Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
- Kurikulum yang memiliki tujuan
pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya
guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
- Bagaimana guru menanggapi atau merespon
kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana
pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya,
apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan
penugasan serta penilaian yang berbeda.
- Bagaimana mereka menciptakan lingkungan
belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras
untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap
murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di
sepanjang prosesnya.
- Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana
guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya
fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin
melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara
efektif.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
Sebuah Ilustrasi
Ibu
Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 murid. Di antara
32 murid di kelasnya tersebut, Bu Renjana memperhatikan bahwa 3 murid selalu
selesai lebih dahulu saat diberikan tugas menyelesaikan soal-soal perkalian.
Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu
murid lainnya, akhirnya ia berinisiatif untuk menyiapkan lembar kerja tambahan
untuk 3 anak tersebut. Jadi jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian,
maka untuk 3 anak tersebut, Bu Renjana menyiapkan 25 soal perkalian.
Jika kita mengacu ke kasus Ibu Renjana di atas, maka
keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama
serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih
dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan
diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga
tidak mengganggu murid yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi
haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru
merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana
perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar
dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya,
termasuk ketiga murid tersebut.
Komentar