Analisis Standar Mutu Drama “Kampung Kardus”


ISI
2.1 Standar Mutu Drama
Sebelum membahas mengenai standar mutu sebuah naskah drama, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu standar mutu secara umum.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), standar adalah ukuran tertentu yang diapakai sebagai patokan. Sedangkan mutu adalah ukuran baik atau buruk suatu benda yang dalam hal ini dapat juga disebut sebagai kualitas. 
Menurut Joseph Juran, ada lima konsep atau dimensi penilaian standar mutu secara umum yaitu rancangan (desain), kesesuaian, ketahanan, keamanan (tidak membahayakan), dan dapat dimanfaatkan.  Apabila konsep ini dihubungkan dengan sebuah naskah drama, maka uraian atau penjelasannya sebagai berikut:
2.1.1 Rancangan (desain)          
Suatu naskah, sebelum ditulis pastinya memiliki rancangan terlebih dahulu.  Rancangan ini dapat berupa rencana (plan).  Rencana yang dimaksud adalah rencana yang dibuat oleh pengarang mengenai bagaimana unsur-unsur dalam struktur naskah drama seperti tema, alur, penokohan, setting, dan lain sebagainya akan dibuat.  Rencana ini dapat juga berupa tujuan (untuk apa, siapa dan mengapa) naskah drama ini dibuat.  Sesuatu yang terencana dengan matang pastilah akan membuahkan hasil yang optimal dan bermutu. 
Rancangan juga sangat perlu demi terciptanya sebuah karakteristik yang khas untuk membedakannya dengan hasil karya orang lain, karena karakteristik yang khas akan mudah dan selalu diingat.   Oleh karena itu, rancangan sangat diperlukan dalam pembuatan naskah drama. 
2.1.2  Keseusaian
Kesesuaian dalam konteks naskah drama yang bermutu  memiliki hubungan dengan rancangan.  Sebuah naskah drama harus dirancang sesuai dengan tujuan. Misalnya sebuah naskah drama diciptakan oleh pengarang dengan cerita mengenai dunia anak, maka pengarang harus konsisten dengan tujuannya itu.  Unsur-unsur naskah drama yang ditulis harus menyesuaikan dengan dunia anak, entah itu tema, alur cerita, penokohan dan lain sebagainya.  Tidak mungkin pengarang mengambil tema mengenai percintaaan untuk naskah drama yang ditujukan untuk anak-anak, karena tema ini dianggap tidak sesuai.
Kesesuaian juga dapat dilihat dari cerita yang ada dalam naskah terhadap apa yang terjadi di kehidupan sehari-hari.  Misalnya dalam sebuah naskah drama yang mengambil latar dan penokohan orang-orang kaya metropolis yang tinggal di  tengah kota. Akan terasa janggal dan tidak sesuai jika pengarangnya menggambarkan penokohannya sebagai orang-orang yang tradisional, kampungan dan gagap teknologi, karena orang-orang kaya metropolis dalam kehidupan nyata memiliki kehidupan yang modern dan dekat sekali dengan perkembangan teknologi.
Kesesuaian ini merupakan salah satu jendela penilaian apakah suatu naskah drama itu bermutu atau tidak.  Adanya ketidaksesuaian dapat mengurangi nilai estetika dalam naskah drama yang dapat berakibat suatu naskah drama itu menjadi tidak bermutu.   Dalam hal ini kepekaan pengarang sangat diuji untuk dapat melihat kesesuaian naskah drama yang ditulisnya.
2.1.3  Ketahanan
Sesuatu yang bermutu biasanya memiliki ketahanan atau biasa disebut eksistensi yang awet.  Begitu pula pada drama.  Drama yang bermutu biasanya memiliki ketahanan atau dapat bertahan di tengah derasnya arus karya drama lain yang bermunculan sehingga selalu ada ketersediaan (selalu ada).  Drama yang memiliki ketahanan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang lain.  Karakteristik inilah yang membuat penikmatnya memiliki kesan tersendiri terhadap karya drama itu dan selalu mengingatnya.
Contoh karya drama yang bermutu adalah Titanic.  Drama yang diangkat ke dalam film ini memiliki ketahanan yang hingga sekarang pun masih diingat oleh para penikmat di seluruh dunia.  Penyajian filmnya mulai dari tema, alur, setting, akting pemain dan lain-lain sangat diperhatikan dan dibuat seprofesional mungkin sehingga menghasilkan sebuah karya bermutu dan memiliki ketahanan di hati para penikmatnya.
2.1.4  Keamanan
Apabila diibaratkan sebagai makanan, maka barang yang bermutu harusnya aman untuk dikonsumsi.  Begitu pula dengan sebuah karya drama.  Sebuah karya drama harus memiliki nilai keamanan di dalamnya.  Aman di sini dalam artian bahwa segala unsur dari karya drama itu aman untuk dinikmati atau apabila dinikmati maka tidak menimbulkan bahaya.  Keamanan dapat berarti bahwa isi dari sebuah karya drama tidak mengandung unsur untuk mencelakakan atau menjerumuskan penikmatnya kepada hal yang negatif.
2.1.5  Manfaat
Hal terpenting dalam menilai mutu dalam sebuah karya drama ialah apakah karya drama itu memiliki manfaat bagi penikmatnya.  Salah satu manfaat yang paling nampak adalah sebagai hiburan.  Namun, tidak sebatas itu saja manfaat dari suatu karya drama yang bermutu.  Karya itu juga harus memiliki nilai dan pesan moral yang dapat diambil oleh
penikmatnya.  Dengan adanya nilai dan pesan moral ini, isi dari karya drama menjadi berbobot alias tidak kosong.  Ibaratnya sebuah kendi yang berisi air.  Orang tidak hanya dapat melihat keindahan kendi, tapi juga dapat meminum air yang ada di dalamnya.

