pingin lebih dari sekedar itu Am,aku pingin jadi teman
yang slalu ada di saat kamu sedih dan senang!”,kata Panjul sambil
meninggalkanku. “Aku benar-benar gak ngerti dengan apa yang dikatakan Panjul
barusan. aku gak mau gara-gara mikirin dia,aku jadi gak konsen ke pelajaran
apalagi Panjul orangnya playboy abiz!,apa kata dunia kalo aku sampe jadian
dengan Panjul?”,kataku dalam hati.
Sesampai di
rumah,tas yang membebani bahukulangsung aku letakkan di atas meja belajarku.
Tak lupa ku tengok handphon bututku,ternyata banyak sms masuk dan semuanya dari
Panjul. Satu per satu sms itu ku baca,”kenapa dia minta ketemuan di taman
sekolah ya?”. Aku bingung banget harus pergi apa gak. Kalo aku pergi,aku harus
pamitan gimana sama ayah ib tapi aku penasaran tentang apa yang akan dikatakan
Panjul. Hati yang cemas mengantarku pamitan ke ayah dan ibu, “Ayah ibu,aku
pamit pergi ke sekolah ya?”.”Ada kegiatan apa Am di sekolah?”. “Aku ada ekskul
bu di sekolah!”. “Oh ya udah hati-hati ya Am?”. “iya bu,Assalamualaikum!”.
“Waalaikumsalam!”. Sepanjang perjalananku,aku merasa sangat berdosa pada ayah
dan ibu karena sebelumnya aku gak pernah bohongin orang tuaku.hatiku terus
gundah mikirin dustaku pada ayah dan ibu. Di sisi lain,aku juga ingin tahu
jawaban Panjul kenapa seminggu belakangan ini dia care banget sama aku. Ketika
aku sampai di gerbang sekolah,ku lihat Panjul berdiri di bawah pohon dengan
dihiasi wajah kecemasan. “Am!”,Panjul memanggilku. “Makasih ya Am?”,ucap
Panjul. “Udah dech to the point aja!”,sinisku. “Gini Am…!”,gugup Panjul. “Gini
apa?”,tanyaku penuh penasaran. “Sebenarnya aku slama ni sayang banget sama kamu
Am!”. “Kamu bercanda ya? Sorry ya cara bercanda kamu gak lucu!”. “Aku serius
Am,aku sama sekali gak bercanda.Coba kamu tatap mataku Am,apa aku klihatan
bercanda?”,Panjul mencoba meyakinkanku. “Ya Allah,baru kali ini aku melihat
tatapan setajam ini!”,ucapku dalam hati. Aku terus menatap mata itu,rasanya tak
ingin melewatkan tatapan itu. Tatapan itu smakin membuatku terpaku di depannya.
“Am…Am…Am!”,panggil Panjul. “Eh iya!”,jawabku tersentak. “Gimana Am? Kamu mau
kan jadi ceweku?",tanya Panjul. “Kaih aku waktu buat jawab!”,jawabku dengan berlari meninggalkan Panjul.
Setelah
kejadian itu,aku langsung ke rumah Via untuk meminta saran. “Ada apa Am? Tumben
kamu ke rumah?”,tanya Via. Tanpa basa-basi aku langsung menceritakan semuanya
pada Via. Via terkejut mendengar yang ku katakan. Aku gak tahu kenapa dia
sebegitu terkejutnya mendengar yang ku ceritakan.”Gimana donk Vi? Aku nrima dia
apa gak?”,tanyaku. “Gimana ya Am? Aku juga bingung,lebih baik kamu trima aja
Am,kasih dia kesempatan!”,saran Via.”Aku kan gak da rasa ma dia Vi?”,tanyaku.
“Kamu pasti bisa kok Am mencintai Panjul dengan seiring waktu!”,Via mencoba
meyakinkanku.
Keesokan
harinya,Panjul menemuiku dan menanyakan jawabanku. Aku pun menjawab mengikuti
saran Via. Aku dan Panjulpun sudah resmi jadian dan teman-teman sekelas juga
mengetahui tentang hal ini. Entah mengapa aku begitu bahagia bisa jadi pacar
Panjul. Panjul adalah pacar pertamaku dan aku sangat berharap sekali kalo aku
jadi pelabuhan terakhirnya Panjul. Aku ingin mengenal cinta dan mengarunginya
bersama Panjul.
Hari demi hari
ku lewati bersama Panjul. Dia selalau ada di saat aku sedih dan senang hingga
dengan seiringnya waktu,aku mulai merasakan hati yang dipenuhi oleh
bunga-bunga. Aku mulai merasa rindu bila gak ketemu sama Panjul. “Apakah ini ya
yang namanya cinta?”,tanyaku dalam hati. Suatu hari perasaan cintaku pada
Panjul semakin bergejolak karena aku melihat Panjul tertawa lepas saat bercanda
dengan Via teman dekatku. Aku juga tak ingin membutakan mataku pada sahabatku
sendiri. “Am,kamu kok diam aja sich nglihat Via dan Panjul bercanda kayak
gitu?”,tanya Alex. “Aku percaya kok Lex sama Panjul,apa lagi Via kan sahabatku
gak mungkin menghianatiku!”,jawabku. Bukan hanya Alex saja yang tanya seperti
itu tapi hampir semua teman-teman sekelasku. Rasa curiga yang teramat telah
muncul di hatiku. Aku pun pura-pura pinjam handphonnya Panjul. Aku membaca
kotak masuknya,satu per satu telah ku baca. Hatiku miris sekali ketika
membacanya. “Panjul..!”,panggilku. “Kenapa Am? Kok kamu kelihatan marah banget
sama aku?”,jawab Panjul. “Ada hubungan apa kamu dengan Via?”,tanyaku dengan
emosi yang tinggi. Panjul tetap diam dan memandangku.”Kenapa kamu gak jawab?ayo
jawab!”,desakku. “Aku dengan Panjul udah jadian Am seminggu yang lalu?maaf Am
jika aku telah menyakitimu tapi perasaanku dengan Panjul begitu dalam hingga
tak dapat ku bendung lagi!”,jawab Via yang tiba-tiba di belakangku. “Benar apa
yang dikatakan Via barusan?”,tanyaku pada Panjul. “Maafkan aku Am?”,jawab
Panjul. “Udah gak usah diterusin,mulai sekarang kita sampai di sini,aku
benar-benar kecewa sekali sama kalian berdua!”,usap tangisku. Aku pergi
meninggalkan mereka berdua dengan hatiku yang begitu hancur. Ternyata cinta itu
sangat menyakitkan,indahnya hanya bayangan semu belaka.
Komentar