Analisis Bunyi dalam Puisi Karya Sutardji Calzoum Bahri



2.1 Pengertian Bunyi
            Dalam puisi, bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya lagu, melodi, irama dan sebagainya.
Menurut kamus istilah sastra (Laelasari,2006:58) Bunyi merupakan nada, laras, suara yang ditangkap atau diterima oleh alat indera, terutama alat-alat bicara.
Contoh:
                        Batu Belah
Rang....rang....rangkup
Rang....rang....rangkap
Batu belah batu bertangkup
Ngeri berbuni berganda kali
                                                            (Amir Hamzah)

2.2 Unsur-Unsur Bunyi
Ada tiga ciri umum puisi, yang pertama adalah pola bunyi atau rima. Rima adalah penataan unsur bunyi yang ada dalam kata. Penataan ini berupa pengulangan bunyi yang sama pada satuan baris atau pada baris-baris berikutnya dalam bait. Contohnya puisi lama seperti pantun dan syair, pola bunyi sifatnya tetap. Contohnya pantun berima ab-ab dan syair  berima aa-aa. Yang kedua adalah irama. Irama terlihat sangat jelas saat puisi dibacakan. Intonasi, penekanan kata, tempo, dan penataan rima memunculkan irama puisi. Yang ketiga adalah pilihan kata atau diksi. Kata-kata pilihan berfungsi untuk menyampaikan makna puisi. Kata-kata juga dipilih berdasarkan efek bunyi yang ditimbulkan jika dibacakan. Kata-kata yang dipilih dapat berupa kata-kata yang objektif maupun emotif.
            Menurut Hasanuddin (2002:56) terdapat berbagai beberapa unsur bunyi yaitu sebagai berikut:
1.      Irama
Irama merupakan bunyi yang teratur, terpola, menimbulkan variasi bunyi, sehingga dapat menimbulkan suasana. Dengan demikian, irama tidak hanya tercipta didalam
sajak dengan pola-pola bunyi yang teratur, namun juga oleh suasana yang tecipta. Suasana melankolis akan menyebabkan tempo lambat pada sajak tersebut. Suasana meledak-ledak akan menyebabkan tekanan dinamik tinggi. Beberapa pendapat menyatakan bahwa irama terbagi atas dua bagian: Ritme dan Metrum.
Metrum adalah irama yang tetap, terpola menurut pola tertentu, sedangkan Ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan-pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap dan halnya menjadi gema, dendang penyair (Semi 1984:109).
2.      Kakafoni dan Efoni
Kakafoni dan Efoni adalah pemanfaatan bunyi sedemikian rupa sehingga bunyi yang dirangkaikan didalam sajak dapat menimbulkan kesan yang cerah atau sebaliknya, suatu kesan keburaman. Kesan ini tercermin dari keseluruhan sajak. Kesan ini tertangkap dari keseluruhan sajak melalui suasana yang melingkupinya. Menurut Pradopo (2007:27) menyatakan bahwa kombinasi-kombinasi bunyi yang merdu biasanya disebut Efoni sedangkan kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, penuh bunyi k, p, t, s, ini disebut Kakafoni. Kakafoni ini cocok dan dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serta tak teratur bahkan memuakkan.
3.      Onomatope
Onomatope salah satu pemanfaatan unsur bunyi yang cukup dominan dalam sajak. Istilah Onomatope menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984:54) adalah Penggunaan kata yang mirip dengan bunyi atau suara yang dihasilkan oleh barang, gerak, atau orang. Istilah lain untuk onomatope ini adalah tiruan bunyi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH: FORMAT PROGRAM SUPERVISI TENDIK

MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS X: TEKS ANEKDOT [Kurikulum Merdeka]

MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS X: TEKS LHO [Kurikulum Merdeka]

MAKALAH: AKAD (Fiqh Muamalah)