2.2 Unsur-unsur Penilaian Mutu dalam Drama “Rumah Kardus”
2.2.1 Naskah Drama
Naskah drama adalah suatu cerita drama dalam bentuk dialog atau dalam bentuk Tanya jawab antar pelaku. Sedangkan penyajiannya  melalui dialog dan gerak para pelaku dari sebuah panggung kepada penoton.
Dalam persiapan sebuah pertunjukan drama atau pun produksi felm maupun senetron, naskah drama adlah instansi pertama yang berperan sebelum asampai ketangan sutradara dan para actor. Naskah drama (lakon) bisa berdiri sendiri sebagai bacaan berupa buku cerita (klasifikasi sastra lakon).Ketika nashah itu akan dimainkan, biasanya di ketik kembali dalam format yag khusus untuk para pemain dan awak produksi.
Biasanya naskah drama ditulis untuk kepentingan pementasan yang diangkat dari isu-isu yang terjadi dalam masyaraktf. Namun ada juga naskah drama yang berupa adaptasi dari novel, puisi, cerpen dan karya sastra yang dapat diadaptasi yang dari keseluruh cerita itu di tulis ulang menjadi naskah drama.
Naskah drama (lakon) merupakan penuangan dari ide cerita kedalam alur cerita  dan susunan lakon. Seorang penulis naskah drama dalam proses berkaryanya bertolak dari tema cerita. Tema itu ia susun jadi sebuah cerita yang terdiri dari peristiwa-peristiwa, yang memiliki alur yang jelas dengan ukuran dan panjang yang perhitungkan menurut kebutuhan sebuah pertunjukan. Bisa untuk satu jam duan jam atau lebih. Karena itu dalam penyusunannya harus berpegang pada azas kesatuan (Unity).
Naskah drama terbagi dua yaitu naskah drama sebagai karya sastra dan naskah drama sebagai rencana pertunjukan.  Naskah drama sebagai karya sastra, dapat dibaca oleh pembaca sastra tanpa masalah dengan keindahan sastra yang tak menyusut. Ia lengkap memberikan keterangan dan deskripsi yang membuat pembaca mudah mengikuti alurnya sebagai sebuah cerita.  Kalau pun tidak banyak deskripsi, tetapi karakter sebagai motor-motor yang membangun konflik, terpapar dan berkembang.  Banyak yang memamerkan dialog-dialog puitis yang mempesona dengan makna-maknanya yang mendalam, sehingga menjadi pameran dan pertunjukan makna yang bukan hanya dapat dipentaskan tetapi juga dapat dibaca ulang oleh pembaca. 
Ada pula naskah drama sebagai rencana pertunjukan yang dibuat dan direncanakan khusus untuk dipentaskan. Naskah drama bentuk ini benar-benar merupakan bahan baku seorang sutradara atau awak pentas.  Bentuk penulisannya pun terbagi dua.  Ada naskah yang ditulis dengan melibatkan semua kelengkapannya seperti judul, ringkasan cerita (sinopsis),  nama-nama pemeran, pembuka, babak-babak, adengan-adengan, dialog, catatan samping (anotasi) dan keterangan mengenai setting (panggung, lampu dan bunyi/suara). Namun ada pula yang hanya menyajikan bahan mentah berupa dialog dan sedikit masalah-masalah teknis, sehingga memerlukan pisau bedah dan analisa serta interpretasi yang lebih. Bentuk seperti ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan pada sutradara dalam menginterpretasikan naskah ke dalam bentuk pementasan.
Naskah drama “Kampung Kardus” dapat dikatakan merupakan naskah drama sebagai karya sastra maupun naskah drama sebagai rencana pertunjukan. Sebagai karya sastra, naskah drama ini memiliki nilai estetik kesastraan lengkap memberikan keterangan dan deskripsi yang membuat pembaca mudah mengikuti alurnya sebagai sebuah cerita.  Naskah ini juga merupakan naskah drama sebagai rencana pertunjukan karena disajikan dengan kelengkapan-kelengkapan naskah untuk memudahkan sutradara dan pemain dalam menggarap pertunjukan atau pementasan. 
Berikut analisis kelengkapan naskah pada naskah drama “Kampung Kardus” :
1.  Judul     
Judul sangat penting dalam penulisan naskah karena judul  merangkum isi cerita yang disajikan dalam naskah. Judul juga penting untuk menarik perhatian orang untuk membaca naskah.  Oleh karena itu sering kali pengarang membuat judul yang semenarik mungkin untuk mengundang perhatian atau rasa ingin tahu. Sebuah karya drama yang bermutu biasanya mengambil judul yang unik, berkarakter dan mudah diingat. Di sini, judul “Kampung Kardus” menjadi menarik karena mengundang tanda tanya.  Memangnya ada apa dan apa istmewanya dengan kampong yang penuh tumpukan kardus itu? Cerita seperti apa yang akan disuguhkan pengarang dengan judul seperti itu?

.                  2. Nama Pemeran
Nama pemeran berfungsi untuk membedakan siapa yang berbicara di dalam dialog.  Nama pemeran tidak harus berupa nama orang, tapi juga dapat berupa nama jabatan, profesi dan lain-lain.  Naskah drama Kampung Kardus tidak hanya menggunakan nama orang sebagai nama pemeran (aktor/aktris) di dalamnya seperti Siti, Rahmi, Denok, Neneng,Mbok dan Surti. Ia juga menggunakan nama profesi yaitu carik, lurah, dan peran orang pembantu.

3. Adegan
   Adegan merupakan peristiwa kecil yang terikat kepada babak (bagian dari babak). Salah satu adegan yang terdapat pada naskah drama tersebut yaitu ketika Siti merengek pada si Mboknya (Rahmi) karena tidak diberi uang saku dan disuruh puasa untuk tidak jajan sampi Siti tersandung karena kualat pada si Mboknya.

4. Babak
Babak adalah bagian besar cerita yang terdiri dari adegan-adegan. Naskah drama “Kampung Kardus” terdiri dari dua babak, yaitu babak yang pertama ketika Siti masih sekolah dan Denok masih bekerja sebagai pemulung. Sedangkan, babak yang kedua setelah Denok kembali dari jadi TKI dan melihat kampungnya sudah digusur akibat penghianatan Siti.

5. Sinopsis
  Naskah drama “Kampung Kardus” tidak memuat sinopsis. Panjang lebarnya sinopsis ataupun ada tidaknya sinopsis tidak menurunkan mutu dari drama tersebut karena sifatnya yang tidak wajib. Fungsi sinopsis hanya sebagai pengantar pembaca dalam memahami isi drama.


6. Dialog
Dialog adalah percakapan antara dua atau lebih aktor/aktris.Adanya dialog sangatlah penting dalam sebuah naskah drama.  Naskah drama akan sulit dipahami jika tidak ada dialog.  Kata dalam dialog sebaiknya dirancang tidak terlalu sulit  diucapkan oleh aktornya saat dipentaskan dan kalimat-kalimatnya pun tidak panjang. Di dalam naskah drama “Kampung Kardus”,pengarang menyajikan dialognya dengan disisipi bahasa Jawa yang tidak terlalu sulit dipahami.

7. Teks Samping                        
Teks samping sangat mendukung sebuah naskah drama yang hanya untuk dibaca atau bahkan untuk dipentaskan. Catatan samping adalah keterangan samping yang menerangkan bagaimana pemeran harus bertindak atau melakukan adegan. Salah satu teks samping yang terdapat dalam naskah drama “Kampung Kardus”, yaitu:
     Denok          : simbok…..(menangis)
8. Keterangan
        Keterangan dalam drama merupakan pelengkap dari drama agar penikmat drama dapat lebih memahami setting dari cerita dalam drama.
Keterangan setting dalam drama terdiri dari tiga, yaitu:
a.       Setting panggung
Dalam sebuah pentas diperlukan latar belakng suasana yang mendukung keadaan pentas yang disebut setting panggung, dekorasi  atau scenery. Scenery dibagi menjadi dua yaitu interior setting (jika lakon dipentaskan seolah berada dalam ruangan)  dan exterior setting (jika lakon dipentaskan seolah berada di alam terbuka).
            Setting panggung dalam drama “Kampung Kardus” oleh Gepeng diatur sedemikian rupa sehingga terdiri dari rumah-rumah yang terbuat dari kardus, diatur seolah-olah itu seperti perkampungan kumuh.

b.      Setting lampu
Lampu dapat memperkuat suasana yang ada dalam drama. pengaruh psikologis, dan juga dapat berfungsi sebagai ilustrasi (hiasan) atau penunjuk waktu (pagi, sore).
Naskah drama “Kampung Kardus” tidak memaparkan secara jelas mengenai setting lampu. Namun, pada saat adegan penggusuran pemukiman dapat juga dikenai warna lampu merah sebagai simbol kemarahan.

c.       Setting bunyi
Bunyi-bunyian dalam sebuah pentas atau pertunjukan memiliki fungsi untuk memainkan emosi penonton.  Di dalam naskah biasanya pengarang mencantumkan bunyi atau suara apa yang mengiringi pementasan naskahnya.  Bunyi ini tentunya harus sesuai dengan suasana cerita. 
            Bunyi dalam naskah drama “Kampung Kardus” terlihat pada adegan saat traktor-traktor menggusur pemukiman kardus penduduk sehingga menimbulkan suasana yang gemuruh.

2.2.2 Tema
  Tema adalah pokok pikiran pengarang yang menjadi dasar keseluruhan cerita. Keberadaan suatu tema sangat penting karena tema adalah kerangka karya sastra yang paling utama. Tanpa tema, karya sastra tidak akan memiliki kekuatan yang sanggup membangun sebuah kesempurnaan karya sastra. Tema adalah pikiran penulis yang kemudian diaplikasikan dalam karya sastra.
  Tema dari naskah drama “Kampung Kardus”, yaitu tentang perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

2.2.3 Alur
   Sebuah naskah drama yang bermutu pastilah memiliki cerita yang bermutu pula. Cerita yang bermutu adalah cerita yang bersifat didaktis tapi tidak terkesan menggurui dan inspiratif.  Alur ceritanya pun jelas menggambarkan adanya hubungan kausalitas atau hubungan sebab-akibat dan terstruktur dengan rapi.  Adapun struktur dalam nashkah drama yang diaplikasikan dalam Kampung Kardus” antara lain:
a.       Eksposisi, yaitu pengenalan tokoh-tokoh dan masalahnya/
Tahap eksposisi dari naskah drama “Kampung Kardus”, yaitu ketika Siti berpamitan pada si Mbok untuk pergi ke sekolah.
b.      Konflik, yaitu mulai munculnya masalah yang ditunjukkan dengan adegan ketika Kontraktor mulai meminta tempat untuk pembangunan proyek baru pada Lurah sehingga Lurah memilih kampong kardus itu untuk digusur.
c.       Komplikasi, yaitu pemuncakan masalah-masalah yang ada. Dalam naskah drama “Kampung Kardus” adegan yang menunjukkan komplikasi ialah ketika Siti lebih memilih uang daripada membela warga kampung kardus sehingga penggusuran tetap dilakukan.
d.      Resolusi, yaitu penyelesaian dalam cerita. Resolusi dalam naskah drama “Kampung Kardus” tidak ada karena cerita hanya berakhir begitu saja ketika pemukiman kardus sudah habis digusur.

2.2.4  Perwatakan Tokoh
Perwatakan tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Perwatakan tokoh berkaitan dengan kesesuaian pengarang untuk mengadopsi perwatakan yang ada dalam kehidupan sehari-hari ke dalam perwatakan dalam sebuah naskah drama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.  Penggambaran watak  tokoh-tokoh dalam naskah drama Kampung Kardus” cukup mewaliki watak orang-orang miskin yang tinggal di sebuah pemukiman yang profesinya sehari0hari hanya sebagai pemulung. Watak yang dimiliki yaitu sama halnya dengan orang-orang miskin pada umumnya yang ingin memperbaiki hidup.

2.2.5     Retorika
      Retorika adalah suatu istilah yang secara tradisional diberikan pada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik.  Jadi ada dua aspek yang perlu diketahui seseorang dalam retorika, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa yang baik, dan kedua pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan dengan bahasa tadi (Keraf. 2008: 1). 
Dalam sebuah naskah drama, bahasa yang digunakan oleh pengarang sangatlah memiliki peran penting.  Retorika pada naskah tersebut haruslah sesuai dan memiliki unsur seni sehingga memunculkan efek keindahan.  Sebuah naskah drama yang bermutu harus memiliki retorika yang baik.  Retorika yang baik ini dapat mengundang minat orang lain untuk menikmati hasil karya sastra berupa naskah drama tersebut. 
Bahasa yang digunakan dalam naskah drama jika ingin dikatakan bermutu haruslah sesuai dengan konteks cerita, sesuai dengan perwatakan tokoh, memperhatikan siapa penikmatnya, tidak menjerumuskan orang lain, dan mengandung pesan moral.  Naskah drama “Kampung Kardus” memiliki retorika yang  dinilai sesuai dengan konteks ceritanya yang berlatarkan sebuah lingkungan kumuh tempat tinggal para pemulung.  Pilihan kata (diksi) yang digunakan benar-benar mencerminkan perwatakan tokoh-tokohnya.  Gepeng sebagai pengarang dengan cermat memperhatikan bahasa yang digunakannya dalam menulis naskah ini.

2.2.6 Amanat
            Dikatakan berstandar mutu baik jika dalam sebuah karya sastra memiliki pesan moral atau amanat sehingga dapat diaplikasikan oleh pembaca dalam kehidupannya sehari-hari.
Amanat yang terkandung dalam naskah drama “Kampung Kardus”, yaitu bahwa janganlah kita tergiur oleh harta sehingga nantinya membuat kita lupa pada jati diri kita sendiri. Sebagai manusia kita harus senantiasa bersyukur atas apa yang kita dapatkan sekarang dan bersabarlah dalam menghadapi cobaan hidup.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Setiap manusia pasti menginginkan mutu yang baik agar dapat ia nikmati dalam kehidupannya, termasuk dalam menikmati sebuah naskah drama. Unsure-unsur yang menjadi tolak ukur dalam melihat berkualitas atau tidaknya naskah drama dapat diperhatikan dari tema, alur, perwatakan, naskah, bahasa dan amanat.
Dalam menulis sebuah naskah drama terdapat kesulitan-kesulitan. Kesulitan yang dialami oleh pengarang, yaitu ia harus mengaitkan naskah drama yang ditulisnya dengan kemungkinan dalam pementasannya. Oleh karena itu, naskah drama yang ditulis oleh pengarang bisa dipentaskan akan menjadi kebahagiaan tersendiri bagi pengarang itu sendiri.


Saran
            Dengan terselesaikannya makalah ini, maka penulis berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya para pemuda untuk turut serta meningkatkan standar mutu drama di Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH: AKAD (Fiqh Muamalah)

Makalah Mengkaji Puisi “Membaca Tanda-Tanda”

Kapatu Mbojo (Pantun Bima)